14. Intimidasi

847 209 36
                                    

Zyan memasang senyuman dengan anggukan yang sopan. Dirinya yang ikut dalam rombongan sepupunya yang hendak bertunangan malam ini disambut dengan baik. Zyan bersalaman dengan orang-orang itu yang tentunya tidak banyak yang Zyan kenal.

Acara dibuat di luar ruangan. Halaman yang luas dirias dengan cantik. Apalagi cuaca malam ini yang juga bagus. Tidak terlalu gembar-gembor tapi juga elegan. Zyan mengangguk-angguk, memuji orang yang ada di balik pembuatan acara ini.

"Kainanya nggak ada, jadi digantiin sama Bia."

Zyan terdiam sejenak kemudian menoleh ke arah dua orang ibu-ibu yang tengah berbincang. Sesaat kemudian dirinya merutuki hal bodoh yang secara spontan dirinya lakukan itu. Hanya karena nama itu disebut, dia malah penasaran. Padahal bukan berarti cewek itu juga yang dimaksud.

Zyan menggeleng kemudian mengalihkan pandangan ke arah lain. Untuk apa juga Zyan memikirkan dia. Zyan akui, sampai kemarin-kemarin dirinya belum benar-benar melupakan Bia. Namun, saat semua terbongkar, tentu saja perasaan yang sudah tipis itu membludak, berubah menjadi rasa marah. Yang Zyan juga bingung harus melepaskan rasa marah itu dengan cara apa. Zyan merasa tidak punya hak juga.

Apalagi Kean sampai meminta maaf. Tenang, tidak ada permasalahan antara mereka. Masalah itu bukan sesuatu yang bisa membuat persahabatan mereka renggang. Lagi pula sudah lama berlalu. Agak sangsi jika Zyan tetap membahasnya. Zyan juga bukan pendendan, meskipun belum bisa sampai benar-benar lapang dada. Masih terasa mengganjal.

"Mau minum?" Suara April membuat Zyan lepas dari pikiran sendirinya itu. Dia menatap wanita cantik yang berpakaian pasangan dengan dirinya itu.

"Nggak."

April mengangguk-angguk kemudian dirinya sendiri yang mengambil minum.

"Eh, Ru. Liat Arka nggak?" Salah satu tante Zyan menghampiri dengan tergesa.

"Nggak. Kenapa, Tan?"

"Cincinnya ketinggalan di mobil dia."

"Oke, Aru cari Arka dulu."

"Tolong ya, bentar lagi mau dimulai."

Zyan pun mengangguk. "Ikut?" tanyanya pada April sebelum pergi. Zyan cukup tidak tega meninggalkannya sendiri. Ini atas permintaan ibunya agar April harus ikut. Padahal wanita itu belum terlalu akrab dengan keluarganya. Zyan juga tahu April menerima karena sungkan. Jadi, dia tidak akan membiarkan wanita itu kikuk sendirian dalam acara ini.

April mengangguk-angguk. "Ayo."

Mereka pun sama-sama berjalan dengan mengedarkan padangan untuk mencari adik Zyan.

"Mungkin dia ke toilet." April pun menanyakan di mana letak toilet kemudian menuju lokasi itu untuk memastikan keberadaan Arka.

Tebakan April benar, adiknya ada di sana. Zyan tidak punya pikiran apa-apa, dia hanya akan meminta kunci mobil Arka dan mengambilkan cincin itu. Hingga cewek yang bersama sang adik menoleh ke arahnya.

oOo

Zyan tidak bisa berfokus pada keberlangsungan acara. Fokusnya benar-benar hancur. Pandangannya tidak bisa teralih dari Bia. Cewek itu bahkan menyadari tatapan dinginnya hingga ada gerakan-gerakan risih yang dilakukan. Namun, Zyan sama sekali tidak berniat berhenti. Toh dia tidak terlihat merasa bersalah, malah sesekali dia berbicara dengan Arka. Dan tertawa.

Setelah dipikirkan, meski Bia memakai baju yang sama dengan keluarga pihak perempuan, dia terlihat berpisah dari yang lain. Beberapa kali interaksinya pun terlihat canggung seolah bukan bagian dari orang dekat. Bia malah menanggapi Arka yang kata Arka--setelah Zyan tanya tadi, mereka kenal beberapa saat sebelum Zyan temukan di depan toilet itu.

Putus berbayarTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang