⁕ Putri Penjahit Terjelek dan Kebahagiaannya ⁕

15 8 2
                                    


Emmeline membenci wajahnya. Ini gara-gara pangeran yang diinginkan tidak jadi mempersuntingnya, tersebab gadis-gadis yang lebih cantik di belakang punggung Emmeline. Akibatnya sang putri kabur di waktu yang salah.

Emmeline kabur di jam sebelas malam lebih 59 menit dan seperempat mili detik. Itu saat bulan bersembunyi dari langit, awan-awan lenyap dan bintang-bintang redup sehingga langit menjadi kosong melompong. Hanya kapal-kapal terbang para orang kaya dan polisi udara yang mengedar, memantulkan cahaya hangat dari kota sehingga tampak sebagai bulan-bulan lonjong jadi-jadian.

Emmeline pun meloncat dari balkon. Akibatnya, alih-alih bergulung di tanah berumput, putri sang duchess jatuh ke dalam kerongkongan Cacing Waktu. Ia terguyur asam yang membuat bajunya compang-camping dan kulitnya kemerah-merahan. Setelah rambutnya ikut menjadi lengket, menggumpal, kemudian ia hampir gundul, Emmeline akhirnya tergulung keluar ke mulut Cacing Waktu di sisi satunya.

Emmeline menjerit seketika bokongnya berdebum di lantai kayu. Ia mengabaikan pemandangan di hadapan karena air matanya kadung bercucuran. "Tidak, wajahku!" katanya. Tadi sepertinya kulit wajahnya terkena sedikit cipratan asam Cacing Waktu sehingga ada yang mengelupas di sana sini. Dan, "Rambutku!" jarinya menyasak rambut pirang madu yang kini mencuat ke sana-kemari seperti ijuk yang ditancapkan pada batok kelapa.

Tak ada yang menghibur kendati Emmeline yakin sempat melihat wajah orang-orang di dalam ruangan bernuansa serba kayu itu. Lama-lama Emmeline kikuk juga jika menangis seperti putri bodoh. Jadi ia mengusap air mata hingga garis hitam di sekeliling wajahnya merebak di sepanjang garis pelipis. Ia pun mencopot kedua bulu matanya yang berat, membuangnya ke lantai kayu yang dirambati lumut.

Pada saat Emmeline mendongak, ia melihat kepala-kepala tanpa torso, torso-torso tanpa lengan, dan lengan-lengan tanpa jari. Pinggul panggul para penontonnya diletakkan pada kabinet terpisah yang dilindungi oleh pintu-pintu kaca, seperti barang pajangan di toko pelacur; kau suka pinggul besar dengan bokong bulat atau lebih baik pinggul ramping yang bisa digendong ke mana-mana?

Emmeline begitu terkejut sampai tak mampu berkata-kata. Barulah saat sebuah kepala pria tampan bersuara kepadanya, yang terdengar adalah ringkihan kuda.

"Tolong," alih-alih kepala itu, suara permintaan tolong keluar dari seekor kuda yang muncul di balik punggung Emmeline. Gadis itu terperanjat. Ia menoleh ke belakang dan mendapati bahwa ruangan tersebut hanya separuh; bekas kepergian Cacing Waktu yang raksasa menyisakan ruang setengah utuh. Sisanya hancur menjadi rongsokan. Di luar ruangan, terdapat perkebunan liar dan langit ungu.

Emmeline tak tahu ke mana harus membagi perhatian; pada bulan ganda keperakan, kuda yang berbicara bahasa manusia, atau pohon dari sekumpulan lengan meliuk-liuk yang tumbuh di beberapa titik kebun.

Kuda bersuara manusia itu menatap Emmeline dengan mata berkaca-kaca. "Tolong, ganti kepala kuda ini dengan kepala di atas itu." Moncongnya mengarah ke kepala pria tampan yang tadi menatapnya di awal.

Emmeline kelabakan. "Bagaimana aku mesti mengganti kepalamu?"

"Gunting leherku." Si kuda mengibaskan ekor ke meja terdekat hingga jatuh sebuah gunting tajam. "Tapi jangan sampai kena tenggorokanku atau kau akan kubunuh."

Emmeline terisak. Dengan ketakutan putri malang itu memungut gunting dan mulai menggores leher si kuda dengan penuh kecemasan. Rasanya ngilu saat bilah gunting mulai memisahkan helai kulit leher kuda. Namun apa yang ia temukan di balik itu lebih mengejutkan.

Alih-alih darah, oli hitam menetes dari balik kulit yang tergunting. Gara-gara itu laju gunting Emmeline semakin licin dan tak terkendali. Pada akhirnya ia berhasil melepas kepala kuda dari tubuhnya, menyingkap seperangkat mesin dan onderdil yang membentuk kepala hewan tersebut.

"Cepat, cepat! Sebelum mesin-mesinku berubah bentuk mengikuti ruang bebas!"

Emmeline memacu langkah menuju meja pajangan tempat kepala tampan teronggok. Dengan tangan gemetaran ia mengganti posisi kepala kuda tadi dengan kepala si tampan, memaksa kulitnya yang elastis agar bisa menyelimuti susunan mesin pembentuk kepala kuda.

Ajaibnya, mesin-mesin itu merapat dan menyusut, memenuhi ruang kepala si tampan sehingga menjadi sempurna. Suara yang keluar dari kepala si tampan pun kembali seperti semula; suara manusia dari bibir manusia.

Namun, sekujur tubuhnya masih wujud kuda!

"Bagaimana ini?" isak Emmeline. "Rupamu semakin kacau!"

"Ngawur kau." Si kuda berkepala manusia melihat tubuh Emmeline dari ujung kepala hingga sepatu jinjit, dan mendecih jijik. "Ini yang kumau! Tidak sepertimu yang membosankan." Ia pun menyuruh Emmeline untuk menyatukan leher manusia dengan leher kuda menggunakan ceceran oli yang menetes-netes, sekaligus pakai lem kuning yang berjajar-jajar di meja.

Usai Emmeline menuntaskan pekerjaan, sekarang gaunnya yang compang-camping jadi berlumur oli juga. Ia semakin sedih. Kendati begitu si kuda berkepala manusia tampak sangat bahagia, sampai-sampai ia memberi bonus dalam bayaran. Ia dijatuhi surai yang merontok dari lehernya, berikut koin-koin perunggu yang belum pernah Emmeline lihat sebelumnya.

"Terima kasih, Nona Penjahit! Omong-omong rambutmu bagus." Si kuda berkepala manusia lantas berlalu pergi. Langkahnya redam oleh hamparan pasir biru kelabu.

Emmeline berputar. Ia menghadap wajah-wajah manusia yang balas menatapnya. Di atas mereka, Emmeline baru menyadari ada plang kayu yang sudah usang:

Nona Jahit Emme

Spesialisasi Jahit Tubuh, Ahlinya Yang Terjelek!

Emmeline tidak ingat pernah punya toko semacam ini. Sebagai putri duchess, ia selalu dikelilingi barang mewah sebelumnya; gaun-gaun dengan renda berlapis, tiara bertabur permata, atau pemerah pipi dari kelopak mawar paling ranum. Bukan ruangan berlumut, patahan tubuh manusia, dan pohon-pohon berbuah kuku!

Namun, tak peduli betapapun Emmeline mencoba mencari jalan keluar dari dunia antah berantah ini, ia tak mampu menemukannya. Memang tak ada jalan keluar. Yang ditemui adalah orang-orang—atau seekor manusia, entahlah—yang kian tak terdefinisi rupanya seiring dengan berlalunya waktu. Ia menemukan bar-bar yang menjual oli untuk ditancapkan pada lubang telinga, lubang hidung, atau yang penting jangan lubang lainnya. Ia juga menemukan restoran-restoran yang menjual makanan normal, tetapi alat bayarnya kadang-kadang adalah kuku yang dicabut segar dari jari atau muntahan balik dari makanan yang tadi disantap. Atau, entahlah, pada akhirnya Emmeline menyerah dan memilih untuk menjadi penduduk dunia ini saja.

Dalam waktu satu tahun, Emmeline tidak lagi memikirkan pangeran dan gadis-gadis yang memburu kecantikan di sisi lain dunia. Kini Emmeline telah menumbuhkan rambut pirang madu baru (yang ternyata menjadi buronan sekelompok wanita berkepala raksasa), menjahit surai kuda pelanggan pertamanya menjadi rumbai di gaun compang-campingnya, dan menjadi penjahit berbakat.

Emmeline selalu kedatangan tamu setiap hari, ditukari bermacam-macam alat bayar. Isi tokonya tidak lagi kepala-kepala manusia dan pinggul-pinggul berlekuk seksi. Hari ini, tokonya sudah diisi kepala kuda pelanggan pertama yang meringkih setiap fajar tiba, sepasang kepala burung parkit yang menceritakan perjalanan bulan madu mereka, penggalan tangan dengan kuku setajam pisau yang mampu membantunya memotong kulit-kulit klien baru, dan sebagainya. Pohon dengan dahan dari lengan dan ranting dari kuku di luar sana juga rutin ia tebang, semua sesuai dengan permintaan klien.

Satu tahun kemudian, Emmeline sudah tidak ingat dengan dunianya yang lama. Ia bahagia, dan ia sudah mengumpulkan cukup alat bayar. Emmeline berencana untuk mengganti hatinya yang melemah dengan seperangkat onderdil. Konon itulah rahasia umur panjang makhluk-makhluk di sini; mengganti isi tubuh dengan mesin yang hanya perlu diminyaki tiga kali sehari. Dengan begitu, Emmeline tak perlu merasa sakit hati lagi.

Namun, ah! Apa peduli ia dengan sakit hati jika tak pernah ada yang memandangnya sebelah mata lagi di sini?


⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕⁕

Prompt #25 : Genre new weird.

Note :

Apa yang aku tulis? Nggak tahu 💀 tapi ternyata aku enjoy juga, meski sayangnya aku terburu-buru di akhir karena tidak sempat menulis panjang-panjang

REVERIEWhere stories live. Discover now