1. Portal Magis

284 12 1
                                    

Anna

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Anna

Ada tiga orang di sana. Dengan tinggi rata-rata dan janggut tebal berantakan. Mengenakan sepatu bot yang lebih cocok dipakai di musim dingin, tulang pipi cekung, dan kantong mata yang menegaskan kesan bahwa mereka sudah melewatkan jam tidur untuk waktu yang begitu lama.

Tubuhku terlonjak saat gerombolan bandit itu mengayunkan kapak mereka berkali-kali ke meja makan. Bahan dari kayu mahoni yang minggu lalu telah dipelitur cantik oleh paman spontan hancur berkeping-keping. Menyisakan bekas koyak di atas lantai linoleum rumah kami.

Salah satu dari mereka yang mengenakan topi koboi lalu meraup kasar stoples dalam rak. Gula pun tumpah dan mengotori dapur. Tawa puasnya mengudara setelah melihat kekacauan yang berhasil mereka ciptakan.

Aku luar biasa gemetar. Beruntung kegelapan di sudut ruangan membantu menyamarkan keberadaanku. Aku masih mengintip dari balik celah lemari dengan ukuran sempurna yang dapat menyembunyikan diriku di dalamnya.

Pria koboi kembali melayangkan kapaknya ke kompor dan perapian dua tungku milik bibi langsung rusak. Adrenalin menjalari tulang punggungku yang kebas. Aku hampir menjerit setelah mataku menangkap cipratan noda darah segar yang tertinggal di ujung mata kapak.

Apa mereka sudah menghabisi paman? Aku terus bertanya-tanya sambil menahan tangisku yang berubah jadi isak parau tak tertahankan. Aku bahkan tidak sanggup untuk membayangkan kondisi paman sekarang.

Foto keluarga kami kemudian mendadak jatuh dari dinding. Bingkainya pecah. Seseorang yang lain yang bibirnya dihiasi tindik segera memungutnya dan menyeringai memamerkan deret gigi depannya yang tak rapi.

“Si tua bangka itu punya putri yang cantik,” komentarnya sambil menggaruk-garuk rambut.

Pria koboi serentak memalingkan wajah. Ekspresinya berubah asing dan gelap. Matanya memancarkan ketertarikan yang berbahaya.

Dia maju mendekati foto. Kepalanya terteleng seolah-olah sedang mengaktifkan radar pendeteksi arah. Jantungku mencelus ketika tatapannya tertuju lurus pada tempatku berlindung.

“Aku suka rambutnya. Akan menyenangkan saat digagahi di ranjang.” Tawa terbahak-bahaknya membuatku meringkuk makin jauh dan memeluk erat kedua lututku.

Jeez, she’s too young for you.” Pria yang memakai jaket kulit itu menyahut, aksennya ganjil, ada bekas keloid yang mencolok di rahang kirinya.

“Siapa peduli? Dia tampak polos dan seksi,” balasnya sambil memanggul gagang kapak di salah satu bahunya.

“Aku yakin itu potret lama. Mungkin usianya sembilan belas atau dua puluh sekarang.”

Pria koboi itu menjilat bibir. Jari-jariku gatal ingin melancarkan tinju. Aku tahu pasti dia sedang membayangkan fantasi kotor dalam kepalanya.

Refleks, hidungku mengernyit jijik. Aku terjebak dalam situasi yang tidak memberikanku jalan keluar, kecuali kematian. Apa lagi yang bisa kuharapkan dari para bajingan seperti mereka?

Crescent MoonWhere stories live. Discover now