56. Consequence

2.7K 170 13
                                    

Jangan lupa koreksi jika ada typo!

Happy reading❤️

🦋🦋

"Apa orang tuamu tidak pernah mengajari soal sopan santun?! Apa yang kau lakukan pada putri cantikku tadi?! Dia sampai harus dibawa ke rumah sakit sekarang!"

Liana Rashwan–ibu Lavianne Rashwan memaki Luna dengan kata-kata menohok sekaligus tidak sopan di dengar. Berkali-kali Zevana menegur Liana, tapi wanita itu sangat keras kepala.

"Nyonya Rashwan, bisakah Anda menjaga sikap dan berbicara yang sopan pada anak kecil? Tunggu sampai orang tua Luna datang terlebih dahulu, baru kita selesaikan masalah ini secara baik-baik!" keluh Zevana.

"Tadi Lavienna mengataiku tidak punya ayah dan anak haram. Tapi, kenyataannya tidak begitu, Mrs.. Aku punya ayah!" cicit Luna yang sedari tadi diam saja. Sekarang, gadis itu jadi tahu dari manakah sifat menyebalkan Lavienna berasal.

Liana terkekeh remeh. "Kau memang tak punya ayah! Kau itu anak haram dan ibumu seorang pelacur!" sergahnya.

Tanpa aba-aba, Zevana langsung menggebrak meja dan membuat semua orang yang berada di sana terlonjak. "Jika Nyonya Rashwan masih tak bisa tenang, saya tak segan-segan akan mengusir Anda secara tidak hormat dari sini! Sa–" (ucapan Zevana terpotong karena kedatangan seseorang dari arah pintu).

Mata Zevana seketika membulat saat melihat orang tersebut. Liana yang penasaran, ikut melihat ke arah pandang guru TK itu. Tiba-tiba, wanita itu pun juga melakukan hal yang sama dengan Zevana.

"Tuan Hugo? Ada ur–" Belum sempat Liana meneruskan ucapannya, Luna tiba-tiba berteriak sambil menangis dan berlari ke arah Hugo.

"Daddy! Bibi jahat itu dan anaknya mengataiku tidak punya ayah dan anak haram. Dia tadi juga memarahiku habis-habisan dan menyebut mommy pelacur!" adu Luna yang sudah berada di gendongan Hugo. Gadis itu menangis histeris.

Atmosfer dalam ruangan itu seketika mencekam. Tatapan Hugo menghunus tajam ke arah Liana, seperti singa yang hendak menerkam mangsanya. Aura pria itu sangat menakutkan sekarang. Bahkan, Zevana sampai tak berani berkata-kata.

Semua orang tahu siapa Hugo. Dia bukan orang yang penuh akan belas kasihan pada orang lain, apa lagi untuk orang yang sudah menyakiti keluarganya. Pria itu bahkan tak segan untuk membuat kehidupan orang tersebut beserta keluarganya sengsara.

Hugo menunjukkan senyum licik ke arah Liana. "Nyonya Rashwan sangat berani sekali mencari gara-gara denganku. Kau berani menyebut putri kandungku sebagai anak haram. Bahkan, kau juga berani menyebut istriku sebagai pelacur!" desisnya pelan.

Liana sekarang benar-benar ketakutan. Kedua kakinya tiba-tiba seperti jeli. Namun, itu belum sebanding setelah Hugo kembali membuka suaranya.

"Tunggu saja kabar baiknya. Hm, aku juga tiba-tiba berpikir untuk memberi keluarga Rashwan sebuah hadiah," imbuh pria itu. Senyum licik juga masih terpatri di bibirnya.

"Tu–tuan, mohon untuk tenang sebentar. Kita bisa menyelesaikan masalah ini secar–" (ucapan Zevana terpotong setelah Hugo melempar sebuah dokumen ke atas mejanya).

Zevana langsung membaca dokumen tersebut. Matanya seketika melotot. Dokumen yang dilempar Hugo tadi merupakan dokumen perpindahan sekolah. Bahkan, dokumen itu sudah dibubuhkan tanda tangan yang sah oleh kepala sekolah.

"Ini adalah kali terakhirnya kedua anakku menginjakkan kaki di sekolah ini. Setelah ini, mereka akan kupindahkan ke sekolah yang lebih ramah dan anti akan perundungan," beber Hugo. Lantas, pria itu berjalan keluar dengan menggendong Luna tanpa berpamitan pada Zevana ataupun Liana.

Jantung Liana semakin berdetak kencang. Dia tak memikirkan konsekuensi atas tindakannya sendiri. Karir dan perusahaan suaminya sedang terancam sekarang.

Liana hendak mengejar dan menyusul Hugo. Namun, dua orang pengawal bertubuh besar menghadang jalannya. Mereka berdua diperintahkan Hugo untuk mencegat Liana karena pria itu tahu kalau wanita tersebut akan mengejarnya.

"Ku–kumohon, aku harus bertemu dengan Tuan Hugo! Aku ingin meminta maaf atas kesalahpahaman yang terjadi," pinta Liana sambil memohon. Namun, kedua pengawal tanpa ekspresi itu hanya bergeming. Mereka tak mau buang-buang tenaga hanya untuk berbicara pada wanita yang dandanannya mirip sekali dengan boneka parade. Sangat menggelikan!

🦋🦋

Kening Bella mengernyit seraya melihat ke arah ponselnya. "Untuk apa Mrs. Zevana menelepon? Apa telah terjadi masalah? Lalu... siapa yang mengangkat ini tadi?" gumamnya pelan.

Bella memutuskan untuk menelepon balik guru Xavier dan juga Luna itu. Nada telepon tersambung mulai terdengar. Sedetik kemudian, panggilan pun diangkat oleh Zevana.

"Halo, Mrs. Zevana. Maaf, tadi saya belum bisa mengangkat telepon Anda karena sedang merawat Xavier. Apa telah terjadi sesuatu di sekolah hingga Anda menghubungi saya?" tanya Bella.

"Masalahnya telah selesai, Nyonya Bella. Tadi Luna sempat bertengkar dengan salah satu murid di kelas. Jadi, saya menelepon Anda. Tapi, suami Anda telah datang kemari dan menjemput Luna," terang Zevana di seberang telepon.

Mendengar itu, Bella refleks menggigit bibir bawahnya. Dia sedang merutuki diri sekarang karena meninggalkan ponselnya sembarangan. Tadi pagi, Hugo kembali lebih cepat dari Paris dan langsung menemui dirinya beserta Xavier. Kebetulan, saat pria itu sampai, dokter saraf sedang memeriksa kondisi Xavier. Alhasil, Bella tak dapat fokus untuk memperhatikan sekitar.

"Ah, baiklah kalau begitu. Terima kasih atas informasinya. Ngomong-ngomong, apakah mereka sudah pulang?" tanya Bella lagi.

"Sudah, Nyonya. Mereka baru saja pulang," balas Zevana.

Setelah perbincangan singkat tersebut, akhirnya panggilan pun berakhir. Namun, ada satu hal yang mengganjal di pikiran Bella. Mengapa Luna bisa bertengkar? Biasanya, gadis itu pendiam dan tertutup.

Di tengah rasa kalutnya, tiba-tiba Bella terlonjak karena suara pintu ruangan terbuka. Hugo yang masih menggendong Luna, masuk ke dalam sambil memegang paper bag. Sejenak, netra kedua insan itu bertemu.

"Aku tahu kau belum makan. Makanlah ini!" perintah Hugo seraya memberikan paper bag yang dibawanya. Tanpa banyak berkata-kata, Bella lantas menerima benda tersebut.

Wanita itu pun mulai membukanya. Isi dalam paper bag itu ada sup daging, kentang tumbuk, air minum, dan sekotak strawberry cheese cake. Dalam hati, Bella tersenyum. Pria arogan nan menyebalkan itu nyatanya masih mengingat segala hal yang disukainya.

"Terima kasih. Em, ngomong-ngomong, apa yang terjadi dengan Luna tadi? Apa kau bisa menjelaskan padaku?" tanya Bella yang sedang mendudukan diri ke sofa.

Hugo yang sedang menaruh Luna di ranjang, sontak menghentikan aktivitasnya sejenak. Lalu, netra hitam pria itu memandang ke arah Bella lekat. "Hanya sebuah pertengkaran biasa," jawab Hugo singkat, lalu melanjutkan aktivitasnya kembali.

Bella menghentikan kegiatan mengunyahnya sambil melempar tatapan heran. Wanita itu merasa ada yang disembunyikan oleh Hugo. "Kau... tidak sedang berbohong padaku,'kan? Aku tidak suka dibohongi. Lebih baik kau jawab pertanyaanku dengan jujur!" sanggahnya.

Hugo menghela napas sejenak sebelum menjawab perkataan Bella. "Tunggu sampai Luna bangun dan kau akan tahu jawabannya. Aku hanya tidak mau menyakitimu dengan ceritaku."

🦋🦋

To be continue...

Howler [On Going]Where stories live. Discover now