Takut

137 12 2
                                    

Kabar kebakarannya Sekolah di Hokkaido menjadi trend topik berita, pasalnya pelaku adalah korban bully yang meninggal satu bulan yang lalu.

Dari saksi mata mereka yakin itu adalah sih korban, tapi mereka juga yakin itu orang yang berbeda karena sifatnya yang sangat bertolak belakang.

Karena kejadian itu polisi ingin membongkar makan seseorang yang di maksud, untuk melakukan otopsi dan tes DNA agar kebenaran terbongkar.

"Ran loh dimana sih hiks aku takut."

Sanzu tertunduk lemas niat hati ingin study tour di kampung halam, kini dia harus berakhir di rumah sakit.

"Ran please cepat kesini."

Sambil menghapus air mata Sanzu menatap nasib ketiga sahabatnya, sejujurnya dia tidak ingin menjaga mereka tetapi Sanzu risih dengan pertanyaan Mitsuya tentang sekolahnya.

Terlebih pertanyaan Mitsuya tentang Rindou Rindou dan Rindou, dan kocaknya lagi Mitsuya sampai kekeh ingin tau dimana rumah Rindou, cih ini anak kepo apa gimana sih dasar benalu.

Sanzu merasa Mitsuya ingin tau tentang Rindou, karena Mitsuya iri kalo dia bisa menjadi pacarnya Ran hanya dalam beberapa hari. Bisa aja Mitsuya ingin menunjukkan aib Sanzu, sehingga Ran membencinya, lagian bukannya Ran juga seorang pembully jadi seharusnya Mitsuya berhenti ikut campur urusannya.

Satu lagi, hal ini membuat Sanzu harus menjaga nama baiknya, jadi dia terpaksa pura-pura sedih mendengar sahabatnya juga menjadi korban, sementara di satu sisi pihak sekolah masih sibuk mencari keberadaan Ran.

Tapi untungnya kegiatan sekolah masih berjalan, mau bagaimana pun pihak sekolah lebih mementingkan siswa-siswi nya dari pada satu murid yang pergi entah kemana, Yap siapa lagi kalo bukan Ran.

Pihak sekolah juga tau Ran dulu tinggal di Hokkaido, jadi mereka yakin Ran pasti keliling dah intinya pihak sekolah tidak ingin ikut campur.

"Sayang maaf ya."

Ran datang sambil membawa satu kantong buah dan juga susu pisang untuk Sanzu.

"Kau kemarin pergi kemana."

Sanzu langsung jatuh ke pelukan Ran, dia sangat ketakutan terlebih kabar kalo Rindou datang balas dendam dia takut bukan takut karena Rindou. Tapi takut kalo rahasia dia pernah punya anak terbongkar, Sanzu takut jika itu benar-benar terbongkar Ran akan pergi darinya.

Dan sanzu tidak ingin itu semua terjadi, karena hanya dengan Ran dia merasakan cinta yang tulus.

"Maaf ya sayang kemarin itu aku ingin mengetahui lebih tentang kampung halaman mu."

Sambil tersenyum lembut Ran memberikan gelang chappel ke Sanzu, yang membuat pria bersurai pinky itu merah padam.

"Blush? ayang malu."

Bisik Ran tepat di telinga kanan Sanzu, lalu menjilat dauh telinga submitsif nya.

"Kalian boleh masuk tapi jangan baris." Ucap seorang suster yang langsung menghentikan kegiatan tak terpuji mereka

"Baik sus."

Sanzu langsung masuk disusul Ran.

"Sayang mereka siap dan kenapa?"

"Mereka bertiga sahabat ku, dan seperti kau lihat mereka terbaring lemah akibat terbakar."

Sanzu menghela nafas, dia menatap ke tiga sahabatnya dengan iba.

"Salah satu mereka mengalami patah tulang bagian tangan, ada yang kehilangan satu penglihatan dan ketiganya mengalami gangguan jalan, belum lagi mereka juga kesulitan bicara gara-gara insiden kebakaran itu membuat area bibir terbakar."

Ran yang mendengar sigap langsung memeluk Sanzu, Ran mendekap Sanzu membiarkan pria bersurai pinky itu di dalam pelukannya. Yang tanpa Sanzu sadari Ran sudah membawa sebuah tulisan, yang bertulis kalian bertiga akan mati, sambil tersenyum mengusap surai Sanzu.

Dia menunjukkan tulisan itu ke ketiga sahabat Sanzu, tak selang lama dia memakai kacamata milik Rindou. Ran menyeringai, dia puas melihat ekspresi ketakutan ketiga orang itu.

"Sayang kenapa teman-temanku ribut?"

Tanya Sanzu yang mendengar sahabatnya seperti melihat setan, sedangkan Ran terus memeluk Sanzu.

Membuat pria bersurai pinky itu salting bukan main, kalo saja ini bukan rumah sakit atau dia udah gak punya malu, Sanzu pasti udah ngajak ngewe sih Ran.

"Mungkin mereka iri dengan kemesraan kita, ayo kita keluar gak baik orang sakit kita bikin sirik."

Sanzu tidak curiga sama sekali langsung pergi keluar, sedang Ran menatap ketiga orang itu dengan senyum penuh kelicikan.

"Ri...n Rindou."

"Ssttthh... Kalian lihat balas dendam ku."

Sebelum menyusul dia memberi ketiga orang itu sebuah suntikan, entah beracun apa tidak, tapi itu mampu membuat Ran tertawa geli melihat orang yang membully adiknya ternyata adalah kumpulan lalat penakut.

Ingat ini awal kehancuran kalian, Ran tidak ingin mereka menerima hukuman dengan sepotong, dia ingin mereka bunuh diri seperti apa yang Rindou lakukan.

***
Setelah keluar ruangan Ran terkejut karena sudah ada kakaknya Sanzu, yang sedang menatapnya dengan sinis.

"Ran bisa kau temani Sanzu ke pemakaman Rindou."

Ran semakin terkejut bukan main, pasalnya Ran sendiri juga tidak tau di mana makan adiknya itu, soalnya saat dia mendapat kabar Rindou meninggal orang tuanya kukuh tidak mengizinkan Ran menatap adiknya untuk terakhir kali.

Dengan alasan wajah Rindou sudah hancur dan orang tua Ran tidak tega, padahal itu cuma alibi saja.

"Kenapa harus saya dan kenapa Sanzu harus pergi ke sana?"

"Masalahnya sedikit rumit, tapi masalahnya ini berkaitan dengan orang yang dikira sebagai Rindou oke."

Seketika Ran berkeringat dingin, tapi sebelum dia setuju tanpa Ran sadar dia sudah berada di dalam mobil menuju ke rumah peristirahatan terakhir Rindou.

"Jadi di sini, anak itu di makamkan."

Ucap Sanzu yang melihat proses penggalian makam, sedangkan Ran melirik ke kiri dan ke kanan siapa tau ada ibunya tapi ya Ran tidak bisa berharap lebih, mana mungkin ibunya datang orang perduli saja tidak.

"Permisi pak ini perwakilan dari keluarga mana ya."

Tanya Ran ke salah satu petugas rumah sakit.

"Maaf bukannya dia hidup sebatang kara, yang saya tau dia tidak punya siapa-siapa." Jelas dokter.

"Dia Rindou Haitani kan pak, bukannya dia hidup dengan ibunya."

"Ada apa tidaknya keluarga, yang jelas saat proses pemakaman kemarin tidak ada pihak keluarga ataupun atau kerabat yang datang. Hanya saja ada satu orang memberi kami uang untuk mengurus pemakamannya dan jangan memberi nama marga Haitani di nisannya, itu saja mas."

"Makasih pak."

Ada apa lagi ini, apa ini alasan ayahnya tidak membawanya kerumah duka melainkan hanya memberi bunga dan lilin di foto Rindou, ini kesempatan Ran melihat Rindou untuk terakhir kalinya meskipun dia yakin jasad adiknya sudah membusuk.

Tapi ingat cinta itu buta dia tidak perduli, yang Ran perdulikan hanya apa Rindou mendapat peristirahatan yang layak.

"Kenapa mama dan papa pilih kasih padahal kami sama sama anak mereka."

Ran menangis di depan Sanzu.

























Hayo loh ketahuan, oke command and like aku tunggu

See y...

Who Are YouWhere stories live. Discover now