Gelak Tawa Yang Riang

315 65 4
                                    

Fredrinn tertawa ketika mendengar Xavier berterus-terang jika ia mendukungnya.

"Nak, lihatlah. Bahkan Xavier tidak memihak mu, sungguh kasihan."

Yin mengambil lap dari tangan Julian lalu menggunakannya untuk mengusap wajahnya.

"Hei, tunggu! Itu...,"

Julian belum selesai berbicara tetapi Yin sudah selesai mengusap wajahnya. Selesai mengusap, bukan membersihkan. Yin menaikkan sebelah alisnya, "Ya? Ada apa Julian?"

Melissa tak bisa menahan tawa dan akhirnya tertawa terbahak-bahak sampai ia jatuh dari kursi dan berguling-guling di lantai. Mendengar cekikikan mengerikan itu mau tak mau membuat Xavier merasa bingung. Selagi ia menyesap teh nya, Xavier pun menoleh ke arah Yin hanya untuk melihat wajah Yin penuh dengan coklat.

Tentu saja itu membuat Xavier menyemburkan teh yang baru ia minum sampai batuk beberapa kali.

"Ssh.... Kau tidak apa-apa?" tanya Fredrinn sambil mengelus punggung Xavier dengan lembut.

Xavier tak bisa lagi mempertahankan ekspresi datar dan dinginnya. Tawa khas Xavier terdengar, membuat Fredrinn terdiam karena tertegun. Xavier menutupi bibirnya dengan punggung tangannya, "Nak.... Kau... Kau harus segera mencuci wajah atau semut akan segera memakan wajahmu."

Julian membuang muka, berpura-pura tidak melihat apapun. Namun pundaknya yang bergetar akibat menahan tawa membongkar semuanya. Julian sampai menggertakkan giginya untuk menahan dirinya sendiri agar tidak menertawakan orang lain.

Yin merengut, "Apa-apaan kalian ini? Kalian menertawai ku tanpa aku mengetahui apapun...."

Melissa mencoba berdiri dengan menggunakan kursi sebagai tumpuan. "Tidak... Bukan seperti itu," ucap Melissa sambil terkikik. "Teman, kau harus melihat pantulan dirimu sendiri di cermin."

Yin terdiam sebentar lalu akhirnya melenggang ke kamar mandi. Tak lama kemudian teriakan nyaring terdengar dari sana yang membuat tawa Melissa semakin pecah. "Ahahahaha, sial.... Humor ku sepertinya benar-benar sudah rusak..." ucap Melissa diselingi tawa.

Mendengar teriakan itu membuat tawa kecil Julian menyelinap dari bibirnya.

Tak lama suara langkah kaki yang kembali ke dapur terdengar. Yin datang dengan rengekannya, "Juliaaan, kenapa kamu nggak bilang kalau di lap itu ada bekas coklat nya?"

"...salahmu karena tidak memperhatikannya."

"Tapi harusnya kau memperingatkan ku!"

"Aku tidak punya cukup waktu untuk melakukannya. Sebelum aku memberitahumu, kau sudah menggunakan lap itu terlebih dahulu."

"Tapikan-"

"Tidak ada 'tapi-tapi'. Kau saja yang ceroboh." ucap Fredrinn.

Yin merengut, "Bagus! Sekarang aku benar-benar terkucilkan! Huaaaa, Xavier!"

Yin berlari kearah Xavier lalu memeluk kakinya. "Huwaaa mereka semua memojokkan ku bahkan merundung ku! Aaah, selamatkan aku, huhuhu~"

Xavier yang tengah menyeruput teh nya hanya memberikan elusan lembut di kepala Yin.

Merasakan tangan besar Xavier yang mengelus kepalanya membuat Yin merasa bahwa Xavier berada di pihaknya, namun ketika harapannya setinggi langit tiba-tiba Xavier berkata, "Sungguh kasihan. Lain kali bersembunyi lah di dalam lemari agar mereka tidak merundung mu."

Yin memutar mata lalu mendengus, "Cih, kalian semua sama saja!"

Kemudian Yin pun beranjak menuju ke ruang tengah untuk beristirahat di sofa.

Melihat Yin pergi sendirian membuat Julian berpikir sejenak, memilih untuk mengikutinya atau tidak. Namun kemudian dia memutuskan untuk menemani Yin sambil membawa beberapa gorengan hangat dan roti manis sebagai permintaan maaf sekaligus untuk camilan malam.

Karena kedua teman sebayanya pergi, Melissa memilih mengikuti mereka dan membiarkan kedua orang tua itu bersama.

"Bagus, hanya tinggal kita berdua. Bagaimana menurutmu?"

Xavier bersandar di kursi nya lalu bergumam, "Tidak buruk. Makanannya juga enak."

Fredrinn tersenyum paksa mendengar jawaban yang tak diharapkan Xavier. "Maksudnya, kau tau kan-"

"Siapa yang memasak ini? Beritahu aku, sebenarnya kau kan yang memasaknya dan bukan anak-anak itu?"

"Bukan-maksudku tidak seperti itu. Memang benar aku yang memasaknya tapi setengah dari ini semua adalah buatan mereka. Percayalah. Dan juga-"

"Kalau begitu.... Ini cukup baik. Kau mengajari mereka memasak, ya? Baguslah, mereka jadi punya skill untuk bertahan hidup dan mandiri-"

Sebelum Xavier selesai berbicara, Fredrinn mencengkeram pipinya dan sedikit menariknya untuk membuat Xavier menatap Fredrinn. Fredrinn melakukan ini karena dari awal ketika ia sedang berbicara Xavier selalu memotong nya dan bahkan mengalihkan topik pembicaraan. Tapi begitu Fredrinn melihat Xavier, ia tertegun.

Telinga Xavier memerah bahkan Xavier tak berani menatap mata Fredrinn secara langsung.

Melihat ini membuat sudut bibir Fredrinn terangkat, memperlihatkan seringai nakal. "Oh, lihatlah siapa yang tersipu malu disini." bisik Fredrinn tepat di dekat telinga Xavier. Tentu saja hal ini membuat Xavier merinding.

"Apa yang kau lakukan!?"

Fredrinn terkekeh lalu mencium belakang telinga Xavier, "Hmm... Menurutmu?"

"Sialan... Hentikan, kita masih berada di ruang makan-"

"Kalau begitu aku akan menggendong mu ke kamar-"

"Tunggu! Bukan seperti itu maksudku!"

Melihat reaksi yang diperlihatkan Xavier saat ini membuat Fredrinn tertawa.

"Kenapa? Disini sudah tidak ada anak-anak yang melihat."

Xavier mendengus, "Di depan kita ada makanan! Jangan melakukan hal yang tak sopan di depan makanan atau kau akan terkena musibah."

Fredrinn benar-benar tertegun mendengarnya. "Tunggu... Kau benar-benar mempercayai hal semacam itu?"

"Kau tidak?" Xavier bertanya balik.

"Aku... Tidak mempercayainya."

Xavier menghela napas lalu perlahan ia berdiri. "Bereskan ini dulu."

Fredrinn sedikit kecewa melihat sikap Xavier seperti ini, tetapi ia hanya bisa menerimanya dan memakluminya karena Xavier baru saja bangun.

Ketika Fredrinn mulai membersihkan alat makan tiba-tiba ia mendengar Xavier berkata, "Aku akan menunggumu di kamar."

My Time Flows To You (Fredrinn x Xavier)Where stories live. Discover now