ix. SHIN IN ACTION!

297 52 3
                                    

“Lho?”

Dohoon bergeming hingga perlahan memutar sedikit kepalanya guna mencari sumber suara yang barusan sedikit mengganggu proses lamunannya. Dilihatnya entitas lain yang ada di taman belakang kala itu tengah menatap ramah ke arahnya sembari tersenyum seolah tak terjadi apa-apa.

Kantung sampah yang dibawanya dari kelas pun tanpa sadar terlepas dari genggamannya. Shinyu mengedipkan mata rubahnya, kemudian berjongkok singkat guna memungut plastik yang untungnya tidak pecah akibat terjatuh cukup tinggi dari atas. Lalu, meletakkannya ke dalam tempat pembuangan sebagaimana yang dilakukannya sebelumnya.

“Kebetulan banget, ya?” Shinyu coba berbasa-basi. Kekehan samar mengalun merdu, meskipun Dohoon kini memakai headset yang keseluruhan telah menutup aksesnya untuk mendengar suara apapun.

Demi apapun, Dohoon seharusnya lekas kabur. Akan tetapi, sesuatu terasa menahannya sehingga rasanya Dohoon mungkin terlihat seperti orang bodoh yang hanya menatap Shinyu entah menggunakan ekspresi bagaimana, sementara yang ditatap tanpa merasa pegal sama sekali masih enggan untuk menanggalkan senyum manisnya.

Oh, senyum itu.

Patutlah Dohoon kesulitan untuk menggunakan tungkainya sebagai perangkat utama sekedar membawanya pergi. Senyuman Shinyu yang menyatu dengan latar daun gugur menjadi alasan akan mengapa dirinya seperti terkena kutukan dan berakhir menjadi batu.

Kirei,” gumam Dohoon sambil terus menatap intens ke arah Shinyu yang tengah memiringkan kepalanya.

Pemuda itu meresponnya dengan terkekeh. “Lo ngomong apa, sih?” tanyanya kurang memahami.

Dohoon seketika tersentak usai melihat Shinyu yang tampak mengernyitkan keningnya. Sialan! Dia selalu tak sengaja membeberkan identitasnya sebagai wibu. Siapa yang tahu seandainya Shinyu termasuk fobia akan jenis makhluk penyuka objek tak hidup tersebut?

Merasa tak ada sahutan lagi-lagi, Shinyu hembuskan napas beratnya. Pembuka sebelum ia kembali bertanya-tanya, walaupun kesannya, ia sendiripun menyadari bahwa segala topik yang diutarakannya ini termasuk tak penting.

“Kenapa tadi pagi nggak jemput gue?”

Tampangnya dibuat seakan tengah dilanda kecewa berat. Dari sini, ia bisa lihat respon Dohoon yang seperti kehilangan fungsi hidungnya untuk mengais pasokan oksigen yang tersedia. Dohoon mulai panik!

“Bukannya tadi malem lo nolak ajakan gue?” pekiknya tampak benar-benar tegang setengah mati. “Lo nggak nungguin gue jemput, ‘kan?”

Shinyu kini cemberut. “Kata siapa? Gue cuma nanya soal apa yang bikin lo yakin secara pasti kalau lo lebih unggul dibandingkan simpenan gue. Nggak ada tuh kalimat yang nyatain kalau gue nolak ajakan lo. Belum juga gue jawab, lo udah lari ninggalin gue.”

Dohoon langsung gelagapan. Benar, Shinyu tak pernah memberikan pernyataan bahwa dia menolak ajakan Dohoon untuk menjemputnya pagi ini.

“Gue mau ngabarin lo pun caranya gimana. Kita belum sempet tukeran nomor, tahu?”

Sungguh, Dohoon merasa semakin serba salah karenanya. Dia benar-benar tidak tahu jika Shinyu akan menunggu kedatangannya. Ia pikir, ucapan Shinyu tadi malam itu sebagai makna tersirat bahwa dia menolak untuk meninggalkan Sugar Daddy-nya yang kaya raya demi Dohoon yang tak seberapa.

“Lo nungguin gue?” Sekali lagi Dohoon bertanya, sekedar memastikan jika Shinyu serius akan ucapannya.

Dan pemuda itu mengangguk. “Lo pikir, kenapa gue keluyuran di lapangan pas yang lain pada anteng belajar di kelas?”

Shinyu sodorkan sebuah sapu yang ia temukan di samping tempat pembuangan. “Gue lagi dihukum gara-gara telat ke sekolah,” tukasnya semakin membuat kadar rasa bersalah Dohoon kepadanya kian membesar.

Sorry, nggak bermaksud ingkar janji. Cuma ...” Dohoon kehilangan frasa atau sebenarnya memang dia tak punya alasan lain untuk sekedar berkilah. Pemuda itu menggigit bibir bawahnya sembari menundukkan sedikit kepalanya. “Gue beneran nggak tahu kalau lo nungguin gue.”

Shinyu gulirkan bola matanya ke samping. Jujur saja, dia tak menyangka jika Dohoon akan dengan polosnya termakan sandiwaranya. Ia bahkan nyaris menertawakan reaksi tak biasa milik pemuda itu.

Padahal alasan mengapa Shinyu berada di sini karena dia juga terkena giliran piket di kelas, sebagaimana Dohoon kini.

“Gue maafin, kok.” Dohoon angkat kepalanya usai mendengar kalau Shinyu dengan sukarela memaafkannya. “Tapi, lo harus traktir menu makan siang gue hari ini, oke!”

Strategi pemerasan demi menghemat uang jajan.

“Oke.”

Berhasil!

.
[Tbc]
.

inyu kamu usil banget, untung dohun gak peka

Cloudburst +DoshinWhere stories live. Discover now