9. My Lecturer my husband

206 23 1
                                    

Sarada membuka matanya perlahan. Mengerjap-ngerjap kala mata kelamnya bertabrakan dengan silau cahaya. Gadis itu melenguh. Mencoba menggerakkan tubuhnya. "Akh!" Sarada mencoba menahan rasa sakit yang menyerang tubuhnya seketika.

"Nyonya!" Seorang wanita tergopoh-gopoh menghampirinya. Membantu Sarada yang mencoba untuk bangun.

Sarada seketika terkejut, refleks dia menepis tangan wanita itu. "Siapa kau!" Matanya mengamati sekeliling. Itu membuatnya sangat terkejut. Ini tempat apa? Bukankah tadi dia sedang istirahat di hutan? Lalu mengapa dia ada di sini? Apa ini mimpi? Bukankah tadi dia tidur.

"Nyonya, Anda tidak apa-apa?" Wanita tadi menyentuh lengan Sarada.

Sarada menoleh pada wanita itu. "Siapa kau? Dan, di mana aku?" tanyanya.

"Anda sedang berada di Rumah sakit, Nyonya."

Sarada mengerutkan keningnya. 'Rumah sakit? Apa itu?' batinnya. Sarada terdiam sejemang. Isi kepalanya sedang riuh, merangkai dan memikirkan semuanya. Seketika mata bulatnya melotot. "Apa yang terjadi?" Dia menatap wanita itu, seolah meminta penjelasan.

Wanita itu langsung menjelaskan, "Nyonya telah kecelakaan mobil rem blong, beberapa jam lalu."

Dan benar saja apa yang sedang dia asumsikan dalam akalnya. Sebagai seseorang yang mempercayai semua itu, kini Sarada paham dengan apa yang baru saja terjadi. Alur kisah telah berubah arah, melenceng dari garis cerita yang seharusnya. Dan sebagai seseorang yang cerdas, Sarada memilih untuk menetap dalam titik ketenangan. "Siapa kau?"

Wanita itu nampak terkejut. "Anda tidak mengingat saya, Nyonya?"

Sarada menelisik penampilan wanita itu. 'Sepertinya, dia seorang pelayan.' Dengan pintar, Sarada menjawab, "Aku aku tidak pernah mengingat setiap pelayanku."

Wanita itu tampak gelagapan. "A-ah iya, Anda benar. Saya Namida, Nyonya."

"Apakah kau mempunyai cermin?" tanya Sarada.

Wanita itu mengernyit. " Ada di rumah, Nyonya. Mengapa Anda menanyakan itu?"

"Rumah?" gumam Sarada. Dia kembali mendongak pada wanita itu. "Antarkan aku pulang!" titahnya.

"Tapi Nyonya, Anda baru saja sadar, kondisi Anda masih harus dirawat, terutama Anda sedang mengandung. Keadaan Nyonya harus dipastikan terlebih dahulu, saya akan memanggil Dokter," ucapan wanita itu kembali mengagetkan Sarada.

'Apa! Mengandung?' Gadis itu menunduk, seketika melotot kala mendapati perutnya melendung besar. Sarada mencoba menormalkan ekspresinya seperti semula. "Tidak-tidak, aku mau pulang saja."

"T-tapi—"

"Aku dan anak ini baik-baik saja,nikah tak perlu khawatir. Cepat, bawa aku pulang!" Sarada mencoba bergerak menuruni brankar tempatnya berbaring.

Wanita bernama Namida itu seketika langsung sigap membantunya. "Ka-kalau begitu, biar saya telpon Tuan sebentar, untuk menjemput kita, Nyonya." Sarada hanya mengangguk, karena tidak tau tentang apapun, dia akan mengikuti saja terlebih dahulu. Urusan mengapa semua ini bisa terjadi, Sarada akan memikirkannya nanti.

Wanita itu kembali dengan raut wajah sendu menghampiri Sarada. "Maaf Nyonya, Tuan tidak bisa menjemput."

Sarada mengangkat kedua alisnya. "Lalu?"

Tanpa sadar air mata Namida sudah menggenang di sudut matanya. "Saya akan tanya kepada Dokter terlebih dahulu, Nyonya."

Sarada segera mencekal lengan wanita itu ketika hendak kembali pergi. "Tidak usah, kita langsung pulang saja."

Namida tak berkutik ketika Sarada menatapnya dengan lekat. "B-baiklah, Nyonya. T-tapi tunggu Nyonya besar kembali terlebih dahulu, saya tidak membawa uang untuk membayar biaya pengobatan Anda."

***

Sarada menatap sekelilingnya ketika baru saja kakinya menginjak turun dari mobil. Selama perjalanan tadi, Sarada hanya diam dan tak banyak bersuara. Kini, setelah otaknya merangkai semuanya, dia telah memahami apa yang sedang terjadi. Kini, dia hanya perlu bersandiwara menyesuaikan, dan mencari jalan untuk kembali.

'Sangat berbeda sekali dengan duniaku.' Sarada baru melihat yang seperti ini.

"Sarada!" Wanita yang tadi menjemputnya itu segera berlari kecil menghampiri Sarada, lalu menuntun langkah Sarada.

Nama wanita ini adalah Hinata. Cukup terkejut ketika pertama kali bertemu dengannya tadi. Dia benar-benar mirip dengan seseorang dari dunianya. Seseorang yang menyayanginya, bersikap hangat padanya. Dan beruntung sekali, di dunia ini, orang itu menjadi Ibu mertuanya.

Sekarang, Sarada sudah mengetahui sedikit alur kehidupan wanita ini—Sarada Nalara Fahira. Tubuh yang sekarang sedang jiwanya huni. Sarada paham kisah ini, sulit dipercaya. Tetapi, misteri itu, dia percaya nyata adanya. Dan sekarang sedang Sarada alami sendiri.

Jantungnya mulai berdebar kencang ketika langkahnya semakin dekat dengan pintu rumah di depannya. Sekarang dalam benaknya berkecamuk pikiran-jika di sini Hinata adalah Ibu mertuanya, maka ... bukankah laki-laki itu yang menjadi suaminya. Secara, menurut teori Paralel yang ada, dalam dunia manapun, seseorang akan memiliki wajah yang sama, nama yang mungkin sama atau mirip mendekati, jodoh, orang tua, keluarga yang sama pula, tetapi dengan nasib dan garis takdir yang berbeda-beda.

Dan di dunia ini, Uzumaki Hinata l, menjadi Mertuanya dengan nama, Hinata Mikayla Dhanuartha. Jika dalam dunianya, Hinata memiliki satu putra bernama Uzumaki Boruto, maka berarti di dunia ini yang menjadi suaminya adalah Boruto.

Pastinya perasaan Sarada berkecamuk memikirkan-jika dirinya akan kembali bertemu dengan di brengsek yang sayangnya sangat dia cintai.

Flashback off

TBC

Kalo di cerita2 lain transmigrasinya dibahas duluan, maka kali ini aku buat beda di ceritaku yang ini, transmigrasinya aku buat flashback saja, di tengah-tengah atau agak belakang🥰

My Lecturer my husband Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang