chapter 59

3 1 0
                                    

Berhari hari aku hidup bersama arthur.

Makin ku kenal arthur, makin kelihatan didikan julian di arthur, seperti mencuci piring setelah makan, dan cara memperlakukan wanita yang sangat mirip dengan julian.

Dia sangat pendiam namun, punya act of service yang sangat tinggi, itu yang membuatnya beda dibanding julian yang cerewet.

Ada satu hal yang julian ajarkan pada arthur, namun ia sendiri tidak lakukan.

Cara melampiaskan emosi mereka berdua sangat berbeda.

Dengan julian yang melampiaskannya dengan kemarahan yang selalu menyakiti dirinya sendiri.

Arthur justru melampiaskannya dengan cara mengambil waktu sendiri dan berdoa pada Tuhannya.

Malam itu arthur menghadapiku yang lagi datang bulan.

Aku menyuruhnya ini dan itu, memarahinya padahal ia tidak melakukan apa apa, bahkan sempat menamparnya karna ia tak sengaja menjatuhkan gelas.

Ia membersihkannya menggunakan tangannya dan menggenggam pecahan kaca itu, yang membuat tangannya berdarah.

"Kamu kenapa meganginnya pake tangan!".- ucapku marah.

"Gapapa kak, aku kurang hati- hati".- ucap arthur tersenyum.

Ibuku datang saat itu.

"Eh ehhh, arthur kok kamu megang pecahan kaca nak, kasian dia berdarah".- ucap ibuku.

"Shifa kendalikan dirimu!, kau tidak bisa terus menekan arthur seperti ini shifa".- ucap ibuku.

Aku menggerutu sampai mengucapkan kalimat yang tak seharusnya di dengar oleh arthur.

"Kenapa julian bawa anak itu kesini coba!?".- ucapku ke ibu.

"SHIFA! CUKUP DAN MASUK KE KAMARMU".- ucap ibuku.

Arthur hanya memandangi kami dengan tatapan kosong, dan perlahan masuk ke kamarnya.

Ibuku berlari menyusul arthur, namun arthur mengunci kamarnya.

Dengan tangan yang masih berlumuran darah.

Arthur duduk di depan mejanya, membakar sebuah lilin di hadapannya, dan menggenggam sebuah kalung salib pemberian julian, dengan tangannya yang berdarah.

Ia pun berdoa.

Sembari mengeluarkan airmata ia terus berdoa, sampai akhirnya ia tertidur.

Aku sadar akan kesalahanku.

Dan berniat meminta maaf ke arthur.

Namun, ia bangun begitu pagi dan entah pergi kemana.

Kumasuki kamarnya saat itu.

Ia mengatur kamarnya begitu rapi, di mejanya kutemukan kalung itu dengan semua bercak darah yang berada pada kalung itu.

Aku menangis melihatnya, mengantongi kalung itu, dan pergi mencarinya.

Ku temui arthur di sebuah toko sembako yang lumayan besar.

Disana ia bekerja keras dengan mengangkat sekarung beras.

Aku terus memantaunya dari cafe di depan toko itu.

Kemudian selesai sudah waktu kerja arthur dan ia langsung pulang.

Ia melewati gang kecil yang aku sendiri tidak tau, dan terus mengikutinya.

"Oi! Kecil!".- bentak seorang preman pada arthur.

Dengan tenang arthur tersenyum.

"Oi".- ucap arthur santai.

"Apa kabarr kawann".- ucap preman itu menyapa arthur.

Preman itu melihatku menghampiri arthur.

"Wahh, ada neng cantik, mo kemana neng?".- ucapnya.

"Oi? Dia kakakku, mau apa kau?".- tanya arthur tersenyum jahat.

"I-iya ketua aku minta maaf".- ucap preman itu memohon.

"Kakak mau ngomong".- ucapku.

"Kita ngomong dirumah aja ya kak".- ucap arthur.

"Ngga, kita ngomong di taman kompleks".- ucapku.

Aku dan arthur langsung menuju taman di dekat kompleks tempat kami tinggal.

"Pertama, kakak minta maaf atas kelakuan kakak, kedua kamu ceritain apa yang kakak gatau".- ucapku.

"Kakak gatau apa kak?".- tanya arthur.

"Kakak gatau kamu kalo pagi ternyata kerja, kakak gatau kamu ternyata gabung ama preman, mau jadi gangster kamu?".- ucapku.

"Ceritain semua kejadian itu, kenapa kamu bisa se terkenal itu di pasar itu".- ucapku.

"Katanya, aku tak seperti anak lain".- ucap arthur.

"Kenapa gaada preman yang ganggu aku disana, itu semua karena papa, papa daftarin aku di perkelahian jalanan saat itu, dan mendapat lawan yang jauh berbeda level denganku kak".- ucap arthur.

"Dengan badanku yang kecil, aku jadi mudah mengalahkannya".- ucapnya

"Aku hendak menendang paha orang itu, namun yang kena adalah kelaminnya".- ucapnya.

"Kenapa orang sebesar itu bisa jatuh, dan kalah dari kamu?".- tanyaku.

"Iya, soalnya sol sepatuku saat itu bergerigi dan tak sadar juga menginjak kelaminnya saat ia terjatuh".- ucapnya

TO BE CONTINUE

cerita ianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang