5. My Lecturer my husband

266 24 10
                                    

Sarada menoleh dan refleks menutup bukunya saat pintu kamarnya tiba-tiba dibuka dari luar. Mengerutkan dahi terheran saat melihat Boruto yang datang duduk di sampingnya.

Boruto mengeluarkan sesuatu dari kresek yang dia tenteng. "Anggur." Boruto menyodorkan segerombol Anggur tersebut pada Sarada. Sarada menatapnya dengan binar mata yang memancar. Dari semalam dia sangat menginginkan buah ini.

Namun, dengan segera Sarada merubah ekspresinya menjadi dingin. Dia menatap Boruto dengan sinis. Pria itu sibuk mengeluarkan beberapa buah Anggur yang dibelinya. Ada Anggur hijau, Anggur merah, dan Anggur biasa pada umumnya. "Saya tidak tau Anggur mana yang kamu inginkan, jadi saya beli tiga-tiganya."

Sarada menatapnya sinis. "Bawa pergi saja, aku tidak akan mengambil apapun darimu."

Boruto mengernyit, merasa aneh dan sedikit tidak terima atas penolakan yang Sarada berikan. Tidak biasanya Sarada bersikap seperti ini kepadanya. "Kenapa kmu seperti ini?"

"Apa?"

Boruto menghela napas. "Mengapa kamu tidak mau menerimanya, padahal jelas-jelas kamu sedang ngidam?"

Sarada berdecih. "Memangnya kenapa? Bukankah kau selama ini juga tidak pernah memenuhi apapun yang aku inginkan? Bahkan aku harus bekerja seorang diri untuk sekedar memenuhi kebutuhanku sehari-hari."

Skak. Kalimat Sarada membungkam telak pria itu. Tak lama Boruto mengangguk. "Maaf. Baiklah tidak apa-apa jika kamu tidak mau, akan saya makan sendiri."

Boruto yang menyuarakan kata maaf, sempat membuatnya sedikit tidak menyangka. Pria itu juga memakan sendiri buah Anggur tersebut. Dia memilih Anggur dengan warna merah.

Hal itu tentu tidak luput dari pandangan mata legam Sarada. Wanita itu menelan salivanya. Bohong jika dia sudah tidak menginginkan buah itu. Sarada masih mengidamkannya. Tetapi, rasa gengsi masih terus membelenggu hingga Sarada semakin sulit untuk mendapatkan keinginannya. "Mengapa kau masih di sini? Bukankah kau memiliki kamarmu sendiri? Apa sedang rusak, atau sedang kotor seperti mulutmu itu? Tentu saja pria brengsek sepertimu pasti tidak pernah mem—"

Cup!

Sarada melotot lebar, Boruto memotong kalimatnya dengan mempertemukan bibir mereka berdua. Ketika Boruto mulai bergerak melumat, Sarada langsung mendorongnya hingga pria itu tersungkur di atas lantai.

"LANCANG SEKALI KAU!" Sarada langsung berdiri. Mata legamnya berkilat tajam menatap Boruto. Tangannya mengelus perut besarnya, lantaran dapat Sarada rasakan berkedut, mungkin bayinya menendang atau turut terkaget saat mendengar bentakannya yang menggelegar.

Boruto berdiri. Pria itu juga turut melayangkan tatapan tajam dan dinginnya pada Sarada. "Berani sekali kamu berlaku kasar kepada saya seperti ini!" desisnya.

Sarada mendongak, dengan berani menatap mata tajam pria yang lebih tinggi darinya. Tidak akan semudah itu luluh bagi Sarada. Sudah cukup dulu Sarada dengan sengaja membiarkan Boruto menyia-nyiakannya. Gadis itu hanya diam ketika Boruto lebih memilih orang lain, bahkan walau saat sudah bertunangan dengannya. Dan sekarang itu tak akan terjadi lagi. Sarada mengajukan perlawanan. Dengan keberaniannya, Sarada menatap tepat pada Lazuardi itu. "Mengapa aku harus takut kepadamu? Tak pernah sekalipun dari dulu aku takut kepadamu! Kau itu hanya bajingan yang mengotori semesta ini dan sangat perlu untuk dibasmi!"

"Hentikan mulut kotormu itu, Bitch!" Boruto menaikkan nada suaranya.

Cuih!

Sarada meludah di depan pria itu. Boruto melotot. "Berani sek—"

"PRIA SEPERTIMU ITU MENJIJIKKAN! SANGAT PANTAS UNTUK DILUDAHI? TIDAKKAH CUKUP DULU KAU SEBAGAI PANGERAN MENGKHIANATIKU! DAN SEKARANG SEKARANG DI DUNIA INI KAU JUGA MASIH MENYAKITI DIRIKU YANG LAIN! BENAR-BENAR! DI MANAPUN TEMPATMU, KAU MEMANG PRIA BRENGSEK!" Napasnya terengah-engah. Tidak dapat menahan gejolak kekecewaan itu. Sarada meluapnya. Dan tanpa sadar dengan kata-kata yang dirinya ucapkan.

"Apa Maksud kamu?" Boruto masih mencerna semua kata-kata yang Sarada ucapakan.

Seketika Sarada tersadar dengan kata-katanya. "Pergi!" desisnya, menyuruh Boruto pergi dari hadapannya.

"Tidak! Apa maksud dari perkataanmu!" Boruto tidak mau beranjak dari tempatnya.

"Kau tidak perlu tau!" Sarada mendorong-dorong pria itu agar keluar dari kamarnya.

Boruto dengan sigap mencengkram kedua pundak wanita itu. "Jelaskan apa maksud dari perkataanmu barusan! Jel—"

"Apa pentingnya untuk kau! Kau tidak—"

"TENTU SAJA ITU PENTING!"

"KAU TIDAK PERLU TAU!"

"SAYA HARUS TAU!"

Mereka terus saling menyahut beradu mulut.

"KAU MAU TAU! AKU UCHIHA SARADA! BUKAN SARADA NALARA FAHIRA—ISTRI BODOHMU ITU!" Sarada berteriak tepat di depan wajah pria itu.

"A-apa." Boruto mematung di tempat.

"Puas! Sudah puaskan kau!" Sarada menggeleng-geleng miris. Wanita itu berjalan dengan cepat. Mengeluarkan pakaian-pakaiannya dari lemari. Tergesa-gesa mencari selembar kain untuk membungkus barang-barangnya. Wanita itu menghapus kasar air matanya yang lancang menerobos turun.

"Putri Uchiha Sarada."

Sarada merasakan sesuatu memeluknya dari belakang, lengkap dengan bisikan halus yang menyuarakan namanya.

Sempat beberapa detik Sarada menegang, tetapi wanita itu langsung mendorong Boruto hingga kembali tersungkur. Boruto dengan segera bangkit ketika Sarada mulai mengumpulkan pakaiannya di atas sebuah kain yang wanita itu bentangkan.

"Jangan pergi, Putri Uchiha Sarada!" ucapan Boruto seketika menghentikan pergerakan tangannya. Boruto mendekat dan berjongkok di sampingnya. "Bagaimana bisa kmu juga terlempar di dunia ini?" pertanyaan itu sontak membuat Sarada menoleh dengan keterkejutan yang amat kentara menguasai ekspresinya.

Boruto tersenyum. "Saya bukan orang yang mudah untuk dilupakan, Putri Sarada. Uzumaki Boruto. Putra mahkota kerajaan Uzumaki."

Sarada menatap mata itu, menaikkan dagunya. "Lalu? Apa pentingnya untukku? Bukankah sebagai siapapun dirimu itu saja? Sama-sama selalu menjadi orang yang pekerjaannya hanya bisa melukaiku,di manapun, dan kapanpun, kau hanya orang yang menorehkan segudang luka tak kasat mata di hatiku." Sarada kembali membereskan pakaian-pakaiannya.

Boruto menatap lekat wanita itu. "Saya mohon, Sarada. Mari kita berbicara sebentar, jangan pergi!"

Terdengar decakan kesal keluar dari mulut Sarada. "Apalagi yang perlu dibicarakan? Sudah cukup wanita bodoh itu saja yang berlaku baik padamu, aku ... Jangan harap aku akan termakan rayuan menjijikkanmu itu! Tak cukup kau khianati diriku di dunia kerajaan, di dunia ini-pun kau sakiti diriku yang lain. Sungguh pria bangsat sepertimu pantas untuk dibasmi."

"Dan aku menyesal telah mengkhianatimu!" sahur Boruto.

Sarada berdecih. "Omong kosong yang memuakkan."

Boruto menahan wanita itu yang ingin pergi. "Kamu tidak boleh pergi, Sarada! Saya suami kamu, dan kamu tidak boleh pergi ke manapun tanpa seizin saya!" Boruto mencekal erat tangan istrinya.

Sarada melemparkan tatapan sinis padanya. "Kau mengakui diriku sebagai istrimu? Kheh, sulit dipercaya."

"Saya minta maaf." Tatapan pria itu memelas. "Tolong berikan kesempatan."

Sarada menghela napas. "Lalu? Apa yang akan kau lakukan dengan kesempatan itu?"

Dengan cepat Boruto menyahut, "Saya akan meminta maaf atas semua kesalahan saya terhadap kamu. Saya akan mencoba memperbaiki hubungan kita!"

"Dan apakah kau mencintaiku?" Hening, hingga beberapa detik kemudian ....

"Ya, saya sudah jatuh sedalam-dalamnya olehmu!" Boruto menjawab dengan mantap.

"Jika begitu maka, mari berbicara, dan selesaikan di sini."

TBC

My Lecturer my husband Where stories live. Discover now