24

79 10 25
                                    

Astalian meneguk habis satu gelas air putih. Di pagi yang cerah ini, ia berencana untuk lari pagi di sekitar rumah bersama keluarganya. Tepukan lembut di pundak ia dapatkan dari Felisha yang sudah resmi menjadi Kakak Iparnya.

"Pagi Kak,"sapa Astalian hangat, menoleh dengan tersenyum.

Felisha menyandarkan tubuh ke pantry sembari menatap Astalian dengan mata menyipit. Astalian jadi bingung sendiri. Kenapa Kakak Iparnya pagi-pagi sekali sudah menatapnya seperti ini. Jangan-jangan, Felisha suka lagi dengannya.

Bisa bahaya jika begini caranya.

Astalian harus meluruskan semuanya.

"Kak, sebelum makin jauh. Gue mau lo sadar. Gue emang ganteng. Tetapi, tidak untuk lo genitin apalagi lo tatap. Cukup Kak Marvin aja yang lo cintai sebagai suami,"ucap Astalian.

Felisha mencebikkan bibir. Bisa-bisanya Adik iparnya ini malah kepedean. Padahal ia menatap Astalian sebab ingin mengintrogasi tentang sikapnya kemarin bersama Serena.

"Pede gila lo. Gue juga sadar kali punya suami. Gue natap lo tuh mau tanya sesuatu,"timpal Felisha.

Astalian terkekeh ringan. Ia menggaruk belakang kepalanya yang sebenarnya tidak gatal. Ya, anggap saja menutupi rasa malunya karena sudah berani dengan begitu percaya diri menganggap bahwa Kakak iparnya mempunyai rasa padanya.

Ya, Astalian dasarnya kalau soal tampang memang percaya diri. Bahkan ia mengakui jika 100% ia terdeteksi memiliki ketampanan di atas rata-rata. Tidak heran jika banyak perempuan akan jatuh hati padanya. Termasuk Lavelyn yang begitu tergila-gila.

"Soal apa?"tanya Astalian.

Felisha melipat kedua tangannya. "Lo ada hubungan apa sama Serena? Jawab jujur tanpa kebohongan."

"Kemarin lo hanya salah paham. Gue kira tuh Lavelyn. Makanya gue peluk dan cium rambutnya. Gue kasih bucket bunga juga. Untung ada lo, Kak. Kalau nggak sampai akhir gue nggak akan sadar itu Serena,"ungkap Astalian yang kali ini benar-benar jujur.

Felisha menaikkan alis. "Bisa ya lo nggak sadar sama tubuh calon istri lo sendiri? Waktu meluk, masa iya lo nggak bisa bedain wangi parfumnya gitu? Wangi rambutnya? Pundaknya? Atau apa deh gitu pasti ada perbedaannya."

"Sumpah postur tubuh Serena sama dengan Lavelyn, Kak. Bahkan wangi rambut dan parfumnya sama dengan yang biasa Lavelyn pakai. Makanya gue nggak sadar kalau itu bukan Lavelyn. Gue bersumpah banget nggak bohong. Beneran gue ngiranya kemarin Lavelyn. Kalau gue tahu itu bukan Lavelyn, pasti gue bakalan lepas pelukannya,"sahut Astalian.

Felisha hanya bisa menggelengkan kepala. "Oke gue bisa ngertiin masalah wangi-wangian dan postur tubuh. Kalau pelukan? Masa nggak bisa bedain rasanya meluk? Jangan bilang lagi rasa meluknya sama dengan biasa lo peluk Lavelyn."

"Asli gue nggak mikir ke arah situ, Kak. Gue main peluk aja tanpa bisa bedain,"timpal Astalian.

Felisha menjewer telinga kanan Astalian. Seketika lelaki itu meringis kesakitan. "Kak, sakit. Lepasin dong. Gue minta maaf. Nggak lagi-lagi kayak gitu."

"Cowok aneh. Cowok berengsek. Cowok nggak jelas lo! Masa nggak bisa bedain rasanya meluk cewek sendiri sama meluk perempuan lain. Awas aja ya lo ketahuan meluk Serena lagi. Gue bakal aduin ke Lavelyn. Bodo amat di ancam sama tuh cewek lampir!"sungut Felisha.

Astalian mengusap telinganya yang sudah tidak di jewer lagi. "Hehe maaf. Nanti gue belajar buat bisa bedain rasanya meluk cewek yang di cintai sama yang nggak."

"Oh, lo mau berniat meluk Serena lagi gitu? Iya?"tanya Felisha dengan mata menyalangnya.

Astalian menggeleng cepat. "Nggak, Kak. Sumpah nggak. Mau meluk Lavelyn aja."

Cinta Cowok Idaman!Where stories live. Discover now