25

85 11 9
                                    

"Nggak semua hal dalam hidup harus jadi tanggung jawab orang lain."

***

"Sumpah gue deg-degan parah hari pertama Astama Fair,"ucap Kairi tidak berhenti mengusap kedua tangannya gugup.

Nayara menepuk-nepuk pundak kiri Kairi, memberi kobaran semangat. "Gue yakin kita bisa buat event ini sukses. Pastinya dengan dukungan calon CEO perusahaan travel kita."

"Ngomong-ngomong, Astalian kenapa nggak hadir di acara pembukaan ya? Padahal ini momen penting buat dia memperkenalkan diri sebagai CEO baru,"ujar Kairi bingung.

Ansel tersenyum. "Lo kayak nggak tahu Asta aja. Dia demam panggung. Nggak bisa lihat banyak orang. Makanya dia minta Lavelyn untuk gantiin posisinya."

"Oke ini bisa di maklumi. Tetapi, sampai jam segini dia belum juga datang. Padahal seminar bisnis tour & travel berkelanjutan, satu jam lagi di mulai. Astalian termasuk narasumber yang mengisi materi,"ucap Nayara.

Kairi mengangguk. "Gue nggak paham. Kenapa akhir-akhir ini Asta seakan berubah. Biasanya dia nggak pernah telat atau ngalihin pekerjannya."

"Mungkin ada hal lain yang lagi dia urus. Gue akan terus hubungi Asta. Lo pantau terus semuanya."

Ansel menjauh dari kerumunan dengan berjalan keluar area event. Ia segera mengeluarkan ponsel, menghubungi Astalian. "Asta, angkat telfon gue."

.

.

"Eh?"Ansel melihat mobil Astalian baru saja berhenti.

Ia terkejut bukan main saat melihat di kursi kemudi ada Serena keluar dari dalam mobil Astalian. Keduanya saling melamparkan senyum dan berpisah arah. Ansel meremas kuat tangannya.

Segera Ansel berjalan menghampiri Serena yang melewati area belakang. Pergelangan tangan kiri Serena langsung saja ia tarik, membuatnya sontak kaget dan reflek berteriak. "Ansel! Lo ya ngagetin gue tahu nggak!"

"Ngapain lo keluar dari mobil Asta?"tanya Ansel dengan wajah yang penuh dengan amarah.

Reaksi Serena justru tersenyum. Ia melipat kedua tangannya. "Kenapa? Nggak boleh gue berangkat bareng Asta? Nggak lupa kan—kalau gue masih jadi karyawan di perusahaannya?"

"Lo nggak lagi buat ulah, kan? Gue nggak mau ada pengkhianat apalagi sampai mengorbankan perasaan Lavelyn,"ungkap Ansel.

Serena bertepuk tangan. Ia mengalungkan kedua tangannya di belakang leher Ansel. Mendekatkan wajah di telinga kanannya seraya berbisik. "Gimana sama perasaan gue?"

"Lo masih ada gue, Serena,"ujar Ansel dengan tatapan sendu.

Serena menggeleng. Ia mengusap pipi kanan Ansel. "Gue maunya Astalian. Jadi, jangan halangi gue ya?"

"Sebelum terlambat, gue mohon jangan ganggu hubungan mereka. Buang perasaan lo ke Astalian. Masih ada gue. Gue janji, akan lebih baik dari Astalian. Pliss, lo jauhin Astalian ya?"pinta Ansel.

Plak!

Tangannya yang mengusap lembut pipi Ansel berubah menjadi sebuah tamparan. Mata Serena menajam. "Ansel, gue udah peringatin lo untuk nggak usah bawa perasaan. Sampai kapan pun, lo nggak akan bisa milikin gue. Cowok yang gue suka itu Asta."

"Tetapi, Asta punya Lavelyn. Harusnya lo sadar itu. Mereka sebentar lagi menikah. Jangan ganggu!"

Serena mengangkat bahunya acuh. "Nggak mau ah. Gue udah setengah jalan, masa berhenti gitu aja? Lagian sayang banget udah nyusun rencana."

Cinta Cowok Idaman!Место, где живут истории. Откройте их для себя