⁕ Kutukan Siren dan Merman yang Bodoh ⁕

34 8 6
                                    


Perpustakaan Prasasti kembali kedatangan siren itu lagi.

Octavian sedang menjaga meja resepsionis untuk kawannya saat siren tersebut berenang mendekat. Octavian ingat, sebab sisik di tubuhnya menyerupai sisik ular legenda Basilisk. Tulang siripnya yang menonjol pasti mampu menyayat kulit yang tak sengaja tergores. Sang siren memang bukan satu-satunya, tetapi ia sering datang. Terutama saat Octavian sedang bertugas jaga.

"Selamat datang," sang merman menyapa dengan senyum formal. "Siapa nama Anda ... mm, Nona Nella, benar?"

Siren itu, yang telah membuka mulut untuk menyebut nama, kini menghentikan kata-kata di tenggorokan. Ia mengangkat wajah dan bola matanya yang kelam bertemu dengan iris biru keunguan Octavian.

"Ya." Octavian yakin bibir sang siren hampir menelurkan kata-kata lebih. Ia tidak sadar kalau sedang mengharapkan itu. Mungkin—rasanya Octavian bisa memperkirakan apa yang Nona Nella akan katakan.

Bagaimana kau tahu? Sebab Octavian sudah memiliki jawabannya, dan itu jelas: karena ia selalu mengantar batu-batu prasasti pesanan Nona Nella ke ceruk batu koralnya. Merman berambut ungu itu juga hapal mana ceruk favorit Nona Nella; yang memiliki bantalan empuk, dengan sedikit cuatan gangga laut untuk mengelitik pinggangnya agar terjaga bangun. Memang risiko untuk selalu terlelap bosan saat meneliti lempengan-lempengan studi.

Namun sayangnya Nona Nella tidak mengatakan apapun, selain menyebutkan prasasti jenis apa yang ingin ia pelajari kali ini. Dan jujur saja, Octavian menghapal itu pula. Nona Nella tampaknya sedang mempelajari tentang perdebatan para manusia darat akan mana olahan ikan mentah yang lebih enak: salmon atau tuna.

"Baik, bidang studi gizi dengan fokus salmon dan tuna ... ada lagi?" tawar Octavian. "Saya dengar ikan kembung dan ikan trout juga menjadi pilihan sashimi di beberapa negara manusia."

"Oh ya?" Nona Nella mengangkat alis. Namun ia ragu-ragu sejenak. "Apa itu tidak akan memberatkan?"

"Seribu prasasti pun akan saya bawakan untuk Anda." Octavian tersenyum manis. "Jadi?"

Senyum merman itu hampir melebar saat melihat semu di pipi Nona Nella yang sudah kemerah-merahan. Ia tidak tahu apakah penyebabnya adalah semangat atau hal yang lain.

"Mm, ikan kembung terdengar menarik."

"Baik, studi gizi tentang ikan kembung."

"Sudah termasuk studi dampaknya untuk manusia?"

"Tentu saja." Octavian menggores simbol pesanan Nona Nella, lantas mengayunkan tangan dengan santai. "Silakan tunggu di ceruk Anda. Saya akan mengantarnya."

Nona Nella lantas berenang menuju ceruk batu koral favoritnya. Kebetulan ceruk itu sedang kosong. Ia melewati kerumunan batu-batu koral lainnya yang tersebar, mengabaikan mermaid dan merman lain yang sedang bercengkerama dengan tumpukan batu-batu prasasti untuk didiskusikan, dan menyamankan diri pada ceruk kesukaannya.

Namun ada yang berbeda dari Nona Nella hari ini. Semu di pipinya tidak kunjung mereda. Bibirnya juga sesekali berkedut membentuk senyum, entah apa penyebabnya. Tetapi satu yang pasti: itu karena Octavian.

Oh, sang merman petugas perpustakaan tidak sedang menyombongkan diri. Ini benar adanya. Kebetulan giliran jaganya juga sudah habis, sehingga saat ia mengantarkan bertumpuk-tumpuk lempengan prasasti pada Nona Nella, ia tidak langsung beranjak. Dan sang siren juga tidak protes.

Lambat laun pria itu melihat kelip-kelip bintang di kedua bola mata Nona Nella, begitu pula sebaliknya. Nona Nella merasa sisik di sekujur ekor Octavian tampak lebih bercahaya. Dasar kaum merfolk dan kejujuran emosional mereka. Namun itulah yang Nona Nella sukai. Sebagai seorang siren, ia tidak bisa hidup seindah para kaum merfolk.

REVERIEWhere stories live. Discover now