26

81 14 15
                                    

"Kalau aku hanya jadi luka untuk
hidup kamu, silahkan pergi."

***


"Mmaaf,"lirih Astalian menundukkan kepala tidak kuasa menahan air matanya.

Seseorang tersebut menepuk pundak Astalian. "Nggak semua masalah bisa lo selesaikan sendiri. Nggak papa membagi luka itu. Semua orang sayang sama lo, Asta. Nggak ada yang ingin lo berjuang sendirian."

"Gue bingung, Sel. Bingung harus mulai darimana untuk jujur. Gue terlalu takut,"ucap Astalian.

Ya, seseorang tersebut adalah Ansel. Ia sengaja mengikuti mobil Astalian untuk mengetahui lebih lanjut seberapa jauh keterkaitannya dengan Serena. Sungguh, Ansel tidak pernah bermaksud apapun apalagi sampai melebih batas. Ia hanya ingin mengetahui apa yang sebenarnya terjadi dan berniat mengungkap semuanya. Itu pun atas izin Astalian.

"Mulai jujur sama keluarga lo sendiri. Jangan buat keputusan sepihak. Om Jeremy dan kak Marvin harus tahu semuanya. Setelah itu, lo jujur sama Lavelyn. Jangan nunggu Lavelyn duluan yang tahu semuanya, Asta. Lo nggak mau kan kehilangan dia?"

Astalian menggeleng. "Gue nggak mau. Nggak akan pernah bisa kehilangan. Gue sayang sama Lavelyn."

"Setelah ini, jernihkan pikiran lo. Kasih waktu sebanyak mungkin untuk pikirin semuanya. Paling nggak, setelah Astama Fair selesai. Lo bisa bicarain ini dengan keluarga. Paham?"

Astalian mengangguk. "Makasih, Sel. Maaf gue nutupin semuanya. Tetapi, serius gue nggak ada hubungan apapun sama Serena. Gue hanya membantu dia dari siksaan Mama."

"Gue tahu kok. Mendingan lo pulang. Biarin gue yang jaga Serena di sini,"ucap Ansel.

Astalian menghela nafas. "Iya memang harusnya lo yang jagain dia. Gue titip Serena ya? Nanti gue kasih alamat Apartemen Serena. Lo anterin dia. Kalau bisa, lo jangan berhenti deketin Serena. Jangan kasih dia celah untuk deketin gue lagi."

"Itu pasti,"jawab Ansel tersenyum simpul.

Astalian memeluk Ansel dan menepuk-nepuk punggung belakangnya. "Thanks, bro. Gue banyak hutang budi sama lo."

"Nggaklah. Gue kan sahabat lo. Lo selalu ada buat gue. Ya, gue pun begitu. Jangan sungkan minta bantuan. Gue selalu di pihak lo, Asta,"ujar Ansel.

IGD

Ansel berjalan memasuki ruangan IGD. Mencari keberadaan Serena yang ternyata berada di bagian pojok kanan sedang mengerang kesakitan dengan tangan kanan yang diperban. Segera Ansel berjalan menghampirinya.

"Lo nggak papa?"tanya Ansel dengan raut wajah khawatir.

Serena menatapnya lekat. Alisnya mengkerut, kebingungan dengan kehadiran Ansel. Seharusnya Astalian yang menghampirinya ke sini. "Ngapain lo di sini? Asta mana?"

"Asta minta gue jagain lo. Jadi, lo nggak boleh protes,"ucap Ansel.

Serena berdecak kesal. "Kenapa sih lo selalu aja jadi celah diantara gue dan Asta? Nggak bisa gitu biarin gue bahagia?"

"Lo bisa bahagia tanpa Asta. Mending gue anterin pulang. Tadi gue udah tanya suster lo udah bisa pulang. Ada obat dari apotek yang harus lo minum untuk redain sakit,"ucap Ansel.

Serena terperanjat kaget saat tubuhnya di gendong oleh Ansel berjalan keluar dari ruangan IGD. Semua pasang mata melihat mereka dengan tersenyum. Membuat Serena mengerang kesal. Hal itu tidak luput dari pendengaran Ansel.

"Nggak usah kesel gitulah. Gue tahu lo nggak punya cukup tenaga untuk jalan. Jadinya gue gendong aja. Lagian gratis kok. Gue nggak perlu bayaran,"goda Ansel sembari menaik-turunkan alis.

Cinta Cowok Idaman!Where stories live. Discover now