x. GENGSI, DONG!

293 39 1
                                    

“Gue rasa, lo lagi dimanfaatin, Doh,” bisik Jihoon tak lepas memperhatikan Shinyu yang tengah memakan lahap hasil traktiran Dohoon di atas meja. “Cakep, sih. Tapi, kalau makannya porsi kuli begini, gue juga mikir-mikir mau lanjut naksir apa nggak.”

Dohoon berdecak sebal. Kemudian, mendorong Jihoon agar beranjak dari kursinya lantaran sedikit merasa terancam akan perkataan Jihoon barusan. Bukankah kalimatnya tadi termasuk tanda jika dia bisa saja menjadi saingan Dohoon selanjutnya?

“Iya, iya! Gue cabut, nih!” Jihoon mendengkus ketika Dohoon mengusirnya untuk yang kesekian kali. “Jangan lupa lo masih ada utang pelunasan PO keychain kemaren ke gue.”

“Inget kok gue, anjir! Nggak perlu lo kasih tau tiap jam juga. Sabar dulu kenapa, sih? Kayak lagi sama siapa aja.”

Sumpah! Dohoon rasanya malu sekali ketika Jihoon mengungkit masalah hutang-piutang mereka tepat di depan Shinyu yang tengah memperhatikan keduanya sambil tak henti-hentinya mengunyah tiap makanan yang masuk ke dalam mulutnya. Bahkan ketika sepeninggalan Jihoon pun, ia masih sempat-sempatnya berteriak perihal hutang tersebut hingga kini menjadi pusat perhatian dari seisi manusia yang ada di kafetaria.

Shinyu tersenyum kecil. Apalagi melihat Dohoon yang sepertinya sudah kelewat malu sekali. “Emang hutang lo berapa?” tanyanya tampak cukup penasaran.

Ia hela napas sebentar sebelum menjawabnya, “Nggak banyak. Cuma karena dia kenal sama tukang jastip-nya, jadinya gue minta talangin DP dulu ke dia. Gue janji bayarnya hari ini, tapi ya entar sore soalnya uangnya lagi kepakai.”

Shinyu seketika manggut-manggut. Kemudian, terkekeh pelan selepas menyadari sesuatu. “Kepakai buat traktir gue sekarang, ya?” terkanya yang justru kian memperburuk suasana hati Dohoon yang langsung saja mengabaikan pernyataan berdasarkan fakta olehnya.

Jangan ditanya bagaimana perasaan Dohoon kala itu. Malu dan murka jelas mendominasi, untungnya Shinyu sedang berada di sana sehingga amarah Dohoon yang sudah menggebu bisa diredam seiring dengan helaan napas berat beberapa kali.

Shinyu juga ‘sedikit’ merasa bersalah karenanya. Keisengan yang dikiranya akan cukup lucu untuk diingat, justru berbuntut akan berkurangnya jatah jajan seseorang. Seharusnya Shinyu bisa melihat dengan jelas bahwa dompet Dohoon kemungkinan sudah dilanda kritis ketika dia pesan macam-macam sedangkan yang membayar malah hanya memesan secangkir es teh. Dari sana saja sudah tampak kesenjangan antar mereka.

Salahnya memang. Gaya hidup Shinyu mungkin terlalu konsumtif untuk Dohoon yang memiliki inisiatif dalam mengelola pengeluarannya sendiri. Akan tetapi, bukan salahnya jika lahir dalam keadaan old money meski dalam kondisi berpecah sekalipun membuatnya tak berpikir dalam menghabiskan harta orang tuanya.

Baginya mungkin yang dikeluarkannya untuk porsi makannya yang besar ini teramat sepele. Namun, bagaimana dengan orang lain?

Baiklah. Ayo, hapus tanda kutip itu!

Shinyu merasa bersalah kepada Dohoon.

“Gue minta maaf, oke? Gue nggak tau kalau lo butuh uang itu bua—”

“Nggak usah dipikirin. Gue bukannya se-ngenes yang lagi lo bayangin sekarang. Uang buat hutang nggak termasuk uang buat traktirin lo ini. Jadi, lo nggak perlu mikirin hal nggak penting itu lagi.” Dohoon merengut. Bibir pemuda itu sekilas tampak maju, terlihat cemberut.

Jangan sampai Shinyu jadi mencibirnya karena mengetahui fakta jika Dohoon sebenarnya tidak punya pegangan lagi untuk mewujudkan bualannya tadi. Sungguh, mengetahui bahwa dia tak sebanding dengan Sugar Daddy milik Shinyu saja sudah membuatnya sakit hati setengah mati. Apalagi ketika Shinyu putuskan untuk menjauhinya karena Dohoon benar-benar tak berdaya tanpa uang pemberian orang tuanya.

Mendengar itu, Shinyu mulai urungkan selaannya. Wajah Dohoon kentara begitu tertekan dalam mencari alasan yang tepat untuk menjawab pertanyaannya. Rasanya seperti berada dalam debat dengan tokoh publik. Apakah Shinyu tampak semengintimidasi itu dimata Dohoon kini?

“Ya udah, deh. Thanks buat traktirannya. Kapan-kapan jangan lupa traktir gue lagi, ya?” Shinyu terkekeh sembari berdiri dari bangkunya. Usai melambaikan tangannya dengan senyum manis terpatri lucu diwajah kecilnya, ia lantas beranjak lebih dahulu di sana.

Dohoon masih bertahan diposisinya ketika kepergian Shinyu telah berlalu beberapa menit berselang. Bahkan ketika pelayan mulai membersihkan mejanya, ia masih menetap ditempat semula.

“Mas,” panggil si pelayan tiba-tiba.

Pemuda itu lantas mengangkat kepalanya. Namun, justru ia dikejutkan melihat wanita itu memberikan beberapa lembar uang ratusan ribu kepadanya tanpa mengatakan apapun. “Kenapa ...” Dohoon tak bisa melanjutkan perkataannya.

“Saya nemuin itu dibawah piring. Jangan teledor naruh duit, Mas. Untung saya orangnya jujur, kalau khilaf dikit aja udah saya embat kali itu duitnya.”

Abai dengan candaan itu, Dohoon hanya fokus memandang lembaran uang tersebut yang telah berpindah ke tangannya. Piring yang dimaksud jelas adalah bekas wadah makan milik Shinyu tadi. Maka sudah jelas jika uang ini adalah kepunyaan Shinyu karena dari awal piring tersebut sebelum berada di sana tak ada apa-apa yang terlihat olehnya.

Sialan,” desis Dohoon frustasi. “Kalau begini caranya, gue berasa udah nggak punya muka lagi buat ketemu lo, Shinyu!”

.
[Tbc]
.

ya ya, aku suka kesalahpahaman yang gak berujung ini wkwkwkksks :D

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

ya ya, aku suka kesalahpahaman yang gak berujung ini wkwkwkksks :D

Cloudburst +DoshinWhere stories live. Discover now