xiv. BAYANG TRAUMA

201 27 0
                                    

“Kak.”

Tanpa menoleh, pemuda itu terdengar hanya berdehem meskipun dengan telinga yang masing-masing tersumbat rapat oleh earphone seraya bersikutat dengan tugas sekolahnya dari meja belajar. Hanjin yang tengah berbaring telentang di atas tempat tidur sambil menyingkirkan buku komik dari wajahnya pun tampak bergeming dengan memposisikan diri untuk duduk menghadap sang kakak. “Tadi pas gue diajak ke Mall, bokap nggak sengaja ketemu sama crush lo.”

Alhasil, Shinyu tanpa sengaja mencoret panjang hasil tulisan tangannya di atas buku selepas mendengar penuturan tak terduga oleh sang adik. “Crush ..., gue?” sahut Shinyu menggunakan sebelah alisnya yang terangkat tinggi.

Hanjin lantas mengangguk singkat. “Kalau nggak salah, namanya Dohoon.”

Maka detik itu juga, Shinyu beranjak cepat dari kursinya. Menyusul keberadaan Hanjin yang tampak ‘terombang-ambing’ di atas ranjang empuknya tatkala Shinyu dengan tergopoh-gopoh bergegas mendekatinya. “M—mereka ngomongin apa?” tanya Shinyu tergagap dengan pias panik miliknya.

“Nggak ada. Basa-basi bentar, terus nggak lama bokap langsung pamit pergi.”

Bokap nggak ngomong apa-apa soal gue anaknya dia, ‘kan?”

Sembari mengernyit lantaran tak sepenuhnya mengerti akan maksud dari kekhawatiran sang kakak saat ini, Hanjin justru menjawabnya dengan gelengan kepala semata. “Bokap nanya dia temen lo apa bukan, terus dijawabnya ‘iya’ kalau menurut dirinya sendiri. Nggak tahu kalau menurut lo, katanya.” Hela napas lega terdengar mengisi keheningan kala itu. “Itu beneran crush lo, Kak?”

Shinyu berdecak. “Bukanlah,” kilahnya. Kemudian, ia putuskan untuk kembali ke tempat semula.

“Tapi, kayaknya dia suka tuh sama lo,” tutur Hanjin sambil mengingat-ingat akan sosok yang ditemuinya tadi sore tersebut. “Cuma aneh aja, nggak jarang gue lihat muka dia kayak benci banget sama bokap. Kenapa ya kira-kira?”

Mendengar itu, tanpa sengaja Shinyu terkekeh geli sampai berangsur tertawa tanpa henti. Hanjin tentunya dibuat melirik, kian keheranan akan perubahan besar ekspresi yang ditunjukkan oleh Shinyu hari ini. Sulit dipercaya, tetapi Hanjin nyaris menyimpulkan bahwa pemuda itu kemungkinan menderita bipolar secara mendadak malam ini.

“Bagian lucunya bagi-bagi, dong, Kak. Gue juga pengen ikutan ketawa,” keluh Hanjin dengan bibir cemberut.

Selang beberapa menit, tampak Shinyu perlahan meredakan tawa gelaknya dengan salah satu jari telunjuk digunakan untuk menyeka air matanya yang sempat keluar akibat terlalu banyak tertawa. “Kapan-kapan gue ceritain ke lo, ya.”

Hanjin hanya merotasikan bola matanya sambil berdecih pelan. “Ya, ya. Tapi, lo beneran nggak ada perasaan sama tuh cowok? Bukannya dia masuk ke tipe lo? Ganteng, lho. Walaupun, kelihatannya rada tengil juga, sih.”

Shinyu tersenyum kecil. “Lo suka?”

“Bukan gitu maksud gue. Cuma ya ..., sayang juga kalau disia-siain. Daripada ngarepin sesuatu yang nggak pasti, bukannya lebih baik kalau lo coba dulu sama yang baru? Toh, kalau cocok tinggal terusin.”

Aduh, enak banget mulut lo ngomongnya. Yang lo bilang ‘nggak pasti’ itu yang mana? Bagi gue, dua-duanya nggak ada bedanya. Sama-sama sesuatu yang nggak jelas akhirnya bakal kayak gimana. Usulan lo tadi malah menjerumuskan gue ke ujung yang lebih rumit lagi, tahu?”

“Gue nggak ngerti,” deru Hanjin dengan kedua matanya yang berkedip berulang kali. Oh! Dia bisa melihat ada jejak kemarahan yang terpancar disorot mata yang wajahnya terlihat begitu datar tersebut

Seketika Shinyu mendesah kasar dan dengan frustasi lantas meraup mukanya sendiri. “Gue nggak mau mengulang cerita yang sama, Zhen. Kalau gue gegabah dengan modal optimis sambil yakin sama perantara jalan takdir, ada besar persentase kalau gue bakal berakhir kayak dua orang yang lagi hidup bahagia sama masing-masing selingkuhannya sekarang.”

Hanjin menghela napas berat. Mereka kembali berakhir dipembahasan dimana akar permasalahan sebenarnya selalu Shinyu todongkan kepada orang tua mereka.

“Jadi, lo mau ngapain? Hidup melajang selamanya? Jangan gila, Kak. Cuma karena orang-orang egois yang lagi menelantarkan kita, bukan berarti lo harus selalu hidup dilingkupi oleh bayangan trauma lo. Masing-masing individu itu punya alur kehidupan yang berbeda-beda. Lo hanya harus yakin kalau lo nggak akan berakhir kayak mereka.”

Selanjutnya, tidak ada obrolan yang cukup berarti lagi untuk Shinyu utarakan. Pemuda itu kini hanya dapat membisu sembari melanjutkan aktivitasnya yang sempat tertunda. Hanjin pun sama diamnya. Dia hanya bermaksud ingin menghindari konflik lantaran merasa bahwa agaknya kakaknya sedang tak begitu stabil untuk berpikir kemungkinan kedepannya.

Dengan begini, Hanjin putuskan untuk ambil opsi sepihak. Dengan maksud ingin menyembuhkan trauma mendalam yang dialami Shinyu sampai sekarang menggunakan Dohoon sebagai perantara utamanya.

Entah itu dengan atau tanpa persetujuan oleh kedua pihak terkait sekalipun.

.
[Tbc]
.

itu lagu yang lagi didengerin shinyu (ama aku sekarang, hehe)

Cloudburst +DoshinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang