AB-5

645 95 14
                                    

بسم الله الرحمن الرحيم

*
*
*

Gimana puasanya sejauh ini? Lancar? Apa udah ada yang bolong?

Kangen Agbir nggak?

_°>,<°_

"Kamu lagi, kamu lagi! Apa kamu ndak bosen di takzir trus sama ana?" Nurra menepuk-nepukkan rotan kecil itu ke sebelah tangannya.

Agni memutar bola matanya, malas. "Makanya ganti aturan kolot itu!"

Nurra ganti berkacak pinggang. "Kolot? Itu peraturan yang buat Kyai Ghaffar! Jangan asal ngomong kamu! Lagian peraturan di buat supaya santri bandel modelan kamu nggak berkembang biak?!"

Agni mengangkat tangannya, menutup telinganya sebelum mengeluarkan darah akibat terlalu sering mendengar ceramah yang sama setiap harinya dan tak pernah ia dengar atau bahkan terapkan.

"Agni, turunkan tangan kamu! Ndak sopan banget, ana lagi kasih wejangan di dengerin, bukannya di tutup!"

"Males. Suara lo fals, bikin telinga gue kebakar!"

Nurra membelalak matanya. "Heh! Ngawur kamu! Telinga kamu aja yang bermasalah. Banyak setannya, makanya denger ceramah dikit langsung panas!"

"Ukhty Nurra, sudah cukup. Sebaiknya kita disiplinkan mereka secepatnya. Jika tidak, mereka akan terlambat ke sekolah." Teman Nurra yang juga bertugas sebagai keamanan pondok angkat suara.

"Astagfirullahalladzim, afwan Ukhty Mar. Ini Agni mancing ana trus buat marah-marah." Nurra memberikan tatapan tajamnya pada Agni sebelum memberikan hukuman pada mereka.

"Cepat bersihkan lingkungan pesantren, batas waktu kalian sampai jam setengah tujuh! Jika ada yang ketahuan tidak melaksanakan hukuman, maka sepulang sekolah kalian akan mendapatkan hadiah tambahan. Mengerti?"

"Na'am, Ukhty!" Serempak mereka menjawab, sesudahnya masing-masing bergegas mengambil alat kebersihan.

Agni berjalan ogah-ogahan. Untuk kesekian kalinya, ia terlambat bangun pagi dan alhasil, mendapat hukuman lagi.

Sudah beberapa kali ia mencoba kabur dan tetap saja gagal. Gadis kelewat oon yang di temui nya waktu itu selalu memergokinya.

Agni melempar sembarangan alat pel di tangannya. "Ngapa gue jadi kek babu di sini!"

"Dikit-dikit suruh ngepel, dikit-dikit suruh nyapu, hadehhh ... romusa nih, romusa!"

"Syttt ....!" Seorang santriwati senior yang tengah mengawasi, memelototi Agni dari luar kamar mandi.

"Agni, jangan berbicara di kamar mandi. Apa kamu lupa apa yang sudah Ustadzah Marwah ajarkan?"

Agni dengan tidak sopan nya, mengepel ke arah santriwati senior itu. Hingga airnya memercik mengenai gamis.

"Astagfirullah, Agni?!" Santri senior itu mengusap-usapnya. Namun tetap saja noda kecokelatan itu terlihat jelas di gamis putihnya.

"Ups, kena ya? Cepet deh bersihin, ntar macet nggak bisa ilang lagi tuh noda di baju."

"Awas, ya kamu!" tunjuknya pada Agni sebelum berlalu pergi.

Bibir Agni bergerak mengikuti seniornya itu yang mendumel barusan. Terpaksa melanjutkan kegiatan hukumannya, otak Agni pun terus bekerja memikirkan banyak cara untuk segera kabur dari pesantren.

Teriknya sinar mentari telah berganti  lembutnya cahaya rembulan. Agni yang tengah membantu abdi ndalem membereskan ndalem tak henti menatap jam dinding yang jarum pendeknya sudah sampai pada angka delapan.

AGBIRTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang