01 - Mimpi Buruk

526 33 0
                                    

Pemuda itu menggeliat di atas ranjangnya ketika suara ketukan kaca jendel terdengar cukup keras sehingga membuat tidurnya terganggu. Dia berusaha menghalau suara itu dengan menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya serta menempelkan tangan di sisi kepala untuk menutup telinganya. Namun suara itu tak kunjung berhenti, membuatnya mengerang marah dan degan perasaan kesal segera bangkit dan turun dari ranjangnya, kemudian berjalan ke arah jendela yang masih tertutupi tirai hijau zamurd yang nampak elegen.

Dia menyikap tirai tersebut, kemudian menatap seekor burung hantu dengan bulu coklat yang indah. Diparuhnya terjepit sebuah surat dengan logo yang begitu familiar

Draco Malfoy mendengus keras. Menatap burung hantu yang masih mematuki kaca jendelanya dengan tatapan sinis. Ini bukan pertama kalinya burung itu datang dan jika dia menghitungnya, ini sudah hampir ke sepuluh kalinya di hari ini. Sembilan surat yang diantarkan tidak dia perdulikan dan langsung dia buang, mungkin untuk yang kesepuluh ini akan berahkir dengan cara yang sama.

Draco tak tau kenapa Profesor McGonagall-kepala sekolah baru begitu bertekad untuk membawanya kembali ke Hogwarts. Dia tak tau dan tak mau tau apa yang direncanakan wanita ahli tranfigurasi itu. Hidupnya sudah sangat terpuruk dengan kematian ayahnya sementara sang ibu kini berada di St.Mugo karena kehilangan kewarasanya. Dia sudah kehilangan segalanya dan itu semua membuatnya putus asa. Tidak ada lagi hal yang sanggup membuatnya bertahan dan kalau bukan karena Blaise dan Theo yang selalu rajin mengunjunginya di manor dan mempertahankan kewarasanya untuk tidak mencoba mengahiri hidupnya, mungkin garis keturunan Malfoy sudah berahkir saat ini.

Sejak dia dinyatakan bebas dari hukuman azkaban karena bantuan Potter. Draco mengurung dirinya di manor, Dan tak berencana melangkahkan kaki untuk keluar dari bangunan megah milik keluarganya tersebut. Dia tau karena jika dia nekat keluar, hanya ada cemohan dan hinaan yang akan dia dapatkan.

Kata-kata seperti pelahap maut, pengecut dan pembunuh adalah hal yang paling sering dia dengar saat minggu lalu nekat keluar untuk membeli tongkat barunya. Dia tak bisa melakukan apa-apa tanpa tongkatnya dan terlalu malas untuk melalukan apapun.

Tatapan-tatapn menghakimi dan menghina mengiring langkahnya bahkan ketika dia sudah terbebas dari jalalanan Diagon Alley. Dia bahkan sempat mendapat lemparan mantara yang untungnya bisa dia tepis dengan cepat.

Draco tak bisa membayangkan hal yang lebih buruk lagi jika dia memutuskan kembali ke Hogwarts untuk melanjutkan tahun ke tujuhnya. Ada lebih banyak orang yang membencinya di sana dan mungkin bukan hanya mantara biasa yang akan dia dapatkan, tapi mungkin kutukan kematian.

Dia menebak itu mungkin akan datang dari Weasely atau Granger. Dia tak akan memasukan Potter dalam daftar orang yang akan menyerangnya karena pemuda codet itu tampaknya sudah memaafkanya sejak ibunya membantunya saat di hutan terlarang. Awalnya Draco tak tau tentang hal itu, tapi dia bisa mempercayainya ketika Potter bersaksi. Draco percaya pada ibunya karena wanita itu sama sekali tak ingin terikat dengan pangeran kegelapan, dia bahkan pernah bertengkar dengan Lucius ketika Draco diminta untuk menerima tanda kegelapan saat itu.

Setelah perang, keluarganya segera disidang. Lucius yang merupakan bagian dari pelahap maut utama langsung mendapat pukulan telak dengan hukuman 10 tahun penjara Azkaban serta harus menyerahkan sebagian kekayaan Malfoy pada kementrian sebagai kompensasi atas tindakannya selama masa perang. Sementara Narcissa dan Draco yang mendapat pembelaan dari Harry Potter dijatuhi hukuman yang lebih ringan dari pelahap maut lainnya. Narcissa seharusnya mendekam di Azkaban selama 4 tahun, tapi karena mental wanita itu yang terganggu, mereka mengurungnya di S.T Mugo. Draco yang masih berada pada usia sekolah mendapat hukuman kurungan rumah selama beberapa bulan sampai tahun ajaran baru dimulai.

"Malfoy! Kau di dalam?"

Suara Blaise terdengar beriringan dengan suara ketukan pintu, yang tak lama kemudian membuka pintu kamarnya dan masuk. Pemuda keturunan Italia itu memandang Draco dan kemudian beralih pada burung hantu yang masih mengetukan paruhnya ke jendela, menghasilkan suara berisik yang menjadi penyebab dirinya terbangun.

"Aku sarankan, untuk kali ini terima saja surat itu, mate. Burung itu benar-benar tak akan berhenti datang dan menganggu jika kau terus mengabaikanya." Sejak kemarin, Blaise memang menginap di Malfoy Manor dan dia adalah saksi, satu-satunya orang yang melihat dan menyaksikan Draco Malfoy yang terus merobek surat Hogwarts tanpa membacanya sekalipun.

"Kalau begitu kenapa tidak kau saja yang membacanya, Zabini." Draco membuka jendela dan merampas surat dari paruh burung hantu itu sehingga burung itu kemudian pergi karena merasa tugasnya sudah selesai. "Bacalah." Dia kemudian melepar surat berlogo Hogwarts itu ke arah Blaise yang hanya bisa mendengus kesal. Dia merutuki dirinya karena tidak mengajak Theo untuk menginap, sekarang dia harus menghadapi naga putus asa itu sendirian.

Blaise tau dengan jelas apa yang membuat Draco Malfoy bersikap sedemikian rupa. Jati dirinya telah hilang sesaat setelah kebangkitan Voldemort dan para pelahap maut datang menginvasi Malfoy Manor. Draco terkurung, terkekang dan tidak bisa bebas. Mentalnya hancur dan sulit untuk memperbaiki apa yang sudah terjadi di masa lalu. Dia rusak.

Blaise tidak ikut dalam perang, dia pergi bersama ibunya sehari sebelum pertempuran di Hogwarts. Blaise juga bukan bagian dari pelahap maut, hal itu sedikit membuatnya lega.

Draco melempar tubuhnya kembali ke atas ranjang, berniat untuk kembali tidur. Jam baru menujukan pukul tiga pagi dan dia baru tertidur sekitar satu jam karena terus terbayang hal-hal buruk saat perang. Dan burung hantu itu mengacaukan tidurnya hanya karena surat tidak berguna itu.

"Bisakah kau berhenti bersikap seperti ini." Blaise masih belum beranjak, dia masih berdiri di sana sambil menatap Draco yang siap kembali pada mimpinya.

"Kembali ke kamarmu Zabini, ini baru jam tiga pagi dan aku masih butuh tidur." Dia merespon dengan nada suara tak perduli membuat Blaise menghela nafas berat.

"Aku akan membiarkanmu malam ini, tapi besok mari kita bicara dan jangan coba untuk menghindar." Setelah mengatakan itu, Blaise keluar dari kamar pemuda pirang itu dan kembali ke kamarnya, meninggalkan Draco yang kembali dihantui mimpi buruk.

To Be Continued

ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang