Bab 21

99 7 2
                                    

Dugaan Sasya sebelumnya ternyata tepat sasaran. Kini, firasat buruknya telah benar-benar menjadi kenyataan. Untuk apa lagi Bu Najma memanggil mereka jika bukan karena kabar yang tidak mengenakkan? Ingin rasanya Sasya berteriak, "Kok ada yang nyebarin berita Agam sama Varen pacaran?!" Sumpah! Jalan berpikir mereka dangkal sekali.

"Pemikiran siapa sih yang sempit banget? Bisa-bisanya ngefitnah kami, gay... malu-maluin bangettt," batin Sasya kesal.

"Buuuu... Beneran nggak ada apa-apa diantara kami!! Seriusan Buuuu..." Sasya menghentak-hentakkan kakinya jengkel.

Sasya mencoba ekstra memutar otaknya. Harus dengan cara apa lagi agar meyakinkan Bu Najma bahwa perkataannya dapat dipercaya.

"Sekarang jelasin, kenapa ada yang melihat kalian pelukkan di pinggir lapangan?" Bu Najma menatap dua orang siswa yang masih berdiri di hadapannya.

Mata Sasya membulat, "Normal-normal ajakan Bu, kami nih bestfriend!!" pungkas Sasya.

"Selagi masalah kalian tidak Ibu bawa ke Bu Hanum, jujur sama Ibu sebagai wali kelas kalian. Atau, kalian mau masuk ruang BK?"

Sasya melirik Varen yang sedari tadi hanya diam saja. Kemudian, ia menyenggol pelan badan samping Varen. Tetapi, temannya itu sama sekali tidak bergeming.

Kesabaran Sasya telah habis. Bisa-bisanya Varen hanya diam saja menerima fitnah yang tertuju untuk mereka, ia tidak menyangkal ataupun membenarkan.

Sasya masih terus membela diri, "Bu, yang nggak wajar itu kalau kami pelukan di belakang lab biologi, kalau nggak di samping lab kimia, atau di gudang. Itu baru boleh dicurigai... ini di pinggir lapangan, rame pula!! atau jangan-jangan ibu juga nuduh kami pacaran?!"

"Ekhemmm..." Bu Najma bersuara.

"Ada yang ngadu ke Ibu, kalian sering mesra-mesraan pas di kantin," sambung Bu Najma.

Ingin rasanya Sasya menangis saat ini juga.

"Buuuu, seriusan loh, Bu. Kami beneran nggak kayak gituuu. Sumpah!!" sangkal Sasya sambil berdecak sebal.

"Varen, kamu ngomong juga dong!" protes Sasya.

"Ibuuu..." rengek Sasya.

"Baiklahhh," final Bu Najma.

Guru fisika itu pun melanjutkan, "Ibu tidak mau memperpanjang. Lagi pula, Ibu juga merasa tuduhan untuk kalian memang tidak masuk akal dan tidak berdasar. Jangan sampai, karena masalah ini kalian berhenti sahabatan. Kalian boleh kembali ke kelas."

Sasya mengelus dadanya. "Makasih banyak, Bu... Kalau gitu, kami permisi," pamit Sasya sumringah.

Akhirnya Sasya bisa bernapas lega dan terlepas dari masalah ini. Ia masih tidak habis pikir, menyukai sesama jenis? Dirinya masih normal!

Sasya keluar lebih dulu, barulah di susul Varen di belakangnya.

Varen menutup pintu ruang guru dengan perlahan. Saat ia membalikkan badannya, tiba-tiba saja dikagetkan dengan tubuh Sasya yang berdiri sangat dekat dari dirinya.

Karena hanya berjarak beberapa inci membuat Sasya merasakan hembusan napas Varen menerpa wajahnya. Pikiran Sasya linglung untuk beberapa saat kala menatap jakun pemuda yang baru-baru ini Sasya akui ketampanannya.

Sasya memperhatikan jakun Varen yang bergerak ke atas dan bawah. Jujur, Sasya makin terpesona.

Sasya menelan salivanya, kemudian mundur dua langkah. Mengapa aksi labraknya malah berujung seperti ini? Seumur hidup, ia tidak pernah berada di posisi seintim ini dengan laki-laki manapun kecuali keluarganya.

Rasakanlah!Место, где живут истории. Откройте их для себя