AB-4

791 98 8
                                    


بسم الله الرحمن الرحيم

*
*
*

Gimana hari kalian? Ada kejadian seru?

_°>,<°_


Seorang pemuda meraih jabat tangan pria bersetelan jas mahal di depannya itu.

"Terima kasih atas bantuannya. Saya tidak tahu apa yang akan terjadi pada putri saya kalau Anda tak menunjukan bukti itu."

Barga menggaruk tengkuknya yang tak gatal. "Sebenarnya, Anda tak perlu mengucapkan terima kasih pada saya. Sudah tugas seorang polisi untuk menangani kasus ini sampai tuntas. Selain itu, bukti yang saya sodorkan itu hasil kejelian mata temen saya. Dia merasa janggal pada orang yang ada di belakang saya."

"Tidak. Anda juga berperan besar, jika Anda tak merekam aktivitas harian Anda. Mungkin putri saya akan mendapatkan hukuman yang tidak seharusnya dia terima." Aedir menyunggingkan senyum tulusnya. "Sekali lagi terima kasih."

Barga mengangguk akhirnya, berlalu pergi untuk kembali bertugas. Merogoh benda pipih dalam saku celananya, Barga mengirim pesan pada temannya yang berada di seberang benua sana.

Barga:

Berkat lo cewek itu selamet, dia nggak bakalan bebas brohhhh ...

Gus Birru menatap lama layar ponselnya. "Alhamdulillah."

Birru:

Semua itu atas petunjuk dari Allah, ana cuma perantara

Barga:

Iya, iya, Gus Birru yang ganteng nanti sholeh😘

Birru:

Ente jangan mulai, Ga. Ana geli, takut ente kerasukan jinnya umat Nabi Luht. Istigfar ente!


Barga tak mampu menyembunyikan tawanya. Aneh temennya satu itu, kadang suka bercanda. Sekalinya di bercandain balik, malahan responnya serius.

_0o0_

Agni berjalan ogah-ogahan di belakang Ayahnya. Memasuki kawasan pesantren, banyak santriwati yang menggeleng melihat penampilan Agni yang sangat berani menurut mereka.

Bagaimana tidak? Agni mengenakan jaket kulit hitam pas badan juga jeans sobek-sobek yang tengah trend di kalangan anak muda. Bahkan sobekannya tidak enak di lihat mata.

Sementara khimarnya, hanya Agni sampirkan di bahunya.

Lain halnya dengan santriwan yang tak bisa menaikan pandangan barang sedetik pun atau harapan mereka bisa buyar karenanya.

Agni menengok ke belakang, saat ekor matanya menangkap dua orang berbadan kekar yang masih mengikutinya seketika ia mengumpat.

Ayahnya benar-benar menyebalkan, ini sama saja ia di penjara. Bahkan jauh lebih buruk karena ayahnya secara tidak langsung membuangnya ke luar kota. Mana pelosok lagi!

Agni sudah membayangkan hidupnya akan bertambah suram di sini. Tak ada ponsel, apa-apa di atur, dan ia tak bisa balapan. Kasihan motor kesayangannya harus pensiun dini.

"Agni beri salam sama Ummi Shafiyah!" Aedir menarik lengan putrinya memasuki Ndalem.

"Salam."

Aedir melotot. "Yang bener ngucap salamnya. Assalamualaikum, cepet ulangi!"

Agni menatap sengit ayahnya. "Udah mending Agni mau salam!" Menyentak tangan Ayahnya.

"Salim. Jangan membantah Ayah."

Agni dengan terpaksa menyalami tangan keriput itu. "Udah?"

"Duduk!" Aedir kembali menyeret putrinya duduk menghadap dua pengurus pesantren itu.

Memutar bola matanya, Agni pasrah saja. Bukan berarti ia kalah. Ini namanya strategi mengalah sampai lawan lengah baru lah ia melangkah.

Agni menguap beberapa kali. Rasanya sangat membosankan. Perbincangan itu tak kunjung usai, membuat Agni tak betah berlama-lama duduk bagikan biksu yang tengah betapa. Pantatnya sudah panas ini!

Tak bisa menunggu lagi, Agni bangkit. "Toilet di mana?"

Aedir menggelengkan kepalanya. Tingkah anaknya yang tidak sopan.

"Agni nanya yang sopan. Ayah nggak pernah ngajarin kayak gitu."

Agni memutar bola matanya, malas. "Oh, iya, Ayah 'kan ngajarin ke Agni buat meninggalin anaknya di jalanan!"

"Agni!" Aedir meremas tangan anaknya itu. Kemudian menatapa penuh permohonan maaf pada pengurus pondok pesantren Darrul Akhyar.

"Dimana?" tanya Agni lagi yang sudah di ambang batas kekesalannya. "Atau perlu gue ancurin nih meja dulu?"

"Yang terdekat dari sini ada di pintu ketiga, sebelah kanan," jelas Ummi Shafiyah.

Saat di luar Agni baru bisa bernapas lega. Anak buah ayahnya tidak mengikuti lagi bagus, tapi tidak boleh lengah.

Nah, kan! Ada yang di tugaskan mengawasinya. Ayahnya benar-benar licik!

"Gue juga cerdik buat nggak ketipu!" Agni yang berhasil memanjat tembok, menggapai ventilasi toilet pun tanpa basa basi melompat ke luar.

Memastikan tak ada yang melihat aksinya, ia melanjutkan mengendap untuk kabur. Berlari sekencang mungkin agar tak ada yang berhasil menjeratnya di sini, Agni sampai tak memperhatikan arah.

Bruk!

Kertas yang Salwa pegang melayang bersamaan dengan jatuhnya barang dari seseorang yang di tabraknya.

"Kalo jalan tuh pake mata?!!" sentak gadis berpenampilan tomboi.

"Emang bisa jalan pake mata? Kok Salwa belum pernah liat?" tanya Salwa kelewat polos.

"Au ah, gelap! Minggir lo, gue pen lewat!"

"Agni!!" Teriakan itu membuat Agni kalang kabut.

"Sial!"

Ternyata ada yang berhasil mengejarnya.

"Minggir!" Agni menyingkirkan gadis bodoh yang di tabraknya itu.

Salwa yang tak siap jatuh dan refleks menarik celana Agni. Hingga keduanya sama-sama terjerembab ke tanah.

"Anjim! Apa-apaan sih, lo, pake narik-narik gue segala!"

"Maaf, Salwa nggak sengaja. Abisnya kamu nabrak Salwa duluan."

"Kalo nggak mau gue tabrak ya, minggir!"

"Salwa 'kan nggak tahu. Lagian kamu ngomongnya cepet banget. Salwa susah cernanya."

"Bacot!" Agni segera bangkit. Pandangannya terus terarah ke depan. Melihat gerbang pesantren kurang dari satu meter lagi.

"Bantuin Salwa," pinta Salwa seraya mengulurkan tangannya.

"Berdiri aja sendiri!" Agni berbalik. Berniat melanjutkan niat kaburnya.

Tak sesuai ekspetasi, rencanya gagal total. Pasalnya, seorang lelaki bernetra tajam telah menghadangnya.

"Mau kabur?" Gus Ghaazi berkacak pinggang di hadapan dua santriwatinya itu.

Agni mengumpat pelan.

"Dia yang mau kabur!" Agni menunjuk Salwa.

Gara-gara gadis itu rencana kaburnya gagal. Jadi bukan salah Agni jika menyeretnya dalam hukuman.

__________

Tbc.

Buat yang besok puasa semangat!!! Dan yang hari ini udah puasa, ini hadiah buat kalian😘

Jangan lupa baca Al-Qur'an dan tetap semangat!!

Jazakumullah Khairan Khatsiron.

AGBIRWhere stories live. Discover now