Part 72

2.3K 163 16
                                    

Ella dan Callie sedang berada di salah satu objek wisata yang ada di desa ini. Terlihat hamparan pepohonan hijau dari tempat mereka berdiri. Ada ayunan yang terikat di pohon jika ingin menikmati pemandangan sembari berayunan.

Ella hanya mengikuti kemana langkah Callie pergi. Tadi ibunya berpesan untuk terus menjaga Callie.

Kini Callie mendekat ke arah tempat foto yang sudah di sediakan. Callie memposisikan dirinya agar terlihat cantik di dalam foto.

"Ella, sini deh." Ella yang berada sedikit jauh pun mulai mendekat. "Kenapa?" "Fotoin aku dong." pinta Callie dengan senyum manisnya.

Ella yang memang tidak kuat melihat senyuman Callie pun mengangguk.

Ella meraih ponsel milik Callie, memposisikan nya dengan sempurna lalu mengambil gambar Callie beberapa kali.

"Coba diliat dulu," Ella menyerahkan ponsel itu pada Callie. Terlihat Callie yang tersenyum sangat manis ketika melihat hasil jepretannya. "Ih bagus! Bagus banget!" Callie memberikan jempolnya pada Ella.

"Sekarang kamu Ella, ayo! Aku fotoin." Ella kikuk. Ella jarang melakukan hal seperti ini.

Sekarang Ella bingung harus melakukan apa di depan kamera. Haruskah Ella mengeluarkan jurus dua jari? Ella gugup. Apalagi Callie yang sebagai fotografer nya. Bisa bisa mandi keringat Ella setelah ini.

Setelah melewati ketegangan beberapa momen, terjamahnya hampir semua tempat yang ada di desa ini. Ella berhasil membawa Callie untuk berkeliling. Senyum manis itu masih terpatri di wajah cantik Callie.

Sekarang mereka berdua sedang berjalan kaki untuk menuju kedai di depan sana. Tadi Callie mengeluh pada Ella, bahwa dia kehausan.

Ella melirik ke arah langit. Memang posisi matahari sebentar lagi tepat berada di atas kepala mereka. Pantas saja mereka berdua kehausan dan gerah.

Untung saja kedai itu sepi. Jadi mereka berdua bisa bersantai di sana. Kedai itupun tak luput dari pemandangan yang memukau.

"Buk, aku mau es teh satu ya. Kalau kamu Callie? Mau apa?" Mata Callie menyapu hampir semua jenis minuman yang ada di kedai tersebut.

Callie bingung karena ada berbagai macam jenis dan terlihat asing dimata Callie.

"Samain aja deh El," "Kalau gitu es teh dua ya buk."

Mereka berdua kembali duduk diam. Ella tengah asyik melihat pemandangan di depan matanya. Sedangkan pemandangannya sedang memainkan gawainya. Ella sesekali berkedip karena matanya yang perih karena terpaan angin.

"Nih, minuman kalian," 

Adel dan Ashel yang tengah duduk di ruang tamu pun menoleh ke sumber suara. Si tuan rumah datang membawa beberapa minuman dan juga camilan untuk mereka.

Saat berada di rumah Ashel, tadi, Adel memiliki inisiatif untuk mengajak Ashel ke rumah pak Gito. Adel ingin segera membawa Ashel pulang kembali.

Adel berniat untuk mengurus perpindahan mereka. Ya mereka, Adel juga akan mengajak Ella. Supaya Callie ada temannya di rumah. Ashel juga sudah menceritakan tentang Ella kepada Adel. Dan respon Adel sungguh tidak dapat Ashel perkirakan.Adel menerima anak itu dengan lapang dada.

"Waduh pak, ngerepotin terus nih." Adel merasa tidak enak karena beberapa waktu belakangan ini, ia selalu menyusahkan pak Gito.

"Ah tidak apa pak, saya senang kalau bisa membantu." Dari belakang sana, terlihat istri pak Gito yang datang dengan pakaian rapinya. Menghampiri mereka semua dan duduk di sebelah pak Gito.

Adel pun mulai mengutarakan niat kedatangannya. Adel ingin menonaktifkan KTP milik Ashel di desa ini. Pak Gito pun menyanggupinya karena ia selaku kepala desa di sini.

"Aduh, saya nggak menyangka loh kalau Bu Ashel ini istri bapak." Istri pak Gito-Dey-menggelengkan kepalanya, matanya terus menatap Ashel yang sudah berpakaian rapi itu.

Tanpa berlama lama lagi, pak Gito mengajak mereka berdua untuk pergi ke balai desa. Mengurus surat surat yang diperlukan. Ashel pun kini sudah berganti pakaian, menggunakan pakaian Adel untuk sementara waktu.

"Dari banyaknya wisatawan yang dateng, kayaknya cuma saya aja yang problematik ya pak." canda Adel sembari senepuk pundak pak Gito.

"Ah, gak boleh bicara seperti itu pak. Tapi iya juga sih." tawa mereka semakin keras saat mendekati balai desa.

Tangan pak Gito terulur ke samping, meminta mereka semua untuk berhenti melangkah. Dahi pak Gito mengkerut melihat kerumunanyang menutupi akses pintu masuk balai desa. Dengan segera pak Gito mendekat dan mencoba membubarkan mereka.

Mereka yang baru saja tiba dibuat terkejut mendapati Ella dalam kondisi yang sangat memprihatinkan. Ditubuh Ella juga melekat Callie yang sepertinya merasa ketakutan. Callie memeluk erat tubuh Ella yang mulai melemah.

"ELLA!"

"CALLIE!"



Niat yang mereka bawa dari rumah tidak bisa terealisasikan hari ini. Adel dan Ashel memutuskan untuk membawa Ella dan Callie ke rumahnya. Adel menggendong Callie, sedangkan pak Gito membopong Ella.

Ashel membantu membuka pintu rumah sewaan Adel. Adel dengan cepat meletakkan Callie lalu disusul oleh pak Gito. Adel mencoba untuk mencari alat pertolongan pertama yang ada di rumah ini. Sedangkan Ashel mencari baskon dan kain, lalu diberikan air untuk mengompres luka Ella.

"Ya ampun Ella, kok bisa gini sih?" Ella hanya bisa meringis, merasakan lukanya yang ditekan.

"Biasa buk, mereka nuduh aku meras uangnya Callie. Karena tadi aku sama Callie ada beli sesuatu di kedai ujung sana."

Sudah biasa bagi Ella untuk mendapatkan perlakuan kurang mengenakan dari warga lain. Mereka terkejut dengan Ella yang membeli sesuatu yang harganya tidak lazim.

"Astaga, di desa pun ada yang kaya begitu?" tanya Adel dan meletakkan kotak P3K di depan Ashel.

"Iya, pasti ad-"

"HUAA ELLAA!!"

T A K D I R [DELSHEL] ENDWhere stories live. Discover now