Loka - 29

347 63 4
                                    

Dengan rasa antusias yang tinggi, Maya menunggu di depan gerbang sekolah. Sesekali, kakinya berjinjit dan lehernya dijulurkan untuk mengecek apakah orang yang sedang dia nanti-nantikan itu sudah tiba. Kedua tangannya memegang kotak bekal yang dia sembunyikan di balik punggungnya.


Jangan tanya perjuangan Maya untuk mengisi kotak bekal tersebut. Sejak subuh, dia sudah menginvasi dapur dan membuat keributan di sana. Membuat Abra dan Mala geleng-geleng kepala. Sangat jarang sekali Maya mau repot-repot memasak. Meski Abra sendiri yang meminta dan permintaan Abra itu sederhana. Semangkuk mie instan. Tapi Maya baru akan membuatkannya apabila Abra berjanji akan memberikan sesuatu sebagai balasan.


Maya melirik jam tangan warna biru di pergelangan tangan kanannya, jam tangan kembar dengan jam tangan milik Mala. Tersisa sepuluh menit sebelum gerbang sekolah ditutup, tetapi orang yang ditunggu oleh Maya belum juga menampakkan diri. Ada rasa kuatir yang kini menyergap. Jangan bilang kalau usahanya bangun pagi-pagi buta akan sia-sia akan orang yang akan dia berikan kotak bekal itu tidak masuk sekolah.


Maya menghembuskan napas panjang. Kedua bibirnya mengerucut ke depan. Matanya menatap lesu ke arah kotak bekal yang kini ada di hadapannya. Namun, baru saja dia menetapkan hati untuk masuk ke dalam, sebuah mobil mewah berhenti tidak jauh dari tempat dia berdiri. Maya memutar tubuhnya dengan penuh harap. Senyumnya kembali mengembang. Dia ingat dengan mobil mewah tersebut. Akan tetapi, senyum di wajah Maya langsung luntur ketika mendapati sosok lain yang turun dari mobil tersebut.


"Nunggu Mark ya ? Dia nggak masuk hari ini...."


Chandra, yang turun dari mobil mewah itu, memberitahu Maya sekilas ketika dia berjalan melewati tubuh si adik kelas. Informasi singkat yang diberikan oleh Chandra membuat tubuh Maya yang tadi terkulai kini kembali tegap. Dia lantas berusaha mengejar Chandra yang sudah berjalan lumayan jauh. Perbedaan tinggi badan di antara keduanya membuat Maya cukup kesusahan untuk menyusul Chandra.


Tidak memperdulikan pandangan sinis para siswi pemuja Chandra, Maya terus berlari mengejar kakak kelasnya itu sambil memanggil namanya.


"Kak Chandra !!! Berhenti dulu !!!!"


Panggilan Maya itu tidak dihiraukan oleh Chandra. Dia terus berjalan menuju ke kelasnya. Melihat Chandra yang hampir saja tiba di kelasnya, Maya mempercepat laju larinya. Meski harus menahan sakit karena tali ransel yang tersandang di pundak Maya, dia akhirnya berhasil menggapai pergelangan tangan Chandra dan membuat kakak kelasnya itu berhenti melangkah.


"Astaga, Kak !!! Kakak denger nggak sih aku manggil-manggil Kakak dari tadi ?" tanya Maya kesal setelah dia berhasil menetralkan napasnya yang terengah-engah.


Chandra mengangguk tanpa beban.


"Iya....."


"Terus, kenapa Kakak nggak berhenti ?"


Chandra sedikit memiringkan kepalanya.


"Harus ya ?"


Astaga....


Demi sosis yang ada di dalam kotak bekal, rasa-rasanya Maya ingin memakin kakak kelas yang saat ini berdiri di hadapannya itu. Dia menarik napas dalam-dalam sebelum membalas ucapan Chandra.


"Kak, etikanya nih, kalau ada yang manggil tuh Kakak harusnya berhenti dan lihat siapa yang manggil Kakak terus tanya keperluan dia manggil Kakak...."


"Tapi, aku sudah kasih tahu hal yang ingin kamu ingin tahu kan ?"


Maya mendengus pelan.


LokaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang