28 - Dia Yang Sudah Mati

218 29 0
                                    

Dunia sudah kacau, jadi kenapa pertempuran tidak berhenti? castil jadi terdiam dalam kengerian. Benak Hermione terjun bebas, berputar tanpa kendali, memberikan sengatatan atas rasa frusatinya terhadap perang yang tidak pernah berahkir.

Suara Voldemort bergaung dari segala sisi, dan Hermione menyadari bahwa dia berbicara pada Hogwarts dan daerah sekitarnya, agar penduduk Hogsmeade, orang-orang yang jauh di kementrian, sisa-sisa yang hidup dan bersembunyi di Diagon Alley dan semua yang masih bertempur di castil akan mendengarnya sejelas bila ia berdiri di samping mereka, seperti bernapas di belakang leher mereka, mengembuskan kematian.

"Kalian telah bertempur," sahut suara melengking dingin itu, "dengan gagah berani. Lord Voldemort paham caranya menghargai keberanian."

"Tapi kalian menderita kekalahan yang besar. Kalau kalian bertahan, tetap menolakku, kalian semua akan mati, satu persatu. Aku tak menginginkan ini terjadi. Setiap tetes darah
sihir yang tertumpah adalah suatu kehilangan, suatu penghamburan."

Hermione bangkit dari posisinya yang duduk di lantai kotor Hogwarts, mengabaikan suara Voldemort yang menggema, masuk dan berbicara dalam kepala-kepala mereka. Dia berjalan, menghampiri Malfoy yang kini berbalik menghadapnya.

Patronus berwujud burung merak milik Malfoy telah menghilang, dan pemuda itu berdiri di bawah langit-langit yang retak. Berdiri diam, seolah menanti Hermione datang padanya.

Saat jarak mereka tinggal beberapa inci lagi, mereka menubruk diri mereka dengan pelukan erat. Nafas Draco memberat, meraup tubuh Hermione yang lebih kecil, meremas lembut rambut coklatnya yang berantakan. Sementara Hermione membenamkan wajahnya yang kotor dalam ceruk leher Draco.

"Kau ahkirnya berhasil membuat patronus." Hermione bicara melalui pelukan yang belum juga lepas. Draco mengangguk dan berdehem singkat. Sesaat merasakan tubuh Hermione masih bergetar dan dia semakin menariknya semakin dalam kepelukannya, menenangkan gadis itu tanpa kata.

"Ingatan apa yang menciptakannya? Burung merak itu." Hermione bertanya.

"Ibuku," jawab Draco singkat.

Mereka memisahkan diri, menghakiri pelukan, Draco menatap gadis di depannya dan melihatnya tersenyum "ingatan yang berarti, kan?" Katanya dan Draco menganguk dengan satu tarikan senyum tipis.

"Harry Potter...aku tau kau berada di dalam, lagi-lagi bersembunyi dan berlindung dibalik mayat-mayat temanmu..."

Perhatian Draco dan Hermione teralihkan oleh suara dingin Voldemort yang bergaung. Mereka melihat dari balik kaca jendela, menyaksikan dementor-dementor kini berganti dengan asap-asap hitam pelahap maut. Lalu, sepersekian detik kemudian, sesosok tubuh jatuh melewati lubang ledakan di sisi sekolah, dan selanjutnya kutukan-kutukan berhamburan
menuju mereka dari kegelapan, mengenai dinding di depan mereka yang kemudian meledak, mendorong Hermione dan Draco yang segerah merangkuhnya, melindunginya dari hantaman keras kepingan-kepingan dinding yang hancur.

Hermione menjulurkan kepala, mengintip dari dalam pelukan Draco, menyaksikan dinding kini memiliki lubang besar dan pelahap maut masuk dari sana.

"Ayo pergi." Draco membantu Hermione berdiri, membawanya pergi dari lorong. Keduanya berlari menyusuri koridor, menuruni tangga dan tiba di aula. Menyaksikan pertempuran sengit antara kedua belah pihak.

Banyak tubuh tergeletak, mati dalam peperangan. Hermione menyaksikan tubuh Dennis Creevey yang tidak lagi bernyawa, menghantam sisi rasional Hermione ketika bayangan tubuh Colin yang mati satu tahun lalu melintas abstrak di otaknya. Air matanya jatuh, menarik simpati yang mengguncangnya dalam duka dan kemarahan. Dan tangan Draco yang mengenggamnya mengambil alih fokus Hermione, membuat gadis itu sesegera mungkin menghapus air matanya, mencoba mengabaikan perasaan itu sesaat, menyingkirkannya ke tepi.

ᴛʜᴇ ʟᴀsᴛ ғɪɢʜᴛ ↬ᴅʀᴀᴍɪᴏɴᴇ ✓Where stories live. Discover now