xii. (SUDDENLY) MEET

154 28 8
                                    

Seharusnya seorang Kim Dohoon tak perlu sampai mengherankan peristiwa yang sebenarnya sudah rentan terjadi diantara hubungan yang cenderung tak pasti. Takutnya, aksinya saat ini justru dipandang tak mengenakkan oleh Shinyu nanti. Apalagi terlepas dari itu, Dohoon sendiri tak tahu entah Shinyu mencintai orang itu atau justru hanya menghendakinya dari segala tetek-bengek berbentuk materil saja.

Tetapi, tetap saja! Seandainya Dohoon mengetahui tentang sepak terjang Shinyu dalam meraih perhatian si pria, dia pastinya mempertimbangkan apakah video dimana pria itu seperti tanpa dosa menggesekkan setiap kartunya demi apapun yang dimau oleh si pemuda yang entah siapa namanya untuk ia adukan kepada Shinyu.

Sebagaimana sekarang dimana Dohoon mati-matian untuk menahan egonya untuk langsung menekan tombol kirim selepas memberikan tanda centang pada video yang ingin dikirimkannya. Padahal dia sampai berangan tinggi karena merasa jika ini adalah kesempatannya untuk mendapatkan Shinyu, walaupun hanya sekedar cuilan atensi semata.

Tidakkah Shinyu akan berpikir bahwa Dohoon adalah ‘pahlawannya’ selepas ini?

Arigatou, Dohoon-kun. Berkat omae, watashi sekarang sudah daijoubu. Kalau gue boleh jujur, kayaknya gue udah mulai omae ga daisuki da. Gimana pendapat omae?

Kontan, Dohoon menggeleng keras setelahnya. “Anjing! Merinding gue!” serunya sampai-sampai menjadikan dirinya sendiri sebagai objek perhatian oleh pengunjung mall yang berlalu-lalang. Telinganya bahkan bisa mendengar akan bisik-bisik antara ibu dan anak yang sepertinya sengaja berniat menyinggungnya.

“Ma, Abang itu kenapa?”

“Efek keseringan main HP itu, Nak.”

Untungnya, Dohoon seakan bertelinga tuli dan cukup dirasa enggan untuk menanggapi.

Membayangkan Shinyu akan berkata-kata menggunakan kalimat nista seperti itu saja sudah membuat semua bulu kuduk Dohoon berdiri tegak. Walaupun Dohoon termasuk satu tipe akan oknum yang dimaksud, tetap saja rasanya cukup aneh untuk menyukai seseorang sebagaimana yang telah ia gambarkan.

Sehingga tiba-tiba, satu fakta masuk ke dalam pikirannya.

“Eh, bener juga. Gue mana punya nomor Shinyu!” Dohoon segera menepuk-nepuk kepalanya. Merutuki akan mengapa dia melupakan satu poin penting dalam rencananya untuk memikat seorang Shinyu. “Goblok, goblok banget. Anak siapa, sih, gue? Bisa-bisanya gue lupa mintain nomor ke dia. Padahal kemaren dia udah kode supaya kita tukeran nomor. Memang kampret kau bedebah sialan!

Dohoon meringis pilu sambil menyandarkan punggungnya pada kaca milik salah satu outlet baju yang menjadi tempat terakhir dimana Sugar Daddy-nya Shinyu bertandang. Dengan wajah yang disembunyikan di atas tempurung lutut yang ditekuk, lagi-lagi menjadikan alasan Dohoon untuk menjadi objek perhatian.

“Kakak yang itu kenapa, sih, Ma?”

“Makanya kamu jangan keseringan main HP biar nggak jadi begitu nantinya!”

Dan untuk yang kedua kalinya pula dijadikan sebagai contoh nyata dari dampak buruk pengaruh era globalisasi yang bagi ibu-ibu dianggap sebagai momok paling menakutkan bagi perkembangan anak-anak mereka kelak.

Yang lebih parah lagi, tak jarang Dohoon mendapatkan uluran tangan yang menyelipkan nominal uang sebesar dua ribu disertai pias memelas. Ayolah!

Padahal Dohoon itu sedang dilanda suatu pilihan yang sulit mengenai perkembangan asmaranya. Mengapa mereka justru tak mengerti dan malah memberinya uang recehan seperti ini? Apakah dimata mereka, Dohoon terlihat seperti pemuda yang tak makan selama dua hari?

“Apaan, sih? Nggak usah, Mbak!” Dohoon menjauhkan tangan yang ingin memberinya uang secara cuma-cuma. Oh, dia tak ingin menerimanya. “Tambahin, deh. Masa dikasihnya cuma dua ribu? Duit parkir aja sepuluh ribu.”

Alih-alih menyetujui dengan memberikan nominal lebih, Dohoon justru dicaci-maki serta dianggap tak tahu diri. Namun, Dohoon juga agaknya sudah terlalu malas untuk peduli. Ada sesuatu yang kini lebih menarik untuk diperhatikan serta dipertanyakan ketika netranya tanpa sengaja bersinggungan dengan si pemilik mata rubah.

“Kamu temennya Shinyu, ‘kan?” ujar pria itu dengan gamblang bertingkah seolah sudah mengenalnya sejak lama.

Maka dengan susah payah, Dohoon hanya mengangguk pasrah. Sembari berusaha meneguk air liurnya yang terasa sudah tercekat ditenggorokan, ia lantas menerima uluran tangan milik pria yang tengah tersenyum hangat kepadanya itu. Tentunya dengan pemuda yang entah mengapa juga ikut memperhatikannya, meski tanpa dibarengi sepatah kata sedikitpun.

“Perkenalkan, saya Seungcheol dan ini Hanjin, anak saya.”

Dengan kaku, ia mengangguk sembari ikut melepaskan tautan tangan mereka sebelumnya. “D—Dohoon,” jawabnya sedikit tergagap.

“Ah, Dohoon, ya? Ingin mengobrol sebentar? Ada yang ingin saya bicarakan tentang Shinyu kepadamu.”

Sialan! Dohoon agaknya akan terjebak hari ini.

.
[Tbc]
.

(Choi) Seungcheol   [-]

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Choi) Seungcheol   [-]

- suamiQu.

.

dah kalean translate mandiri aja, yh. aku lagi gak mud -,-

Cloudburst +DoshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang