11. Yang Sebenarnya Terjadi

823 185 55
                                    

"Udah bell."

Bia mengusap wajahnya. Meruntuki kalimat bodoh yang tadi dirinya ucapkan sebelum melarikan diri dari Zyan.

"Bego! Bego! Bego!" Bia memukuli kepalanya dengan kepalan tangan.

Zyan pernah jadi targetnya, Bia melupakan dia dan bersikap seenaknya selama ini, Zyan tahu bahwa kerjaan Bia membuat orang putus, dan bukannya menyelesaikan dengan solusi yang benar, Bia malah melarikan diri dengan opsi yang sangat konyol sekali.

Rasanya Bia benar-benar tidak punya muka untuk melihat dunia lagi. Ia ingin pergi ke tempat paling terpencil dan menyembunyikan diri di sana.

"Gue harus gimana?" Bia semakin mengetuk-ngetuk kepalanya. Bahkan jika sampai terjadi benjolan pun Bia rasa itu pantas untuk dirinya dapatkan.

Bisnisnya berada di ujung tanduk. Terlebih jika Zyan melaporkannya pada Kean, Bia akan benar-benar habis. Mamanya, papanya, mereka tidak akan menerima kelakuan Bia selama ini.

Bia terlonjak kaget begitu ponselnya tiba-tiba berbunyi. Nama April tertera di sana. Dengan keadaan yang masih tegang, Bia pun mengangkat teleponnya.

"Bi, apa maksud Kintan tiba-tiba batalin SS, gue?" Suara April langsung menyambut. Bernada tidak terima sekaligus menuntut.

"Ini semua salah Kak April!" pekik Bia dengan penuh kesal. Bia terlalu bingung dengan situasi sekarang. Ia hanya meluapkan dalam kekesalan, meski sedikit dirinya juga sadar, bahwa kurang tepat melampiaskannya pada April.

"Loh?" April terdengar bingung. "Emang gue ngapain?"

"Nggak tau! Pokoknya salah Kak April! Bukan gue!" Cewek itu terus memekik meski terdengar ingin menangis juga. Dia yang selalu dimanja, tiba-tiba dihadapkan pada hal yang serumit ini.

"Kenapa sih, Bi? Lo tenang dulu. Gue jemput ke sekolah lo sekarang. Kita bicarain baik-baik."

"Nggak!"

"Gue dandan ala tante-tante dulu. Bentar, gue beneran bakal cepet jemput lonya."

Bia ingin memekik lagi tapi teleponnya sudah dimatikan oleh April dengan sepihak. Bia menggeram. Dia pun berjongkok lalu menangis dengan penuh kekesalan.

oOo

Tak lama April datang. Dia benar-benar berdandan menor dengan segala printilan yang kolot, khas dengan tante-tante heboh. Beralasan bahwa Bia menelepon dan bilang merasa sakit. Untungnya jejak sehabis menangis cewek itu membuat pihak sekolah percaya dan mengizinkannya dibawa oleh April.

April membawa Bia ke apartemennya. Wanita itu terlihat sibuk antara menyediakan minum untuk Bia yang masih seolah ingin menangis, juga menghapus make up mengerikan di wajahnya.

"Diminum dulu, Bi." April menyodorkan cangkirnya. Sengaja membuat minuman hangat agar Bia merasa lebih baik. Dari tampilannya, Bia terlihat cukup terguncang.

April belum begitu mengerti. Dirinya tengah siap-siap pergi ke kampus begitu tiba-tiba Kintan mengirim pesan bahwa Say Sorry-nya ditolak. April hanya mau komplain sebagai pelanggan setia, tapi malah menemukan Bia yang seperti ini.

"Kintan bilang kalian nggak terima SS dua kali buat satu orang. Bukannya gue udah beberapa kali repeat order ya? Kalian nggak pernah bahas soal itu tuh."

Bia mencebik kecil. "Bukan yang ordernya, tapi targetnya," ucapnya dengan nada lemah seolah dirinya begitu enggan untuk berbicara.

"Maksudnya?"

Bia menatap wanita cantik sekaligus punya aura high class itu.

"Kenapa Kak April nggak bilang kalo dia Kak Aru!" Bia memekik, bahunya kembali terguncang, diterpa rasa kesal yang bercampur satu dengan kepanikan dan emosi-emosi lainnya.

Putus berbayarWhere stories live. Discover now