EPILOG

2.5K 237 13
                                    

Maaf, ya ternyata Epilog yg dipublish yang belum diedit, baru baca ulang wkwkw

***

Adel menarik kupluk jaketnya ketika berhasil mencapai lantai ruang Pandora. Terlihat sepi, karena memang saat ini jam-jamnya para murid sedang belajar di kelas. Kaki atlet karate tersebut berhasil menapak ruang Pandora yang kosong, oh, tidak, Adel berhasil menemukan siluet seseorang yang sedang menatap jendela, mengarah ke belakang gedung, Adel sendiri belum pernah melihat pemandangan apa yang ada di belakang gedung ekstrakulikuler. Senyum tipis keluar saat dia mengenali sosok tersebut.

"Udah dari lama lo di sini, Shel?" Adel mencoba berbasa-basi.

Niatnya ke ruang Pandora hanya untuk berdiam diri, sekiranya merenungkan apa yang telah dia alami. Ya, Adel membolos, dipaksa untuk tetap mengikuti pelajaran pasti akan sulit. Kejadian di gedung putih seakan menjadi pengalaman pertamanya berada di Pandora. Kehidupan yang semula hanya berputar di dunia karate dan Rama Pantjoro, perlahan memiliki warna lain.

"Dari pagi," jawab Ashel tanpa menoleh ke arah Adel. Ah, ternyata Ashel juga ikut membolos. Sepertinya Ashel berada di situasi yang sama dengan Adel.

Tentu saja keadannya tidak menjadi lebih baik, kejadian di gedung putih menyebabkan Azizi belum membuka matanya sampai tiga hari ini dan Marsha memilih menemani Azizi, melupakan kewajibannya di sekolah. Gadis itu seakan menjadi bisu dan hanya memberitahu lokasi pembayaran yang dijanjikan Red Chicken. Adel jadi tidak tega untuk bertanya lebih jauh soal siapa sebenarnya Red Chicken, bahkan tidak peduli lagi dengan uangnya. Beruntung ada Olla yang sekiranya mau mengambil sisanya.

Gadis berambut sebahu tersebut melirik sebuah map jingga yang menarik perhatian. Adel baru ingat, map milik Marsha tersebut pernah dipegang Ashel sebagai acuan dalam wawancaranya sebelum bergabung dengan Pandora. Melihat Ashel yang terlihat tidak ingin diganggu, membuat Adel menarik map tersebut dan mulai membukanya.

Lembaran awal terlihat biasa saja, berisi informasi mengenai profil Adel dengan ayahnya, Rama Pantjoro. Namun, gerakan tangan Adel semakin gusar. Mulutnya sedari tadi menggumamkan sebuah pertanyaan intens, kenapa ada ini? Dari mana dia tahu? Apa ini?

Hingga, sebuah halaman begitu mencolok perhatiannya. Jantung Adel seakan berhenti berdetak, lembar kertas tersebut terdapat foto ayahnya bersama Shani sedang bercumbu di lorong hotel.

"Nggak mungkin!" Adel menggeleng. Tangannya segera menutup map jingga milik Marsha tersebut.

"Kaget, Adel?" Suara Ashel mengalun di telinga Adel.

"Lo?" Adel menghindar.

"Alasan gue gencar mojokin lo waktu itu, karena Marsha kasih bahannya sangat-sangat lengkap." Senyum Ashel muncul. "Nggak heran sih kalau lo bisa sekaget itu tahu sisi lain dari Marsha."

"Ta-tapi kenapa?" Adel menggeleng, selama ini dia selalu bersama orang yang memata-matai kehidupannya.

Ashel menerawang. "Lo tahu kisah kotak Pandora?"

Adel menggeleng, hingga sesuatu menyerang tubuhnya. Terasa menyakitkan dan membuat kesadarannya hilang. Ashel baru saja menyetrum tubuh Adel menggunakan stun gun kebanggaannya. Senyumnya muncul tatkala berhasil mendudukan Adel di kursi Marsha.

"Ketika semua hal mengerikan berhasil terlepas, hanya ada satu yang tertinggal yaitu harapan." Ashel menatap map jingga milik Marsha. Hembusan napas dikeluarkannya. Dia telah mengetahui semuanya. "Maaf, gue harus ngelakuin ini, gue nggak mau kalah dari Zee. Untuk bisa gabung ke Hexagon, gue harus nyelesaiin misi. Bokap lo Rama Pantjoro, ternyata punya hubungan sama Deva Mahendra."


PANDORA: The Lost Child [END]Donde viven las historias. Descúbrelo ahora