4. Makhluk Abadi

194 11 2
                                    

Xaverius

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Xaverius

Tubuhku melesat gesit di antara dahan pepohonan. Menaiki satu cabang ke cabang yang lain. Aku pergi bersama Hardt dan Timothy karena menurutku mereka yang paling cocok di antara yang lain.

Hardt agresif dan sedikit keras kepala, sementara Timothy adalah pelacak yang hebat. Kemampuannya di atas rata-rata. Dia bisa menemukan jejak tiga bandit itu dengan mudah hanya dari sisa bau mereka, meskipun dari jarak bermil-mil jauhnya.

Sifat Hardt yang mudah meledak-ledak juga akan menguntungkan dalam tugas yang tepat. Kebencian. Kemarahan. Haus darah. Aku butuh energi itu sekarang.

Akan kuhabisi. Akan kucabik-cabik sampai mereka tak lagi bisa dikenali. Akan kubungkus kepalanya pulang sebagai hadiah untuk Anna.

Perburuan ini terasa menyenangkan. Aku menikmati tindakan impulsif dan semua momen yang kuserap dalam kepalaku. Adrenalin mengaliri nadiku yang berdenyut-denyut merindukan kegilaan.

Gigiku bergemeletuk menginginkan sesuatu untuk dikunyah. Aku bisa merasakan jubahku berkibar setiap kali aku melompat dan berayun. Angin menampar wajahku saat kami turun meninggalkan gravitasi ke posisi yang lebih rendah.

Kami sudah tiba di rumah Anna. Bau darah kering terdeteksi olehku dari halaman. Bercampur busuk urin dan remah-remah roti gandum di suatu tempat.

"Aku bisa mencium bau yang ... berbeda." Timothy mengendus-endus di udara.

"Bau mayat." Hardt memamerkan taringnya.

"Mereka sudah tidak ada di sini," kata Timothy lagi, matanya mengawasi semak-semak.

Aku mengajak mereka masuk. Aroma memabukkan itu kembali menyerang indra penciumanku yang sensitif ketika kami membuka pintu. Aroma Anna ada di mana-mana.

Aku nyaris mencair dihujani ekstasi. Begitu juga dengan Hardt dan Timothy yang tersentak saat aroma manis yang tajam meninju hidung mereka. Timothy membeku sebelum dia kembali menguasai diri dan terbatuk-batuk menyamarkan perasaannya.

"Tidak heran kau tergila-gila pada wanita ini." Hardt mengerling menggodaku.

"Sialnya, aku kecanduan," bisikku parau.

"Mereka baru pergi. Sekitar tiga jam lalu." Timothy mengalihkan perhatiannya sambil memeriksa ke setiap sudut.

Aku berusaha fokus. Memisahkan aroma Anna dan para bandit itu bukan hal yang sulit saat pikiranku sedang jernih. Namun, hanya ada Anna yang tertinggal sekarang dan aku tak dapat menyingkirkannya dari kepalaku yang pengar.

Aku masuk ke satu lokasi di dekat ruang tamu. Pintunya setengah terbuka. Aku melihat dua kaki telanjang yang terbujur kaku di antara sofa dan rak buku.

Aku mendekat dan menemukannya terbaring mati. Wajah pria itu tampak akrab. Masih sama seperti lima belas tahun yang lalu, kecuali bukti guratan usia di pipi, kulit, dan warna rambutnya.

Crescent MoonWhere stories live. Discover now