iv. TENTANG SHINYU

475 65 0
                                    

“Yang tadi itu temen kamu?”

Pertanyaan itu seketika menghapus jejak keheningan yang sempat mengiringi perjalanan keduanya. Shinyu meliriknya secara acuh tak acuh. Tatkala belah pandang mereka bertemu, pemuda itu dengan segera memalingkan wajahnya ke arah yang berlawanan.

Spontan ia jawab itu dengan nada datar datar. “Bukan.”

Yang lebih tua mengernyit heran sembari memperhatikan jalanan di depannya. “Oh, kalau gitu dia pacar kamu, dong?”

Berdecak pelan, kali ini Shinyu hanya meresponnya dengan gelengan kepala pelan. Enggan unyuk meneruskan obrolan yang selebihnya bukanlah hal yang cukup penting dan hanya akan membuang tenaganya semata. Shinyu lebih suka ketika pria itu putuskan untuk bungkam seperti tadi ketimbang menyibukkan diri untuk mengajaknya berbasa-basi seperti ini.

“Shin—”

“Yah,” potong Shinyu usai merasa jika aksi pendekatan yang dilakukan Ayahnya itu sedari tadi sama sekali tidak akan membuahkan hasil. Rasa kecewanya ternyata jauh lebih besar dan itu sudah cukup berhasil menumbuhkan bibit dendam didadanya. “Turunin aku di sini.”

Si pria seketika menatap nanar menuju sorot kelam milik anak sulungnya. Begitu kosong serta gelap. Seolah kehilangan pendar cerianya yang dulu sering ia tunjukkan ketika mereka sedang bersama.

Sungguh, jika Shinyu ingin mendengarnya, ia ingin akui bahwa ia teramat sangat menyesal telah memutus ikatan mereka karena keegoisannya sendiri. Tetapi, jika dipikirkan lagi, berharap jika waktu bisa diulang tentunya tidak akan pernah berguna. Pada akhirnya, hanya Shinyu seorang yang semoga ketika beranjak semakin dewasa bisa memahami bahwa ia lakukan itu adalah demi kebaikan mereka.

Senyumannya terukir lirih. Laju mobilnya dipelankan sampai berakhir ditepikan. Shinyu langsung keluar usai dirasa mobil telah berhenti sepenuhnya. Ketika Shinyu berbalik badan sekedar untuk melambaikan tangan hingga mobil dijalankan, pria itu tampak sibuk dengan ponselnya.

“Hati-hati dalam perjalan pulang, ya? Ayah sudah transfer uangnya. Jaga kesehatanmu dan adikmu. Ingat, kalau ada apa-apa, hubungi Ayah.”

Shinyu tak langsung menjawab dan hanya menyibukkan diri untuk sekedar memeriksa apakah benar-benar ada notifikasi perihal transferan uang sebagaimana yang dikatakan oleh sang Ayah.

Ternyata benar adanya. Shinyu tanpa sadar mengembangkan senyum tipisnya. Tanpa rasa bersalah ataupun iba, ia dengan senang hati menerima pemberian dari orang yang sebelumnya kerap melukainya.

Mobil sang Ayah pun langsung melaju meninggalkannya. Senyum Shinyu masih tak jua lekang, meskipun langit sore telah berganti menjadi malam.

“Ngehubungin dia?” Pemuda itu terkekeh masam. Birainya mengeluarkan cibiran bernada sarkas. “Udah makin besar kepala ternyata.”

.
[Cloudburst]
.

Shinyu membuka paksa kelopak matanya yang sempat tertutup beberapa jam yang lalu. Mimpi buruk yang sama kembali menghantui tidurnya. Bahkan sekedar memejamkan mata sejenak saja masih terbayang. Shinyu bahkan sampai terkena gangguan tidur karenanya.

Dadanya bergemuruh serta naik-turun mengatur deru napasnya yang tak lagi stabil. Sesak dirasa seakan pasokan oksigen telah serta-merta terenggut paksa. Shinyu meremat ujung kemeja sekolah yang belum sempat diganti.

Netranya bergulir begitu melihat bayangan seseorang berdiri di kamarnya. Tak jauh dari arah pintu tengah menatap penuh tanya. “Kenapa, sih?”

Shinyu mendengkus pelan. “Lo baru balik?” tanyanya keluar topik.

Ho’oh. Nih, gue bawa oleh-oleh buat. Abis dijajanin sama Sugar Mommy sampai gumoh gue,” jawabnya terkekeh riang seraya memamerkan sebuah paperbag berisikan makan siang yang dititipkan Ibu mereka tadi.

“Lo makan aja,” Shinyu berucap ketus. Satu lagi alasan kenapa dia kesulitan untuk tidur dengan tenang.

Hanjin merangkat naik ke atas kasur. Kemudian, menjatuhkan tubuhnya di sisi sebelah Shinyu yang masih dalam posisi duduk. “Benci banget lo sama mereka.”

Shinyu tertegun. “Emang kenapa?”

“Nggak kasihan, Kak? Sampai segininya, lho. Kayaknya mereka emang serius pengen memperbaiki kesalahan di masa lalu. Gue—”

“Lo lihat sendiri gimana kelakuan mereka dulu, ‘kan? Lo beruntung bukan lo yang jadi korban mereka secara langsung. Lah, gue? Bahkan satu mobil sama mereka aja gue ngerasa treamor bukan main. Gue trauma, Zhen. Gimana bisa gue berdamai sama mereka, sedangkan ngeliat mereka aja gue nggak sanggup?”

Hanjin lantas dibuat termenung. Memang bisa dibilang jika dia pernah menjadi saksi akan tragedi yang menimpa Shinyu ketika dia masih duduk di bangku SD.

Shinyu merasa mengalami tekanan hebat ketika tanpa sengaja mengingatnya. Dimana kejadian itu masih meninggalkan luka batin hingga luka fisik yang masih membekas sampai sekarang.

“Maafin gue,” sesal Hanjin, kemudian.

Sayang sekali karena hari ini Shinyu sudah terlalu lelah untuk menyangkalnya.

.
[Tbc]
.

Hanjin a

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Hanjin a.k.a Han Zhen   [14]

Shinyu was used to calling him ‘Zhen’ and Hanjin would call him ‘Shin’ instead. They're siblings, anw.

Cloudburst +DoshinWhere stories live. Discover now