Bab 6: Hal yang Hilang

10 2 1
                                    

Sudah beberapa hari setelah Jiya memulai hubungan asmara dengan Richard. Mereka mulai benar-benar saling mengenal satu sama lain, dan juga banyak menghabiskan waktu bersama.

Jiya merasa tak menulis apapun lagi di buku abu-abu tersebut. Buku itu tetap berada di dalam tas Jiya selama beberapa hari terakhir ini. Jiya merasa cukup untuk menulis banyak hal tentang kesialan di buku aneh miliknya.

Kedekatan Jiya dengan Richard kini semakin kuat. Sayangnya, Lovve mulai menjadi orang asing di antara mereka. Jiya pun mulai sibuk dengan kegiatan barunya. Lovve memilih untuk menjauh dari Jiya entah apa alasannya.

"Sayang, ice cream, minta," ucap Jiya sambil membuka mulut.

Richard tersenyum dan menyuapi Jiya sesendok ice cream. "Setelah dipikir-pikir, kau manja juga, ya."

"Lah, ngapain mikir? Kan, perempuan memang harus manja ...," jawab Jiya.

"Aduh, gemes banget, sih, pacar aku," kata Richard sambil menepuk kepala Jiya.

"Hm, by the way, kau dan Lovve masih berteman?" tanya Richard kemudian.

Jiya menggeleng pelan. "Entahlah. Aku rasa Lovve mulai menjauh dariku akhir-akhir ini. Namun, aku tidak terlalu peduli. Mungkin dia sedang butuh ruang dan waktu untuk sendiri."

Richard mengangguk sebagai respon.

"Eh, ice cream, minta lagi," ujar Jiya sambil membuka mulutnya.

"Satu suapan berarti, satu cubitan pipi, ya!" Richard bercanda dan mencubit pipi Jiya.

***

Jiya semakin sadar bahwa Lovve memang ingin berhenti berteman dengannya. Lovve kini tak lagi duduk sebangku dengannya. Keduanya menjadi sangat asing sekarang. Jiya bertanya-tanya apa yang sebenarnya terjadi. Kenapa hal ini terjadi tiba-tiba?

"Apa salahku padanya?"

"Ataukah dia punya masalah?"

"Atau jangan-jangan dia merasa risih karena aku sudah punya pacar?"

"Atau dia marah padaku karena aku tak lagi bermain dengannya akhir-akhir ini?"

Jiya berpikir beberapa saat untuk mencari tahu apa yang terjadi pada hubungannya dengan Lovve. Dia benar-benar tak ingin hubungan pertemanannya berakhir begitu saja tanpa kejelasan.

Dia juga merasa, sesuatu hal berharga dalam hidupnya telah hilang.

***

Jiya sangat terkejut saat tersadar akan sesuatu. Dia benar-benar sangat gugup saat teringat sesuatu hal. Dia mengambil buku abu-abu tersebut dari tasnya, dan mencoba membaca hal yang dia ingat. Jiya ingat, bahwa ia telah menuliskan sebuah kalimat terakhir di buku tersebut. Dia mencoba membacanya dengan tenang.

---

Laki-laki malang itu, tak sepenuhnya sial. Dia masih memiliki keberuntungan besar dalam hidupnya. Walau hidupnya begitu hancur, dia masih punya alasan untuk bertahan hidup. Itu adalah sahabatnya. Seorang sahabat yang selalu ada di semua kondisi kehidupannya. Dia masih memiliki seorang teman sejati.

---

Setelah membaca, Jiya menghembuskan napas pelan. Dia terus mencoba untuk tenang dan berpikir.

"Ini kesalahanku."

"Sore hari, setelah aku menjadi pacar Richard ... aku ingat!"

"Aku membaca ulang tulisanku di buku ini, tetapi ... merasa kasihan dengan karakter buatanku di cerita ini. Aku merasa sangat jahat sebagai penulis yang membuat hidup karakter buatanku menderita. Jadi, aku mencoba memberinya satu kebahagiaan kecil ... memberinya seorang sahabat."

"Itu artinya ... hal berbalik terjadi padaku di dunia nyata. Aku kehilangan Lovve."

"Ini salahku ...,"

Jiya menggeleng setelah beberapa saat termenung. Dia tak ingin kehilangan Lovve sebagai temannya. Lovve adalah bagian terpenting dalam hidupnya selama ini. Dia mencoba mencoret paragraf terakhir yang ia tulis di buku itu. Namun, entah ini keajaiban atau apa, paragraf tersebut tak bisa dicoret.

Jiya berkeringat dingin dan tak bisa menerima semua hal bodoh ini. Dia mencoba mencoret berkali-kali, bahkan dengan pulpen yang berbeda. Namun, paragraf menyebalkan itu tetap ada di lembaran kertasnya.

"Buku sialan,"

***

"Ada apa, kok pacarku yang gemes ini terlihat sedih? Dari tadi murung dan diam terus," kata Richard sepulang sekolah pada Jiya.

Jiya menunduk seperti sedang memikirkan hal yang sangat serius. Dia tak menanggapi pertanyaan Richard.

"Kalau tidak menjawab, itu artinya satu ciuman!" Richard tersenyum nakal.

Jiya tetap tak menanggapi.

"Heh, kalau terus diam begini, berarti kau sedang punya masalah, ya?" tanya Richard lagi dengan raut wajah penasaran.

"Sayang, kau sakit?" tanya Richard lagi dengan perasaan khawatir.

Jiya menggeleng sebagai respon.

"Hm, bisakah kita langsung pulang saja sekarang? Aku hanya butuh istirahat, sayang," kata Jiya.

Richard langsung mengiyakan. "Baiklah! Aku akan ambil sepeda motor di parkiran, ya. Tunggu di sini!"

Jiya menatap Richard yang pergi menuju parkiran sekolah. Tatapannya seketika berpindah pada Lovve yang sedang duduk di gerbang sekolah menunggu jemputannya.

Dia sangat ingin menghampirinya, tetapi dia sadar sangat mustahil baginya untuk berbicara dengan Lovve lagi. Dia dan Lovve bukan siapa-siapa lagi sekarang. Ya, Itu semua karena buku abu-abu tersebut.

Dia hanya berdiri mematung di sana, memandang Lovve dari kejauhan dan menunggu Richard datang. Dia teringat beberapa kenangan manis bersama Lovve selama ini. Rasanya, sangat menyedihkan jika kenangan itu harus dihapus.

Apa dia akan menerima kenyataan ini?

***

Bersambung ...

follow akun ini untuk lanjut!
klik vote dan tinggalkan komentar!
IG penulis: @desniaaa__

Fortune BookWhere stories live. Discover now