10 - Sebuah Dugaan

239 31 0
                                    

Pagi ini cuaca sama sekali tak bersahabat. Badai salju terjadi dan menciptakan tumpukan-tumpukan salju dipermukaan tanah dan atap-atap sekolah.

Hermione mengeratkan jaket tebalnya dan merapalkan mantra penghangat disekitar tubuhnya. Hari ini adalah jadwalnya untuk menyiram tanaman vernatium gelida di rumah kaca. Tanaman itu harus mendapatkan air dingin setiap hari, jadi tidak mungkin Hermione akan melewatkannya hanya karena badai salju yang sedang terjadi.

Suasana rumah kaca nampak begitu sepi, tidak seperti biasanya dimana pasti akan ada satu dua murid Gryffindor atau bahkan Slytherin yang datang untuk menyiram tanam vernatium gelida milik mereka.

Hermione berjalan mendekati pot tanaman miliknya dan Malfoy dan mulai menyiram tanaman itu dengan air dingin yang dibawanya. Sudah seminggu sejak Hermione menanam tanaman ini dan sudah seminggu pula insiden azkaban itu berlalu. Keadaan sekolah makin tak menentu dan begitu juga dengan dunia sihir.

Kenyataan bahwa para pelahap maut kini berkeliaran bebas di dunia sihir membuat kepanikan dan kecemasan tak berujung. Banyak murid yang dijemput pulang oleh orang tua mereka yang tak percaya akan perlindungan sekolah. Kenangan tahun ke enam menyebabkan kepercayaan banyak orang runtuh. Sekolah yang mereka percayai sebagai tempat teraman adalah tempat yang dulu pernah ditembus pelahap maut, tempat dimana awal dari keberadaan Voldemort dan tempat dimana perang terbesar itu terjadi.

Pelahap maut. Kepala Hermione serasa dipukul sesuatu, mengingatkanya akan sesuatu yang sempat menjadi sumber kegelisahanya. Sudah lewat seminggu dan dia masih belum memberitau siapapun tentang pintu the chember of secret yang terbuka. Dan dia berfikir Malfoy mungkin juga sama. Itu seolah menjadi rahasia kecil mereka, tapi perasaan Hermione tak tenang. Kenyataanya, insiden itu terjadi setelah insiden kehancuran azkaban terjadi. Apa mungkin kejadian ini berkaitan? Tapi jika memang benar, apa yang dicari pelahap maut di kamar rahasia? Itu hanya ruang kosong mengerikan dengan bangkai basilisik, tidak ada hal yang berarti di dalam sana. Kecuali memang ada sesuatu tapi mereka tak menyadarinya.

Hermione menyelesaikan urusan tanamanya dan segera keluar dari rumah kaca. Dia mungkin harus memberitahu McGonagall tentang hal ini.

Dia segera pergi menuju ruang kepala sekolah. Mengetuk pintunya sejenak dan masuk ketika mendapatkan izin dari pemilik ruangan. Namun bukan hanya ada profesor McGonagall yang berada di ruangan itu saat ini. Pemuda pirang dengan jubah dan dasi hijau khas asrama Slytherin.

"Malfoy?"

Draco berbalik, tidak terkejut sedikitpun dengan kehadiran sosok Hermione Granger di ruangan itu.

"Miss Granger, kebetulan sekali. Aku baru saja ingin memanggilmu untuk membicarakan hal yang penting." suara McGonagal mengalihkan perhatian Hermione. Keningnya berkerut semar, dia kemudian melirik pada Malfoy dan menatap pemuda itu seakan bertanya 'ada apa' lewat sorot matanya. Namun Draco hanya diam dan membalas tatapan Hermione dengan tatapan yang tak dia mengerti.

"Aku merasa kedatanganmu ke sini memiliki alasan miss Granger, bisa aku mengetahuinya?"

Kesadaran Hermione serasa ditarik, otaknya kembali mencerna kata-kata yang mungkin bisa menjelskan tentang kejadian itu pada kepala sekolahnya "ini tentang the chember of secret profesor. Minggu lalu pintu menuju kamar rahasia terbuka..." Hermione menjeda ucapanya untuk melihat rekasi McGonagal, namun yang dia lihat adalah wanita itu menghela nafas berat tanpa ekspresi yang berarti.

"Mr.Malfoy baru saja mengatakan hal yang sama, miss Granger..." Hermione langsung menoleh ke arah Draco dan menatap pemuda itu "ini adalah hal yang cukup besar, aku bingung kenapa kalian tidak segera mengatakanya padaku dan baru mengatakanya setelah seminggu berlalu." Minerva memijat pelipisnya, tak tau harus menyikapi kedua murid cerdas di depanya ini dengan cara apa. Kepala sekolah yang masih menjabat sebagai guru tranfigurasi itu menghela nafas berat.

"Ngomong-ngomong miss Granger dan Mr.Malfoy. apa kalian sempat melihat siapa orang yang masuk ke kamar rahasia itu?" Pertanyan tiba-tiba dari lukisan Dumbledore menyentak Hermione, dia terkejut.

Hermione menggeleng dengan wajah masam "tidak profesor, saat kami sampai di sana pintunya sudah terbuka."

"Ini sungguh diluar dugaanmu Albus. Bagaimana bisa pelahap maut masuk ke dalam sekolah tanpa diketahui oleh siapapun?" Minerva khawatir, kejadian ini benar-benar mengingatkanya dengan hal buru yang terjadi saat tahun ke enam. Tahun di mana seroang penyihir terhebat dijatuhkan.

"Ada banyak hal yang tidak kita ketahui dari pihak mereka, Minerva," ucap Dumbledore dengan suara tenang.

"Kau bisa saja mengetahuinya, profesor. Ada satu orang yang berdiri dipihak mereka di ruangan ini."

Suara yang keluar dari lukisan Snape seakan menyadarkan mereka. Sementara Draco mendengus karena menyadari orang yang dimaksud Snape adalah dirinya.

"Kupikir kau tidak ingin terlibat lagi, Severus," kata Dumbleodre dengan mata melirik ke arah lukisan Severus Snape yang berwajah datar.

"Ini mungkin akan lebih besar dari dugaanmu, Profesor. Tidak ada salahnya bagi kita untuk membantu mereka."

Hermione terkejut akan perkataan mantan profesor ramuannya itu. Dia sudah pernah mendengarnya dari Harry bahwa profesor Snape sebenarnya merupakan mata-mata orde dan diam-diam melindungi Harry, tapi melihat sikap baiknya secara langsung membuat Hermione merasa seperti mimpi. Akan sangat aneh melihat pria yang biasanya bersikap dingin tiba-tiba tersenyum penuh kehangatan.

Ruangan kepala sekolah masih di penuhi dengan hawa keseriusan yang terpancar dari setiap orang yang berada di sana. Draco tau apa maksud dari perkataan bapa baptisnya itu. Selama ini memang hanya profesor Dumbledore dan pria berhidung bengkok itu yang mengetahui hal apa yang sebenarnya harus mereka lawan. Sementara Draco baru mengetahuinya dari prof.McGongall beberapa minggu lalu, itupun wanita itu juga baru saja diberitahukan oleh lukisan Dumbledore yang masih senantiasa terpajang di ruangan kepala sekolah.

Hermione tak mengerti. Otak cerdasanya seketika tak mampu mencerna apa maksud dari perkataan mantan guru ramuanya itu. Tentang sesuatu yang 'mungkin lebih besar' adalah sebuah tanda tanya baru bagi dirinya. Fikiran buruk seketika mengerogoti fikiranya. Jangan ada perang lagi- batinya berteriak, memohon.

Suara pintu yang terbuka lalu disusul dengan langkah kaki yang mendekat membuat Hermione dan Draco menoleh kompak pada asal suara. Terkejut menemukan sosok pria berkacamata dengan bekas luka petir didahinya.

"Harry?"

"Hermione," Balas Harry sambil tersenyum. Dia melirik pada Malfoy dan menganggukan kepalanya pada pemuda pirang itu yang dibalas Draco dengan hal serupa.

Perang memang mengubah banyak hal, termasuk hubungan Harry dan Draco. Keduanya masihlah seorang rival, namun pertengkaran dan kebencian yang dahulu menjadi batas sudah tidak setinggi enam tahun kebelakang.

"Apa yang kau lakukan disini?' Hermione heran. Tentu saja, karena dari apa yang didengarnya dari Ginny pagi ini bahwa Harry sedang sibuk merekrut pemain baru dalam tim Quidditch. Musim pertandingan yang akan berlangsung dua bulan lagi memang membuat para tim dari keempat asrama sudah mulai berlomba-lomba merekrut dan melatih anggota baru yang berbakat. Seperti halnya yang dilakukan tim Slytherin dan Revenclaw minggu lalu. Sepertinya kedua asrama itu sudah menemukan pemain baru mereka.

"Aku yang memanggil Mr.Potter, miss Granger," sahut prof.McGonagal. menjawab pertanyaan dibenak Hermione. Dengan secepat kilat, dia kembali menoleh pada kepala sekolah. Kedatangan Harry di ruangan itu membuat otak cerdasnya berputar mencari jawaban. Selama ini setiap kali Harry pergi ke ruang kepala sekolah, selalu ada hal serius yang akan dibicarakan. Tapi sekarang, dirinya dan Malfoy juga ada bersamanya saat ini.

"Aku tidak tau harus memulai hal ini dari mana. Tapi aku yakin kalian sudah cukup mengerti dengan situasi yang terjadi sekarang." wanita itu menjeda kalimatnya sesaat. Lagi-lagi melirik pada lukisan Dumbledore yang sekali lagi memberikan sorot tenang dan yakin. Pandanganya kemudian beralih pada satu-satunya keturunan Malfoy di ruangan itu. Minerva masih belum sepenuhnya mempercayainya terlebih, Draco Malfoy sampai sekarang belum menjawab pertanyaanya. Anak itu terlalu sulit ditebak fikiranya, dengan latihan selama menjadi bagian dari pelahap maut menjadikan sosoknya sulit ditelusuri.

"Perang masih belum berahkir."

To Be Continued

ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓Where stories live. Discover now