chapter 8

3 0 0
                                    

"Sialan kau, Rick! Apa kau tahu aku putra mahkota kerajaan Pherom? Apakah berniat memberontak?" murkanya.

"Hahaha, apa kau pikir setelah ayah meninggal, kau bisa jadi raja?" tertawa pangeran kedua dengan sinis.

"Hah, konyolnya," lanjut Pangeran Kedua.

"Apa kau yang telah membunuh ayah kaisar?" tanya sang putra mahkota dengan sorot mata yang penuh ketakutan namun penuh dengan keberanian.

"Aku tidak hanya membunuh ayah kaisar, tapi juga Duke Agnius. Bukankah kau seharusnya memberikan apresiasi padaku, mengingat ancaman telah hilang? Ah, aku lupa, tenang saja, kau tinggallah di sini sampai eksekusimu tiba. Hahaha!" gelegar tawa sang pangeran kedua, menciptakan bayang-bayang ketidakpastian di dalam istana yang sebelumnya penuh dengan kehormatan.

®***

Setelah menyaksikan eksekusi putra mahkota, tidak ada ekspresi sedih yang terlihat baik dari para bangsawan maupun para rakyat. Sebaliknya, mereka memaki putra mahkota karena kejahatan pemberontakan yang telah dilakukannya, memandangnya sebagai pengkhianat kerajaan yang layak dihukum mati.

Namun, di balik tirai malam, gerakan perlawanan diam-diam tumbuh di antara yang tidak puas dengan kepemimpinan pangeran kedua. Konspirasi baru pun mulai merayap, merencanakan pembalasan terhadap pangeran yang baru naik takhta. Intrik dan ketegangan melintasi koridor istana, menciptakan bayang-bayang baru di balik kedamaian yang semu

®***

Suara menggema memasuki lorong duchy, memantul di antara dinding batu yang kuno. Damien mengikuti langkah kakinya yang berat, bercampur dengan kelelahan yang mendalam setelah menjalani proses pemakaman orang tuanya. Damien menyembunyikan kegembiraannya atas kematian orang tuanya di balik tirai kepalsuan kesedihan. Meskipun sebenarnya dia merasa lega dengan kepergian mereka, ia tetap menyimpan luka yang dalam di hatinya. Tetapi saat ini, dia tidak punya waktu untuk meratap.


Tanggung jawabnya sebagai penguasa duchy dan situasi kerajaan yang semakin genting menuntutnya untuk tetap fokus.

Langkah Damien memasuki ruang istana yang megah, diikuti oleh bayangan-bayangan yang terpancar dari obor-obor di sepanjang lorong. Udara terasa tegang, diisi dengan kekhawatiran dan ketidakpastian akan masa depan kerajaan.


"Laporkan," 


Damien menyuruh, suaranya terdengar tegas namun juga memperlihatkan ketidakpastian yang tersembunyi di baliknya. Dia merasakan beban tanggung jawabnya semakin bertambah dengan berita kematian Kaisar dan eksekusi putra mahkota.

Seorang penasihat kerajaan muncul dari bayangan, wajahnya tegang dan mata yang serius mencerminkan kecemasan yang mendalam. 


"Yang Mulia," katanya, "situasi semakin tegang di seluruh kerajaan. Para bangsawan bersiap untuk berebut kekuasaan setelah kematian Kaisar, dan rakyat mulai resah."

Damien mengangguk, memahami betapa rapuhnya stabilitas kerajaan dalam situasi seperti ini. "Apa kabar pasukan kita?" tanyanya, mencoba untuk menemukan titik awal untuk menyelesaikan krisis yang sedang berlangsung.


"Pasukan sudah siap, tetapi kami perlu membuat keputusan dengan hati-hati," jawab penasihat itu. "Tidak hanya internal, tetapi ancaman eksternal juga semakin mengintai."


Damien menarik napas dalam-dalam, mempersiapkan dirinya untuk menghadapi tantangan yang lebih besar dari yang pernah ia hadapi sebelumnya. "Kita harus bertindak cepat," ujarnya, suaranya penuh dengan tekad. "Kita tidak bisa membiarkan kerajaan kita terjerumus ke dalam kekacauan. Siapkan rapat darurat, saya ingin semua kepala suku dan bangsawan berkumpul dalam satu jam."


Penasihat itu mengangguk, lalu menghilang kembali ke dalam bayangan. 


Damien menegakkan tubuhnya di kursi besarnya. "Panggil Elena ke ruang kerja saya segera," perintahnya kepada kepala pelayan dengan suara yang bergetar oleh kegelisahan.


Kepala pelayan menundukkan kepala, mengungkapkan raut wajah yang penuh dengan kecemasan. "Maafkan saya, Yang Mulia, tetapi putri Elena tampaknya telah menghilang," ucapnya dengan hati-hati. "Pelayan-pelayan sudah mencari di seluruh mansion dan sekitarnya, namun belum ada tanda-tanda keberadaannya."


Wajah Damien memerah oleh kemarahan yang mendadak, matanya menyala dengan intensitas yang menggetarkan. 


"Bagaimana ini bisa terjadi?" bentaknya, suaranya menggema di ruang kerja yang megah itu. "Segera panggil semua pengawal dan perintahkan mereka untuk mencari Elena, tidak peduli apa yang terjadi!"

Kepala pelayan menelan ludah, terdiam oleh kemarahan yang meledak dari penguasa mereka. "Saya akan segera mengatur pencarian, Yang Mulia," ucapnya dengan gemetar sebelum bergegas keluar dari ruangan, meninggalkan Damien sendirian 


"Apapun yang terjadi, kau tidak boleh pergi dariku, Elena," desis Damien dengan suara penuh keputusasaan, kekhawatiran yang mendalam terpancar jelas dari matanya yang terbelalak.


®***


Kondisi memanas dari Kerajaan Pherom memang telah mencapai titik kritis. Tidak ada lagi ruang untuk diplomasi atau perundingan. Keputusan perlu diambil, dan kekuatan harus digunakan untuk merebut kembali stabilitas dan keadilan yang telah lama hilang.


"Siapkan pasukan untuk menyerbu istana," ucap William kepada bawahannya dengan suara tegas, tetapi juga penuh dengan tekad yang tak tergoyahkan.


Ruth mengangguk, memahami betul pentingnya tugas yang diemban. Tanpa kata-kata lagi, dia segera bergegas untuk menyiapkan pasukan dan strategi yang diperlukan untuk melancarkan serangan.


Pernyataan perang ke istana untuk menggulingkan Pangeran Kedua yang tengah akan mendapatkan pengangkatan sebagai raja adalah langkah yang dianggap mutlak. William berencana melimpahkan semua kesalahan kepada Pangeran Kedua, menciptakan narasi yang membenarkan tindakan keras mereka sebagai tindakan yang diperlukan untuk menjaga kestabilan kerajaan dan menghapus pengkhianatan yang telah merajalela. Dengan demikian, dia berharap dapat mendapatkan dukungan rakyat yang luas atas keberaniannya menumpas pengkhianatan dan memulihkan perdamaian yang telah lama hilang.


®***

Kabar pengangkatan Pangeran William menjadi raja Kerajaan Pherom telah sampai di Kerajaan Vagheta. Banyak yang terkejut dan merasa cemas, mengingat langkah ini akan memiliki dampak besar pada keseimbangan kekuatan di seluruh wilayah.


Para bangsawan dan kaum intelektual di Vagheta terbelah antara yang mendukung perubahan ini dan yang merasa waspada terhadap implikasinya. Beberapa melihatnya sebagai kesempatan untuk mempererat hubungan dengan Kerajaan Pherom di bawah pemerintahan baru yang lebih kuat dan stabil. Namun, yang lain khawatir akan perubahan dinamika politik dan kemungkinan konflik yang dapat mengganggu perdamaian di seluruh wilayah.


Dalam keadaan ketidakpastian ini, perencanaan dan persiapan strategis menjadi semakin penting. William menyadari betul betapa rapuhnya situasi ini dan pentingnya memperoleh dukungan dan kepercayaan dari semua pihak yang terlibat.


Di sisi Seraphina, sebenarnya dia menyimpan ketakutan karena perubahan takdir ini, entah akibat apa yang timbul karena keputusannya untuk mengganti takdir. Meskipun langkah itu diambil atas dasar cinta dan keinginan untuk melindungi orang yang dicintainya, Seraphina tidak bisa mengabaikan rasa cemasnya akan konsekuensi yang mungkin terjadi.


Konflik di Kerajaan Vagheta juga semakin memanas ketika seharusnya Raja Pherom menjemput Putri Isabella dari Kerajaan Vagheta sebagai ratu Kerajaan Pherom, namun malah mengangkat anak haram Duke Elena Agnius sebagai ratu. Hal itu membuat kondisi politik semakin tegang di antara kedua kerajaan, dan ketidakpuasan di antara bangsawan dan rakyat semakin memuncak.

Menjadi Figuran : Antara Halaman & HarapanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang