xiii. FIRASAT SESAAT

170 28 1
                                    

“Perasaan gue kenapa jadi nggak enak gini, sih?” keluh Shinyu sambil menyentuh bagian belakang dari lehernya yang tiba-tiba saja merinding entah dalam alasan apa.

Sementara itu, Youngjae yang sebelumnya tengah asyik mengunyak camilan yang tersedia pun kini mengalihkan atensinya ke figur pemuda yang tadinya berniat untuk mengerjakan tugas di rumahnya itu. “Ada setan lewat kali,” jawabnya santai, kemudian kembali dengan aktivitasnya yang semula.

Seketika Shinyu melotot tak terima sembari memposisikan tubuhnya agar lebih dekat dengan Youngjae. “Mulut lo tuh dijaga!” sungutnya menahan kesal serta takut disaat yang bersamaan.

Si pelaku kini hanya tertawa geli. Apalagi melihat tampang ketakutan Shinyu yang mulai sibuk melirik sana-sini sambil menyandarkan punggungnya pada tubuhnya.

“Masih aja takut sama yang begituan.”

.
[Cloudburst]
.

Dohoon hanya duduk tegap serta menampakkan wajah gugup kala seorang pramusaji mendatangi meja mereka dengan membawa seluruh pesanan mereka sebelumnya. Bibirnya tiba-tiba mengatup rapat, seolah terkunci sehingga tidak bisa menyuarakan sedikitpun isi pikirannya sekarang.

Canggung!

Hanya ada suara sedotan air smoothies yang dilakukan oleh si pemuda mungil yang telah duduk manis di samping ayahnya itu dengan pandangan yang tak lepas dari orang berlalu-lalang. Agaknya daripada peduli akan keberadaan sosok asing di depannya, mungkin akan lebih baik untuk menatap dunia luar yang sama-sama membosankan baginya.

“Dohoon, kalau saya boleh nanya, kamu sekelas dengan Shinyu? Kali pertama kita bertemu, sepertinya kalian terlihat akrab dimata saya. Tetapi, anehnya Shinyu nggak pernah ngomong ke saya kalau dia punya temen,” ujar pria itu panjang lebar seakan telah menyimpan sekian lama akan pertanyaan yang tengah diutarakannya tersebut.

“Beda kelas, Om. Aku setahun dibawah Shinyu. Cuma bagi aku, Shinyu udah aku anggep sebagai temen,” jawab Dohoon sedikit kelabakan dengan jawabannya sendiri. ‘Tapi, bentar lagi juga gue bakal berhasil bikin posisi lo lengser dihati Shinyu, kok! Tunggu aja tanggal mainnya!’

“Shinyu nggak anggep kamu sebagai temennya?” tanya Seungcheol dengan sebelah alisnya yang terangkat heran.

Tetapi, Dohoon justru merasa panas mendengarnya.

‘Sombong banget, anjir! Maksudnya apa nanya begitu?!’ Dohoon mengangguk kecil. “Ya nggak tahu? Lagian baru kenal juga, wajar kalau Shinyu masih ngerasa belum sepenuhnya percaya sama aku.”

Seungcheol manggut-manggut saja. “Begitu, ya.”

Berbeda lagi dimata Hanjin. Dari setiap untaian kata sebagai bentuk jawaban Dohoon pada pertanyaan yang diajukan oleh Ayahnya, dia bisa menyimpulkan bahwa besar kemungkinan pemuda ini agaknya menyukai Kakaknya. Terbukti dengan wajah masam yang senantiasa ia perlihatkan tatkala Seungcheol lepas pengawasan darinya.

Akan tetapi, benar kata Seungcheol. Meskipun bisa diwajari jika Shinyu enggan bercerita tentang apapun yang ia alami kepada Ayahnya sendiri, akan lebih aneh lagi andai dia juga tak melakukannya kepada Hanjin yang notabenenya adalah satu-satunya keluarga yang tersisa serta sosok yang paling dipercayainya. Padahal tanpa ditanya sekalipun, Shinyu termasuk orang yang paling berisik sehingga rasanya tak ada rahasia yang luput dari pendengaran Hanjin.

Kecuali untuk asumsi yang menyimpulkan jika sebenarnya Shinyu tak pernah serius dalam menanggapi pemuda ini.

“Hanjin, mari pulang.”

Kesadarannya seketika dipaksa naik kala suara lembut Seungcheol yang rupanya telah berdiri dari duduknya sambil melirik ke arah arloji yang melingkar di lengan kirinya. “Ayah harus menemui seseorang. Kamu nggak apa kalau kita pulang sekarang?”

Hanjin mengangguk singkat. “Iya, nggak apa.”

Pria itu lantas tersenyum sembari mengusak lembut rambut putranya itu.  “Jangan lupa kasih hadiah itu ke Kakakmu, oke?” Seungcheol lalu melirik ke arah Dohoon yang tengah sibuk dengan pesanan yang belum sempat ia makan tadi. “Dohoon, terima kasih udah meluangkan waktumu untuk mengobrol dengan saya. Saya harap, kita bisa bertemu lagi lain kali, ya?”

‘Ogah!’ Dohoon tersenyum tipis seraya melambaikan tangannya ke arah dua orang yang mulai pergi meninggalkannya tersebut. “Iya, Om. Hati-hati di jalan.”

“Terima kasih. Kalau begitu, kami permisi,” pamit Seungcheol usai ikut melambaikan tangannya sekilas. Kemudian, berangsur menghilang dari pandangan Dohoon yang seketika langsung menghela napas panjang seolah telah menahan itu sejak beberapa menit berlalu.

“Akhirnya, tuh orang pergi juga!” Dohoon sesegeranya meraup wajahnya tanpa peduli jika sebelumnya tangannya sempat terkena saos sambal dari ayam dipesannya. “Pantesan Shinyu kepincut, pembawaannya aja berwibawa begitu. Mana auranya pekat banget lagi. Gue sampai susah napas saking terintimidasinya, gila!

Selanjutnya, pemuda itu tampak menyandarkan kepalanya pada sandaran kursi. “Berat banget perjuangan gue buat dapetin lo, Shinyu.”

.
[Tbc]
.

mumpung ada nyisa draft, hehe

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

mumpung ada nyisa draft, hehe.

Cloudburst +DoshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang