⁕ Ribuan Korban dan Pria yang Menangis ⁕

21 9 10
                                    


Prakata: bab ini adalah teaser untuk buku "ANTI : The Immortals" yang merupakan buku kelima dari ANTI series. Aku menulis ini untuk menentukan vibe, sekaligus menulis dari sudut pandang para penduduk ketika para politikus mereka sedang warwerwor dengan sihir. 💥💥


⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕


Halo, ini Harden. Usia saya sekarang sebelas tahun. Pekerjaan saya adalah pengedar koran pukul lima pagi di sekitar ibukota Stentin Utara, tetapi saya tidak yakin pukul lima pagi nanti saya masih hidup.

Konon perang perebutan kekuasaan pemerintah itu hanya berlangsung 24 jam. Tapi, tepat tengah malam lewat beberapa menit tadi, saya sudah melihat bulan ditutupi banyak sekali asap hitam yang berseliweran. Saya takut. Mendiang Ibu pernah cerita tentang pasukan elit keluarga bangsawan tertentu yang terbuat dari asap. Kata Ibu, kalau mereka muncul, maka itu pertanda kematian.

Saya menulis surat ini karena siapa tahu saya sudah mati duluan sebelum pukul lima. Jika Anda menemukannya, maka tolong sebarkan koran yang bertumpuk di kerat bir paling atas. Semuanya gratis. Percetakannya tutup. Uang tidak ada gunanya lagi kalau dunia di ambang kehancuran ....

Saya tidak berharap apa-apa tentang pemimpin yang terpilih. Toh negeri Nordale mungkin tetap akan terpuruk. Kata mendiang Ibu, siapa saja pemimpin yang terpilih pasti negeri akan tetap kotor, selama kabinetnya tetap Dinasti Cortess.

Harden—1, Bulan Dingin. Tahun 1940. Pukul 00:34.


⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕


Di sisi lain, dua pria tukang cukur di suatu distrik di Stentin memutuskan untuk melipir ke sebuah kedai minum. Mereka baru saja menutup toko. Wajah mereka pucat pasi, sebab pelanggan terakhir mereka adalah dua orang bangsawan Dinasti Cortess. Kebetulan salah satunya yang mengepalai pasukan elit dari asap hitam.

Dua pria itu minum sampai mabuk dan menangis. Mereka lantas mulai menceracau, bahwa pelanggan mereka adalah bangsawan Cortess. Para pelanggan kedai di sekitar pun merapat untuk mendengar cerita dan menangis bersama.

"Sudah pukul satu pagi!" kata seseorang. Di saat yang sama, terdengar dentuman keras. Kaca-kaca bergetar, meja-meja bergoyang dan gelas-gelas menggelinding. Tangisan mereka keras.

"Kata mendiang kakekku, perang perebutan seratus tahun lalu sangat kacau!" tukang cukur yang pertama menambahkan. "Ada banyak kematian. Itu adalah akhir bagi penduduk Nordale saat itu."

"Kalau begitu perang ini adalah akhir bagi kita semua," imbuh tukang cukur kedua dengan suara gemetar.

Mereka makin tersedu-sedu.

"Padahal Cortessor—kaisar kita selama seratus tahun terakhir ini lebih baik daripada sebelum-sebelumnya. Tapi kenapa perang kali ini tetap mengerikan?" tepat setelah seseorang mengeluh demikian, terdengar suara dentuman lagi. Kali ini lebih dekat dan membuat mereka semua refleks menunduk ketakutan. Beberapa menjerit kesakitan karena tak sengaja menginjak pecahan gelas bir.

Tak lama kemudian, lantai di bawah mereka berkeretak. Pohon-pohon yang semula diam di luar kedai mendadak mengejang. Akar-akar yang tertancap dalam menjalar keluar, memecah keramik-keramik dan menembus badan-badan yang tidak bersalah. Pekik ketakutan memenuhi ruangan saat orang-orang berusaha menyelamatkan diri dari kedai itu.

Saat mereka keluar, terlihat tiga pria bangsawan tengah bertikai di udara. Dari tangan mereka keluar cahaya-cahaya mengilap—cahaya-cahaya yang menggerakkan pohon-pohon dan mengoyak air kanal hingga bergelung-gelung ke udara. Ketiga pria bangsawan itu mengumpat dan berteriak, melancarkan serangan, dan menyeret para penduduk yang terjebak dalam kekuatan Energi mereka.

Dalam sekejap, sudut distrik itu terjebak banjir kanal dan pohon-pohon yang mengamuk.


⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕


Ketika seisi dunia biasa terlelap di pukul tengah malam, tidak halnya dengan Nordale. Negeri itu terjaga sejak tengah malam. Alih-alih dengkuran, jeritan dan ketakutan membahana pada pukul satu hingga empat pagi. Pukul enam hingga pukul delapan. Pukul sepuluh hingga tidak terhingga.

Tak lama kemudian sore tiba.

Matahari beranjak sangat sangat lambat kali ini, seolah ingin menghitung dulu jumlah orang yang bergelimpangan di jalanan dan di dasar kanal di seluruh penjuru negeri. Berapa yang melompat ke dalam laut dan berapa yang mengakhiri hidupnya sendiri padahal hantaman Energi belum menimpanya. Diperkirakan jumlah penduduk telah berkurang hingga delapan persen hanya dalam kurun 17 jam. Tidak ada perang antar manusia yang bisa menghasilkan korban sebanyak negeri ini, padahal tak ada penduduk yang terlibat sama sekali.

Awal tahun sangat dingin kala itu, tetapi langit yang memerah pekat membuat hati para penduduk yang sekarat sedikit menghangat. Setidaknya mereka tidak akan mati kedinginan walau tubuhnya terkoyak-koyak Energi.

Bukan pemandangan aneh kalau terlihat seorang pria kelimpungan di sebuah jalan. Para orang sekarat mungkin mengira dia juga akan mati. Mereka hanya tidak tahu, kalau pria itu sebenarnya juga seorang bangsawan yang ikut berperang.

Dia menyusuri sudut yang banyak orang-orang bertumpuk. Jalan setapak kelabu kini pekat oleh becek darah. Matanya yang pucat mengedar. Dengan pandangan kabur dan perih, ia bisa menentukan bahwa penyebab kematian orang-orang itu adalah tusukan kesombongan seorang bangsawan Cortess.

Pria itu baru saja akan melangkahi mayat yang menghalangi jalan, tetapi badannya limbung. Ia tersandung dan tersungkur—wajahnya terjerembab pada genangan beraroma besi. Di saat-saat normal, pria itu mungkin mau menjulurkan lidah untuk mencicipi darah—toh pemiliknya sudah meninggal.

Tetapi sekarang ia menangis.

Ini seperti disuguhkan makanan kesukaan ketika perutnya sangat mual. Tak ada yang bisa membangkitkan nafsunya. Tidak sebelum perang ini berakhir. Masalahnya ... ia baru saja menemukan kenyataan bahwa perang ini menjadi lebih buruk karena dirinya sendiri.

Padahal dia tidak tahu apa-apa.

Rayford Caltine duduk terpuruk dengan wajah bersimbah darah amis. Ia merana sambil bersandar pada mayat entah siapa ini. Ia yakin orang itu tewas karena dirinya juga. Entahlah. Semua ini terjadi pasti karena dirinya.

Setelah bermenit-menit menangis, Rayford akhirnya melihat langit merah menjadi gelap. Bukan karena matahari yang tenggelam, melainkan karena gelungan asap tidak lazim yang merambat dari arah selatan.

Oh—sial.

Rayford buru-buru beranjak. Dengan langkah tertatih-tatih ia berusaha melarikan diri. Ia tidak menyukai asap itu. Ia tidak menyukai apapun saat ini, bahkan istri yang pernah dicintainya sepenuh hati. Ia benci semuanya.

Dan karena itulah, ia bertekad untuk melepaskan diri dari perang tersebut. Walau penduduk saja tidak bisa kabur dari ancaman perang, tetapi ia akan tetap mencoba. Apapun caranya.

Walau itu berarti dengan kematian.


⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕

Tema : Apocalypse

REVERIEWhere stories live. Discover now