Lembaran Sembilan: How Can You Love Me?

79 20 2
                                    

"Dia itu aneh tau."

"Rambutnya panjang banget kaya mba kunti."

"Dia kok gak pernah ngomong yaa, dia bisu?"

Bisik-bisik itu meski pelan, tetap saja terdengar jelas di telingaku. Tidak sekali dua kali aku mendengar kalimat-kalimat itu dari teman-teman sekelas, juga seluruh warga sekolah. Aku lebih memilih mengabaikan. Meladeni orang-orang yang tidak tahu apa-apa itu melelahkan, hanya akan menghabiskan waktu dan tenaga.

Keesokan harinya, masih sama. Aku berangkat sekolah seperti biasa, juga bisikan-bisikan dengan nada keras itu berdengung di telinga. Begitu juga seterusnya, hari-hari yang menyebalkan.

"Dia aneh."

Bibir kecilku yang bergerak-gerak membaca tanpa suara jadi terkatup rapat. Aku tidak aneh. Bukankah aku sama seperti mereka?

"Dia itu bisu yaa, kok gak pernah ngomong?"

Buat apa aku membuka suara untuk menyahuti omongan tidak berguna mereka?

"Rambutnya panjang kaya hantu."

Justru rambut panjangnya adalah sesuatu yang sangat aku sayangi. Hanya rambut panjangku ini yang pernah dipuji papa.

Hari-hari yang panjang dan menyebalkan. Berangkat sekolah tidak pernah membuatku senang. Bel istirahat juga hanya menjadi ajang dengungan menyebalkan orang lain tentang diriku semakin terdengar. Aku membenci hari-hari di sekolah, termasuk orang-orangnya.

Aku benci kehidupanku dan seluruh kisahnya.

☘️

Sejak kecil aku selalu sakit. Terbaring tak berdaya dengan tubuh dililit berbagai kabel medis bukan suatu hal baru bagiku. Sejak paham dengan dunia, aku terbiasa dengan rasa sakit, baik itu sakit fisik, juga batin.

"Joanne, apa gak ada kemungkinan Karin bisa sembuh?"

Aku bersandar di balik tembok, mendengarkan percakapan mama dan dokter Joanne. Satu bulan setelah mama menjemputuku dari panti asuhan, aku kembali jatuh sakit, lebih parah dari sebelum-sebelumnya, aku harus tinggal di rumah sakit dalam jangka waktu lama.

"Seperti yang udah aku jelaskan sebelumnya, Tria. Jantung Karin semakin memburuk, komplikasi terus terjadi. Bahkan harapan hidupnya sulit diprediksi, aku gak tau berapa lama Karin akan bertahan. Ini benar-benar buruk, Tria."

"Gimana? Gimana dengan donor jantung? Karin bisa sembuh kalau dapat jantung baru, kan?"

"Melakukan operasi besar punya resiko tinggi. Dengan keadaannya sekarang, sulit bagi Karin bertahan. Terlebih mendapatkan donor jantung gak semudah itu, Tria. Aku udah mengupayakan agar Karin selalu mendapatkan donor jantung, tapi hasilnya selalu nihil."

Aku terdiam menatap lantai rumah sakit. Ahh jadi aku sudah mau mati yaa... Entah kenapa aku sama sekali tidak sedih mendengar ucapan dokter Joanne. Aku terbiasa mendengar kabar buruk, jadi penjelasan dokter Joanne tidak mempengaruhiku sama sekali. Hatiku mungkin sudah mati rasa karena sakit ini.

"Terus sampai kapan?! Sampai kapan aku harus merawat anak gak berguna itu?!"

Aneh. Kupikir hatiku sudah mati rasa, tapi mendengar penuturan mama tadi, ada rasa sakit yang menyelimutiku.

Anak tidak berguna... Cocok sekali untukku.

"Jaga ucapan kamu, Tria! Kamu gak boleh berpikiran seperti itu!"

"Mas David benar, terjebak dengan anak itu hanya menghabiskan waktu. Lihat! Dari semua yang sudah aku upayakan dia tidak juga sembuh. Kenapa?! Kenapa dia harus jadi anak aku?!"

How Can You Love Me || JaemrinaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang