12

77 16 3
                                    

"Pagi Lily,"sapa hangat Astalian.

Lavelyn yang baru saja memencet tombol lift seketika menolehkan pandangan. "Lily siapa? Nggak ada karyawan yang namanya dia."

"Nama panggilan gue buat lo,"ucap Astalian.

Lavelyn menarik seutas senyum. "Masih pagi Astalian. Jangan bikin aku malu."

"Kenapa? Udah geer belum jadi cewek idaman?"tanya Astalian.

Lavelyn mengangguk. "Aku pasti selalu geer karena aku yakin pasti akan jadi cewek idaman kamu."

"Ajarin dong,"pinta Astalian.

Lavelyn mengerutkan dahi. "Ajarin apa?"

"Ajarin untuk punya sikap percaya diri supaya benar-benar bisa jadi cowok idaman lo,"ungkap Astalian.

Lavelyn menutup wajahnya dengan kedua tangan. Astalian yang sudah mengetahui apa yang akan gadis di sampingnya ini lakukan, segera saja menutup telinga. Setelahnya Lavelyn berteriak histeris mengikuti langkah mereka masuk ke dalam lift.

"Aaa ya ampun! Kamu nggak perlu banyak berusaha. Diam aja udah jadi cowok idamanku,"ucap Lavelyn terdengar sangat gombal.

Astalian hanya mampu terkekeh ringan. "Iya, Lily. Gue memang cowok idaman lo. Secara gue setampan ini. Ya kali lo nggak kepincut sama pesona gue."

"Eh? Kamu beneran Astalian? Nggak lagi mabuk kan? Sakit gitu? Atau jangan-jangan, kamu nyamar jadi Astalian ya? Ngaku nggak!"

Astalian menepuk puncak kepala Lavelyn. "Gue Astalian. Salah kalau gue percaya diri? Bukannya ini yang lo mau? Kita akan jadi cocok kalau gue setara sama lo. Setara dalam hal kepercayaan diri. Benar kan, Lily?"

"Nanti kita makan siang bareng di luar. Semangat kerjanya Lily,"sambung Astalian.

Pintu lift terbuka dan Astalian keluar lebih dulu. Lavelyn hanya bisa menempelkan tangan di pipi. "Ya ampun benar-benar cowok idaman gue. Pasti ini karena pesona gue kemarin di lapangan tenis. Makanya Astalian berubah drastis gitu. Ah, gue sama dia memang dilahirkan untuk berjodoh."

.

.

"Gimana? Udah lakuin apa yang gue suruh?"

Astalian mengangguk. "Udah. Tetapi, asli gue malu banget. Takut kelihatan canggung."

"Maka dari itu gue minta lo terbiasa. Lo sendiri yang ngebet deketin Lavelyn. Jadi harus belajar cara menyenangkan hatinya sekaligus menumbuhkan rasa cinta di hati lo."

"Makasih, kak. Gue nggak tahu lagi kalau bukan ilmu dari lo. Mungkin sampai sekarang gue akan nggak berani deketin Lavelyn,"ucap Astalian pada kakaknya lewat sambungan telfon.

"Nanti makan siang, lo praktekin yang udah gue ajarin kemarin malam. Masih ingat kan?"

Astalian mengangguk. "Gandeng tangan Lavelyn sepanjang masuk ke restoran, kasih kursi buat dia duduk, dan usap sudut bibirnya selesai makan."

"Adik pintar. Tetapi, lo yakin bisa ngelakuin adegan terakhir? Otomatis lo bakalan natap matanya."

"Akan gue coba, Kak. Ini demi diri gue sendiri. Gue mau ngelawan rasa sakit itu,"ucap Astalian.

"Gue yakin Lavelyn adalah orang yang tepat. Lo harus sungguh-sungguh sama dia."

Astalian berdehem. "Dari awal gue memantapkan diri untuk mulai membalas perasaannya. Dari situ gue sungguh-sungguh akan selalu ada sama dia, Kak. Gue nggak akan tega nyakitin cewek yang cintanya habis hanya untuk gue."

"Bahagia ya, Asta? Temukan cinta sejati lo."

Klik.

Astalian meremas kedua tangannya kuat. Memperhatikan layar ponselnya dimana dia, Marvin, dan Papanya tersenyum cerah. "Gue pasti akan bahagia. Gue pasti bisa hilangin luka itu. Hanya Lavelyn dan untuk Lavelyn."

Cinta Cowok Idaman!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang