XIII

1K 147 12
                                    

"Masih ingin menangis?"

Baru turun dari panggung, Sunghoon langsung bertanya pada sang suami. Ia berjalan di sisi Sunoo menuju ke ruang istirahat.

Tanpa menjawab, Sunoo langsung berhambur ke pelukan Sunghoon. Menumpahkan tangisnya di dada bidang sang suami, perasaanya belum tenang sedari ia menghadap para penggemarnya, seperti ada yang mengganjal tapi tak dapat ia sampaikan selain dengan tangisan.

Tangan besar Sunghoon bergerak mengelus punggung bergetar Sunoo. Ia juga membalas pelukan erat sang suami seolah menenangkannya. Ia hanya mengikuti insting, ia merasa Sunoo berbeda. Sebagai orang yang sudah bertanggung jawab penuh atas Sunoo, ia sebisa mungkin peka akan perasaan sang suami.

"Menangislah."

Setelah mengatakan itu tangisan Sunoo bertambah keras, Sunghoon masih setia mengelus punggung bergetar suaminya. Entah apa yang mengganggu Sunoo hingga dapat menangis terisak seperti ini.

Sunghoon masih setia berdiri di lorong yang menghubungkan panggung dengan ruang istirahat. Mengabaikan beberapa staf yang berlalu lalang untuk membereskan semuanya.

Tidak lama kemudian tangisan Sunoo mulai reda, tetapi pemuda yang sedang berbadan dua itu sepertinya masih belum ingin melepaskan pelukannya. Malah ia semakin menyusupkan wajahnya di dada Sunghoon.

Tak apa, Sunoo jarang sekali bersikap manja kepadanya.

"Sudah?" Sunghoon dapat merasakan anggukan di dadanya. Laki-laki jakung itu terkekeh ringan, merasa lucu akan tingkah sang suami.

Sunoo mengusap air mata yang tersisa di pipinya dengan baju yang digunakan Sunghoon. Membuat si pemilik mendelik tak percaya atas apa yang dilakukannya.

"Ayo kembali!" ucap Sunoo sembari menarik tangan Sunghoon menuju ruang istirahat. Seolah melupakan kejadian sebelumnya, Sunoo sekarang sudah kembali memancarkan senyum mataharinya.

Sunghoon hanya menurut ketika suaminya itu menarik tangannya. Sedikit bersyukur karena senyum Sunoo sudah kembali seperti biasanya.

•••

"Sunoo, kau kalah, jadi kau harus membayar seluruh minuman ini!"

Si pemilik nama mendengus kesal. Selalu saja seperti ini jika ia melakukan permainan gunting batu kertas. Tak urung juga ia berdiri untuk mengambil dompet.

"Hei! Kenapa kau mengambil dompetku?" seru Sunghoon tak terima. Alih alih mengambil dompet miliknya sendiri, Sunoo lebih memilih dompetnya yang berada di dalam tas. Memang sih dompetnya berada di tas Sunoo.

Pemuda bermata rubah itu hanya acuh atas protes dari si pemilik dompet hitam yang berada dalam genggamannya. Mengeluarkan sebuah kartu debit yang sudah dipastikan terisi saldo banyak itu dan memberikannya ke sang manager grub.

Sunghoon menghela nafasnya kasar, ingin melarang juga sia sia. "Pakai saja, Hyung," ucapnya yang mendapat senyum manis dari Sunoo.

Sunoo bersorak senang karena suaminya itu mengizinkan membayar dengan kartunya. "Terima kasih Hyung!" serunya senang sembari memeluk tubuh tinggi suaminya.

"Hm." Sunghoon menepuk pelan punggung suaminya. Jika begini sama saja dirinya yang kalah karena ia yang harus mengeluarkan uang.

Tapi tak apa, uangnya adalah uang Sunoo juga. Jadi rela tidak rela, mau tak mau, ia harus mengorbankan uangnya untuk kebutuhan sang suami.

Setelah itu mereka kembali mengobrol sembari  mengisi perut. Jadwal mereka pada bulan ini akhirnya telah selesai.

"Yang benar saja? aku melihatnya seperti gadis baik dan polos."

SECRET Where stories live. Discover now