TUJUH : Mana Nanggung Juga!

16.5K 328 66
                                    

Jika pagi berangkat dengan Om Laksmada, maka pulangnya akan berkemungkinan dijemput oleh Om Lukas. Seperti yang sedang terjadi sekarang, hanya bedanya aku tak secerewet kemarin, dan hal itu tentu menjadi daya tarik bagi Om Lukas sendiri.

Ketika dia mendaratkan tangannya di paha kananku, rasanya aku memerlukan sistem copot-pasang kaki dan melemparnya ke tengah aspal sana. Sedikit-sedikit aku bergerak untuk membuat jarak meski tahu semua yang kulakukan itu sia-sia. Tapi setidaknya, Om Lukas mampu menyadari bahwa aku memang tampak berbeda dari sebelumnya.

"Sudah punya pacar, ya?" tanyanya kemudian.

Aku menggeleng tanpa menatap Om Lukas sedikit pun, mobil kami sudah berhenti di halaman rumah, namun tak ada tanda-tanda bahwa dia membukakan kunci untuk pintu yang bisa kuakses. Jadi, aku menoleh ke arahnya dan mendapati bagaimana Om Lukas memang menatapku saja sejak tadi.

"Pasti sakit," katanya, sambil menunjuk ke arah bibirku.

"Nanti juga hilang," sahutku.

"Aneh juga." Dia mengulurkan tangan lalu menjepit daguku. "Gimana kalau ...." Seketika wajahnya mendekat, maka dari itu aku langsung menundukkan kepala dan menjauh dari tangan yang sebelumnya menahan wajahku.

Terdengar Om Lukas tertawa setelahnya sejenak terdiam. "Kamu bukan simpanannya Laksmada, 'kan?" tanyanya.

Alhasil aku spontan ikut tertawa. "Om Laksma tuh setia, kecuali kalo istrinya yang main-main," jawabku, "Om enggak bermaksud rebut istri orang 'kan, ya?" Aku balik bertanya, sekalian melepas sabuk pengaman yang menghalangi tubuhku.

"Om cuma naksir, kalo niat ngerebut, artinya Om sudah gila," jawabnya.

TANDANYA MEMANG SUDAH GILA DARI SEMALAM  DONG, BJIR!

Lagi-lagi aku tertawa di dekatnya, lantaran tanpa ragu dia meletakkan tangan di atas pahaku dan bergerak menelusup ke bagian atas. Aku menahan tangan itu dan membiarkannya terdiam beberapa saat. "Sange banget, makanya nikah, Om," celetukku.

"Om penasaran, ada yang mengganggu kamu ya kayaknya? Beda banget dari kemarin."

"He'eum, memang ada."

"Apa itu?"

"Aku mau ngentot."

Om Lukas tergelak sembari menjauhkan tangannya dari pahaku. "Masih kecil tapi omongannya ...."

"Aku mau keluar, Om." Tanpa tertarik mendengarnya bicara, aku memberinya kode bahwa pintu mobil masih terkunci, hanya Om Lukas yang memberikan aksesnya.

"Sama Om mau?" Dan pada akhirnya dia tanya begitu. "Mainnya, sama punya Om." Dia tekankan sekali lagi.

"Emang enak?" tanyaku.

"Coba dulu."

"Sekarang?"

"Boleh."

"Pppfftt!" Aku menutup mulut dengan telapak tangan dan mengejeknya terang-terangan. "Aku memang mau ngentot, tapi bukan kontol Om yang kumau." Lalu terlihat Tante Alana keluar dari pintu utama rumah dengan setelan pakaiannya yang mau berangkat ke acara arisan. Dia terlihat memperhatikan mobil kami lalu bergegas mengetuk kaca yang berada di dekat Om Lukas.

"Bisa antar sebentar? Laksma lagi sakit, jadi enggak bisa antar," katanya.

Om Lukas mengangguk hingga membuat senyuman Tante Alana terlihat menyenangkan. Wanita itu bergerak ke sisi pintu yang lain di mana itu adalah tempat untukku keluar. Jika bukan karena Tante Alana, mungkin Om Lukas tidak akan membuka kuncinya. Dan sebelum membuka pintu, aku berkata, "Om masih inget aja, 'kan? Kalo Tante Alana itu istrinya Om Laksmada."

OM LAKSMADA Where stories live. Discover now