Hampir Tercyduk

48.6K 507 2
                                    

PESONA PAMAN SENO| Hampir Tercyduk

Seno dan Rindu saling berpandangan begitu mendengar suara ketukan pintu. Dengan raut panik keduanya segera membenahi penampilan mereka.

Rindu dengan cepat memungut kaos dan penghalang yang sempat Seno buang di lantai. Memakainya dengan cepat dan asal-asalan. Dia lalu mengambil posisi duduk di atas sofa dengan ponsel yang ada di tangannya. Sedangkan Seno segera membuka pintu setelah melihat Rindu telah rapi.

"Ya? Oh kamu, Doni. Baru datang?" tanya Seno berusaha untuk bersikap tenang.

Doni, salah satu karyawan yang bekerja di bengkel Seno hanya mengangguk kecil. Netranya lalu beralih menatap sosok Rindu yang tengah duduk di sofa sembari bermain ponsel. Gadis itu sama sekali tidak meliriknya.

"Begini, saya.."

Seno mulai berbicara pada Doni sembari berjalan keluar dari ruangannya. Membuat pemuda itu mengikutinya dari belakang setelah mencuri pandang ke arah Rindu yang masih cuek.

Seno mengatakan jika dirinya baru saja mengecek gudang. Dan meminta Doni untuk membeli beberapa peralatan dan bahan untuk persediaan di bengkel mereka.

Setelah urusannya bersama Doni selesai, Seno kembali masuk ke dalam ruangannya. Dia mendapati Rindu yang tengah berbaring di atas sofa dengan ponsel yang tergeletak di atas dadanya. Ketika Seno berjalan mendekatinya, dia melihat kedua mata gadis itu tertutup rapat dengan napas yang teratur.

Seno terkekeh menyadari jika Rindu jatuh tertidur. Namun sedetik kemudian raut wajahnya berubah muram. Mengingat apa yang telah dia lakukan di belakang Hanum bersama Rindu.

Langkah Seno yang hendak mendekat ke arah Rindu terhenti. Pria itu memilih untuk mendudukkan dirinya di kursi kebesarannya. Dan menatap langit-langit ruangannya dengan pandangan berkecamuk.

Tidak seharusnya dia berbuat seperti ini. Tapi Seno tidak bisa membohongi dirinya jika dia begitu tertarik dengan sosok Rindu. Gadis muda berparas cantik dan bertubuh aduhai yang selalu memenuhi pikirannya.

Seno tidak hanya melihat Rindu dari fisiknya saja. Tapi juga dari kepribadiannya yang lemah lembut, perhatian dan polos. Satu kata itu membuatnya tanpa sadar terkekeh. Mengingat bagaimana polosnya Rindu yang diam saja ketika dia bertindak.

"Maaf, Hanum. Sepertinya aku mulai tertarik dengan keponakanmu." gumam Seno sembari menatap lekat gadis cantik yang tengah terlelap di atas sofa ruangannya.

Seno lantas beranjak dari kursinya. Dengan langkah ringan dia mendekati Rindu dan berjongkok di depan gadis itu. Tangannya terulur menyingkirkan helaian rambut yang menutupi wajah cantik Rindu.

"Kamu cantik sekali, Rin. Sampai membuat pria tua sepertiku bisa terjerat gadis muda sepertimu." Seno bergumam sembari mengelus lembut pipi chubby Rindu.

Netra jelaganya kemudian beralih menatap bibir ranum gadis itu yang setengah terbuka. Gejolak di dalam diri Seno kembali muncul. Seperti ada desakan tak kasat mata yang menginginkan dirinya untuk merasakan benda lembut itu.

"Tidak-tidak. Aku tidak boleh melakukan ini." Seno mulai berdebat dengan pikirannya sendiri.

Pria itu cepat-cepat menarik tangannya dari wajah Rindu dan mundur perlahan hingga punggungnya menabrak meja kerjanya sendiri. Menimbulkan bunyi yang cukup untuk membuat tidur Rindu terusik.

Engh..

Lenguhan samar terdengar menyapa indra pendengaran Seno. Pria itu buru-buru bangun dan kembali mendudukkan dirinya di tempat semula. Mencoba untuk bersandiwara seolah dia tengah sibuk dengan pekerjaannya.

Benar saja, beberapa detik kemudian kedua mata Rindu terbuka. Gadis itu tampak terdiam sejenak sebelum mengedarkan pandangannya ke segala penjuru ruangan. Dan baru mengingat jika dirinya masih berada di dalam ruangan pamannya.

Pesona Paman SenoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang