chapter 1

14 1 0
                                    

Chapter 1: Hidup di Balik Jendela Kecil

Dalam keadaan hati yang penuh dengan pikiran imajinatif, Arin tengah memandang dirinya terperangkap dalam konfrontasi yang tak terduga dengan ibu pemilik kontrakan,
melewati jendela kecil kamarnya yang menghadap halaman rumah kontrakan yang terletak di ujung gang sempit.

Lagi lagi Uang sewa bulan ini menjadi pemicu ketegangan, dan Arin merasa terombang-ambing di antara kisaran tanggung jawab dan keterbatasannya sebagai penulis amatir.

Suara decitan besi pagar yang berderit menembus keheningan senja saat ibu pemilik memasuki kawasan kontrakan, seorang wanita paruh baya yang tampak serius, memasuki rumahnya.

Dalam cahaya senja yang merona, wajah ibu tersebut menciptakan bayangan yang mempertegas garis-garis kekhawatiran dan kesungguhan.

"Saya sudah memberi tahu, Arin, uang sewa harus dibayarkan tepat waktu setiap bulan. Ini bukan permainan," desis ibu tersebut dengan nada tegas, memandang Arin seolah-olah mencari jawaban di balik ekspresi gadis SMA itu.

Arin menarik nafas dalam-dalam, mencoba mengatasi kecanggungan di dadanya.

"Maaf, Bu, tapi saat ini sedang sulit bagiku. Aku lagi fokus menyelesaikan novelku dan pekerjaan paruh waktu di kafe juga belum cukup," ucapnya dengan nada yang mencerminkan ketidakpastian.

Ibu pemilik kontrakan menatapnya tajam. "Novel atau apalah itu, kamu tetap harus tetap membayar nya. Uang sewa harus dibayar, tidak peduli seberapa besar impianmu menjadi seorang penulis."

Arin merasakan getaran kegelisahan dalam dirinya, seperti perang batin antara realitas kehidupan dan dunianya yang penuh imajinasi. "Saya tahu, Bu. Saya berjanji, minggu depan pasti bisa membayar," ujarnya sambil berusaha mempertahankan tekadnya.

Namun, wajah ibu pemilik kontrakan tidak menunjukkan kelegaan. "Ini sudah kali ketiga, Arin. Aku tidak bisa terus membiarkan ini terjadi. Kalau begini terus, saya harus mencari penyewa yang lebih bisa diandalkan."

Pernyataan itu seperti pukulan keras bagi Arin. Dia merasa kebingungan di antara keinginan untuk menjaga kontrakan tempatnya tinggal dan hasrat untuk mengejar mimpinya.

Perjalanan Arin di tengah kehidupan yang keras kini semakin rumit, dan dia harus menemukan cara menyeimbangkan kesehariannya yang sederhana dengan ambisinya sebagai seorang penulis.

®****

Arin menatap layar laptop dengan mata yang mulai berat. Warna senja menyelinap masuk melalui jendela kamar kontrakannya, menggambarkan akhir hari yang hampir datang. Gadis SMA ini memandang keluar, mengamati keseharian kota yang tak pernah berhenti bergerak.

Dia adalah seorang penulis amatir di tengah kehidupan yang tak pernah menyenangkan. Kontrakan kecilnya terasa sempit, dihuni oleh buku-buku tua dan aroma lembap yang menempel di udara. Hidupnya terasa monoton, berputar antara sekolah, pekerjaan paruh waktu, dan upayanya mengejar impian menjadi penulis.

Sebatang kara, itulah keadaannya. Orang tuanya sudah tiada, dan Arin harus bertahan dengan keterbatasan yang dimilikinya. Dia tidak memiliki pilihan selain menulis. Menjadi penulis bukanlah pilihan glamor di tengah kehidupan modern yang menuntut segalanya dengan cepat.

"Dunia ini memang tidak seindah yang kita bayangkan," gumam Arin sendirian.

Dia merenung sejenak, membiarkan pikirannya melayang pada harapan dan kekecewaan yang telah ditemuinya. Di dalam kamarnya, dia berusaha menciptakan dunianya sendiri melalui kata-kata.

Laptop tua yang setia menemani perjalanan kreatifnya membukakan jendela ke dunia imajinasinya. Arin mengetik dengan penuh semangat, mencoba merangkai cerita dari potongan-potongan pikirannya. Novel yang dia tulis adalah pelarian dari realitas yang keras, tempat di mana dia dapat menciptakan dunia yang sesuai dengan keinginannya.

Menjadi Figuran : Antara Halaman & HarapanWhere stories live. Discover now