Yaudah ... Aku double up ya,
.
.
.
.
."Aku sudah tau semuanya! Aku bukan orang bodoh!" ucap Lion yang segera pergi mengambil pisau yang dilempar Cavero tadi.
Luna bergegas bangun mengejarnya. Sementara Cavero diam memperhatikannya. Dia penasaran, hal nekat apalagi yang akan dilakukan putranya.
"Semuanya salah papa dan anak itu," ucap Lion seraya menatap pisaunya.
"Lion, kita bisa bicara nanti. Mama minta maaf nggak bisa ngenalin kamu ya. Ayo pergi sama mama, tinggalkan pisau itu ya nak," bujuk Luna.
"Pergi kemana? Kalau cuma mau meninggalkanku di panti asuhan atau rumah sakit jiwa, aku tidak perlu. Aku tidak gila!"
"Mama nggak pernah menganggap kamu gila, semua itu cuma karangan paman dan bibi kamu. Mama nggak pernah punya pemikiran seperti itu Lion," rayu Luna.
"Benarkah? Lantas kenapa mama takut padaku tadi? Kenapa mama tidak mau mendekat dan malah bersembunyi dibelakang papa?" tuntut anak itu seraya menatap mata Luna.
"Lion, hentikan omong kosong ini! Letakan pisau itu atau aku benar-benar akan marah kali ini," peringat Cavero.
"Kamu pikir aku takut?" tantang Lion seraya tersenyum mengejek. Ia menatap papanya meremehkan. Sedetik kemudian pandangannya beralih ke Ivander yang menatapnya penuh kebingungan.
"Semua ini salahmu." ucap Lion ke Ivander dingin. Dia menatap Luna kemudian. "Mama, kalau aku singkirkan dia ... Maukah mama tidak pergi meninggalkanku?" tanya Lion lembut. "Biar aku balaskan dendam kakek Silas," ucapnya seraya tersenyum lembut.
Cavero yang mendengarnya seketika meledak. Dia menghampiri Chaselion berniat menghajar anak itu. Namun dengan cepat, Luna menghalanginya, meminta Cavero berhenti agar tidak mendekati Chaselion.
"Berhenti! Jangan macam-macam sama anakku!" ucap Luna tajam.
"Minggir Lunaria!"
"Kamu yang tetap disana!" teriak Luna emosi. "Satu langkah lagi, aku nggak akan tinggal diam," peringat Luna.
Tanpa Luna ataupun Cavero sadari, Lion mendekati Ivan berniat membunuhnya. Hal tersebut untungnya dihentikan oleh Wilhelm. Sayangnya, Wilhelm kalah cepat karena Chaselion menusuk pinggang laki-laki itu beberapa kali.
Wilhelm reflek menampik tubuh Chaselion hingga anak itu jatuh.
Luna yang mendengar suara orang merintih lekas menatap ke sumber suara. Melihat apa yang terjadi pada Cashelion dan Wilhelm, ia sangat terkejut. Luna tidak menyangka putranya akan menusuk orang lain sesadis itu.
Wilhelm terkapar tak berdaya.
Para pengawal Cavero tak ada yang berani mendekat. Mereka bingung antara harus menyelamatkan Wilhelm dan Ivander atau menghentikan Cashelion yang tengah dirasuki iblis itu.
Melihat Cavero yang bahkan tidak berani mendekati putranya, karena nyonya mereka. Para pengawal itu juga tidak berani melakukan apa-apa lagi. Biarlah mereka kena omel nanti, setidaknya itu lebih aman daripada harus dihukum karena menyinggung perasaan nyonya mereka.
Seth mendekati Wilhelm memberikannya pertolongan pertama. Dia juga berusaha membujuk Chaselion untuk berhenti. Namun, anak tersebut tidak peduli.
Cavero tak lagi mendengarkan Lunaria. Dia harus memberikan pelajaran pada Lion agar anak itu tidak mengulanginya lagi.
Lion berniat menusuk Cavero yang berada didepannya seperti tadi. Sayangnya, Cavero mampu menghentikannya. Cavero menggenggam pergelangan tangan Lion erat hingga anak itu berteriak kesakitan.
YOU ARE READING
Trapped in a Psycopathic Novel
FantasyLunaria dalam bahasa bunga memiliki arti kejujuran, ketulusan, dan juga kemakmuran. Seperti arti namanya, ia menjalani hidupnya penuh ketulusan hingga akhirnya bisa hidup dalam keadaan damai dan tenang. Meski orang-orang yang melihatnya mungkin meng...