twenty three: you, me, and our fears

682 89 24
                                    

\\Bangkok, Maret 2024

-

FREEN

Biasanya kami tidak melakukan seks di hari kerja.

Becca dan aku berciuman hebat, tetapi seringnya hanya berakhir dengan saling memeluk di bawah selimut hangat. Kami menghindari capai berlebih. Aku tidak suka bangun dengan tubuh remuk dan keinginan untuk tidur kembali, begitu pula Becca. Malam ini, sayangnya, gadisku terlalu menggairahkan untuk diabaikan.

Sesudah bercinta kami gemar mengobrol. Apa saja. Aku dan Becca bukan jenis pasangan yang serta-merta tertidur usai saling memuaskan. Becca di dadaku selagi aku bersandar di kepala ranjang. Kami ditemani semangkuk anggur dan stroberi Jepang. Tadi, aku mengibrit ke dapur dan kembali secepat kilat. Becca tergelak menyaksikan ketelanjanganku.

"Bb ...."

Aku suka bagaimana punggung ringkih Becca bersentuhan dengan kulitku. Kehangatannya seolah memaut langsung tengah dadaku. Aku akan memeluk Becca lebih erat, menciumi kepala belakangnya; aroma rambutnya begitu menyejukkan, dan membelai lengan rampingnya.

"Mmm." Becca menyuapi stroberi untukku. "Lagi?"

Perempuan cantikku mendongak. Rambut kecokelatan Becca berantakan. Ha-ha. Itu, ulahku. "Nanti," kubilang. Aku tidak membuang kesempatan untuk memagut bibir merah muda basahnya. Aku menyesap sedikit lebih lama hingga kami sama-sama tersenyum.

"Anggurnya juga mau?"

"Saya lebih suka stroberi dibanding anggur."

Becca tersenyum kecil. Gadis Inggris itu meletakkan mangkuk sebelum berputar dan menyelinapkan tangannya ke pinggangku. Becca mengelus pinggulku. "Stroberi atau aku?"

Tsk, apa itu? Pertanyaan jebakan, huh? "Atau," aku menyahut tegas.

"Ish, bukan begitu aturannya." Tanpa belas kasih Becca menggelitik perutku. Aku memerosot, rebah sepenuhnya. Bersama tawa memikatnya gadisku mengimpitku. Becca menggigit rahangku dan menciumi seluruh wajahku. "Atau tidak masuk hitungan. Stroberi dan aku."

"Baiklah, baiklah." Gelakku tak kalah riang. "Kalau begitu ... dan."

"PiFiiin!"

Siksaanku tidak berhenti. Dengan semena-mena Becca menduduki perutku. Dia menyeringai jail, aku menelan ludah. Sesuatu di antara pangkal paha Becca mengusikku. Aku sudah bilang, kan, kami tidak mengenakan apa pun? Maksudku, benar-benar tidak ada apa pun. Sial. Becca terlampau sensual dari tempatku sekarang.

Si kucing kecil membungkuk. Jemariku meluncur di punggung mulusnya. Aku merangkup bokong Becca selagi bayi bidadariku bermain di bibirku. Aku mulai memikirkan apakah esok kami memerlukan cuti dadakan. Aku tidak yakin akan berakhir dengan cepat.

"You know, I really, really love you."

Aku tercekat. Ada sesuatu berbeda dari cara Becca melirihkannya. Mata cokelat itu tak sekadar bicara tentang kesungguhan, tetapi ketakutan yang diam-diam menyelundup. Hem, apa?

"Baby ...." Aku menyatukan kening kami. "Semua baik-baik?"

Becca tak kalah terkejut. Dia menggigit bibir dan bergeser ke sisiku. "Yeah." Senyum di wajah Becca masih secantik biasanya. Hanya saja kali ini tak sampai ke mata. Sesuatu mengadangnya, tak peduli betapa pandai gadisku menyembunyikan.

"Bb?"

"Kha."

Aku menatap matanya yang bagaikan cokelat meleleh. Sedikit pun aku tak memiliki keraguan pada cinta Becca untukku. Bertahun-tahun boleh saja mengubah seseorang, tetapi tidak berlaku pada kami. Becca di hari pertama dan saat ini ialah Rebecca Armstrong yang sama. Gadis kecil yang kucintai dan mencintaiku dengan sama besarnya.

Everything is Enough: Back to YouOù les histoires vivent. Découvrez maintenant