Bab 4: Penulis yang Beruntung

27 3 5
                                    

Esok harinya, Jiya kembali sekolah seperti biasa. Dia membawa buku misterius itu bersamanya. Sesampainya di kelas, Jiya mendapati Lovve yang tengah duduk termenung di bangkunya. Jiya langsung menghampirinya.

"Pagi, Lov!" sapa Jiya.

"Oh, hai, Jaiwei," balas Lovve.

Jiya duduk di bangkunya lalu menatap kantung mata Lovve yang menghitam. Dia bertanya, " kau begadang, ya?"

"Iya, nih," sahut Lovve.

"Kemarin sore, aku ke sekolah diam-diam untuk mencari buku itu ke perpustakaan. Hah, namun, aku sepertinya sial kemarin. Aku melihat penampakan, anjir," lanjut Lovve sambil menghela napas.

"Apa maksudmu dengan penampakan?" tanya Jiya kebingungan.

"Ya, penampakan, kayak hantu. Matanya hitam, rambutnya panjang, pakaiannya parah banget, ada darahnya!" kata Lovve.

"Pokoknya aku kemarin sangat ketakutan. Sampai-sampai aku mau pipis di celana, tanganku gemetaran," ucap Lovve lagi-lagi.

"Heh, mana ada hantu pas sore. Itu halusinasimu aja. Atau ... oh! Kelas sebelah kan punya siswa YouTuber. Dia pas jam sore biasanya buat konten di perpus sekolah. Kebetulan aja kau datang kemarin, dan dia jadikan kau korban konten prank," kata Jiya.

"Dari mana kau tahu?" tanya Lovve.

"Yah, aku pelanggan channel dia, hehe. Tapi kalau itu benar, kayaknya video prank-nya bakal diunggah nanti, deh," jawab Jiya.

"Hah?! Yang bener aja?" Lovve terkejut.

"Kalau sampai dia upload video itu, aku akan melaporkan siswa sialan itu! Privasi aku jangan disebar sembarangan!" lanjut Lovve sambil memasang muka marah.

"Aku kenal siswa itu, dan aku bisa membantumu agar dia tidak menggunggah videonya. Tapi, sebelumnya, kau harus membantuku juga!" kata Jiya.

"Terserahmu, lah, Jaiwei!" ujar Lovve sambil menenangkan diri.

***

Sepulang sekolah, Jiya ditemani Lovve menuju rumah sakit untuk melakukan pengecekan medis yang rutin ia lakukan. Kali ini, Jiya tak ditemani sang ibu karena beberapa hari terakhir ia punya masalah dengan ibunya.

"Hah, untunglah YouTuber abal-abal tadi menuruti permintaanku," kata Jiya sambil tersenyum ke arah Lovve.

"Kayaknya ini hari keberuntunganku, deh. Kau lihat mukanya tadi? Cara bicaranya lembut banget ke aku, ah!" lanjut Jiya lagi.

"Jangan cepat salting gara-gara cowok, Jaiwei!" ujar Lovve sambil memasang muka datar.

"Tapi, tapi, dia tadi baik banget nggak, sih? Kalau dia tadi tetap mau meng-upload videonya, mampuslah, kau diejek satu sekolah," kata Jiya.

"Kalau itu terjadi, aku akan melaporkannya pada guru!" balas Lovve lagi.

"Hm, tapi dia tadi memberiku permen, lho! Apa jangan-jangan, aku ini jadi crush dia?" ucap Jiya yang akhirnya membuat Lovve jengkel.

"Aduh, aku sudah bilang tadi, jangan cepat salting gara-gara cowok!"

"Kayaknya, ini adalah hari beruntungku," ucap Jiya lagi.

***

"Beruntung ... aku, beruntung," kata Jiya sesaat sebelum memasuki rumahnya.

Selesai check-up, Jiya ditemani Lovve saat pulang ke rumah. Entah apa yang terjadi, tetapi raut wajah kedua remaja itu terlihat bahagia. Jiya melambai ke arah Lovve, kemudian Lovve pulang kerumahnya.

"Beruntung," ucapnya lagi.

"Hufft, bau apa ini? Harum sekali," gumam Jiya.

Dia membuka pintu rumah, lalu masuk ke dalam. Dia mendapati banyak sekali makanan di atas meja, termasuk makanan kesukaannya. Jiya juga melihat sang ibu sedang memasak beberapa hidangan lainnya.

"Jiya, sayang, pulangnya sore-sore? Kenapa terlambat?" tanya sang ibu tiba-tiba.

Mata Jiya terbelalak. Dia tidak menyangka sang ibu akan berkata lembut kepadanya hari ini. Dia hanya menggeleng pelan sebagai jawaban.

"Ibu sudah masak makanan kesukaanmu. Cepatlah, habis ganti baju, kau harus menghabiskan makanan ini," ucap sang ibu lagi-lagi.

Jiya mengangguk. Dia akan menuju kamar untuk mengganti baju, tetapi tiba-tiba ia berpapasan dengan ayahnya. Jiya begitu terkejut dengan kehadiran sang ayah yang sudah beberapa hari tak pulang ke rumah.

"Ayah? Ma-mana selingkuhan ayah?" tanya Jiya.

Kemarin, ia melihat sang ayah memperkenalkan selingkuhannya, lalu pergi dari rumah. Si ayah telah meninggalkan kekacauan sebelumnya, hingga membuat ibunya hampir depresi.

"Apa maksudmu? Selingkuhan apa?" tanya sang ayah.

"Kau pikir ayahmu itu selingkuh? Mana ada yang mau sama laki-laki tua seperti dia!" ujar si ibu sambil tertawa.

Jiya kebingungan. Dia menatap ibunya yang tiba-tiba ceria tanpa raut muka penuh amarah. Ada apa ini? Dia kurang paham apa yang terjadi.

"Ibu sudah berdamai dengan ayah?" tanya Jiya lagi.

"Berdamai? Sejak kapan kami bertengkar?" tanya si ibu.

"Ah, aku ... hm, butik ibu? Bagaimana keadaan butik ibu?" tanya Jiya untuk memastikan sesuatu.

Kedua orang tua Jiya menatap satu sama lain. Mereka seperti kebingungan dengan pertanyaan-pertanyaan Jiya.

"Tidak ada masalah di sana. Kenapa Jiya bertanya seperti itu?" Ibu bertanya.

"Bukannya kemarin, butik ibu tutup karena ada masalah?" tanya Jiya.

"Sejak kapan?" tanya balik si ibu.

"Ah, lupakan! Ada apa ini? Semua seketika berubah seakan tidak terjadi apa-apa. Penyakitku, penyakitku sembuh, dan sekarang kedua orangtuaku cemara lagi," gumam Jiya, tetapi masih didengar oleh ayah dan ibunya.

"Hah? Penyakit? Sejak kapan kau punya penyakit?" tanya si ibu.

Jiya langsung mengambil sesuatu dari tasnya. Dia menunjukkan surat rumah sakit kepada orangtuanya tentang hasil check-up  kondisinya hari ini.

"Hah? Tapi selama ini kau sehat-sehat saja, Jiya. Kenapa harus check-up?" tanya si ibu.

Jiya terdiam merenungkan sesuatu. Ia masih belum paham dan memaksa otaknya untuk berpikir keras. Dia lalu teringat sesuatu dan menatap jam dinding. Kemudian, perlahan-lahan dia mulai mengerti seseorang.

"Beruntung, diriku ... beruntung," batinnya.

***

Bersambung ...

follow akun ini untuk lanjut!
klik vote dan tinggalkan komentar!
IG penulis: @desniaaa__

Fortune BookDonde viven las historias. Descúbrelo ahora