Epilog

101 24 11
                                    

Pagi itu, Halfoy terbangun dengan hati yang terasa sedikit hampa, seolah ada sesuatu yang hilang dalam dirinya. Tidur lelapnya terganggu oleh suara ketukan keras yang menggema di seluruh ruangan, diiringi teriakan yang tak kalah kerasnya dari Bentely.

"Halfoyyyy!" Bentely berteriak sambil menggedor pintu dengan keras, membuat Halfoy tersentak bangun. Kepanikan segera menyeruak, otaknya bekerja lebih cepat dari biasanya untuk mengingat apa yang terjadi.

"Halfoy, cepat bangun! Kita bisa terlambat karenamu!" Bentely berteriak lagi, kali ini lebih mendesak. Suaranya mengingatkan Halfoy bahwa hari ini adalah hari yang penting—hari kelulusan mereka dari akademi.

Sadar bahwa ia telah tertinggal waktu, Halfoy segera melompat dari tempat tidurnya dan bergegas membuka pintu, berharap Bentely tidak lagi berteriak. Di luar, Bentely sudah berdiri dengan seragam akademi yang terpasang rapi di tubuhnya. Wajahnya serius, namun ada sedikit senyum geli di sudut bibirnya melihat Halfoy yang masih setengah terjaga.

"Bagus, lima menit lagi kalau kau belum siap, kita akan meninggalkanmu," katanya dengan nada setengah bercanda, sebelum akhirnya pergi meninggalkan kamar Halfoy.

Halfoy menghela napas dalam-dalam dan kembali masuk ke kamarnya. Ia segera bergegas untuk bersiap. Ketika ia merapikan seragamnya, perasaan kosong itu kembali menyelinap, seolah ada bagian dari dirinya yang hilang. Namun, ketika ia melihat Bentely bersikap biasa saja, seolah tidak ada yang berubah, Halfoy merasa sedikit lega. Tidak ada yang aneh, tidak ada yang mengingat—tidak ada yang merasakan kehilangan yang sama seperti yang ia rasakan.

"Hari di mana semua orang melupakan Caspian, dimulai," bisiknya kepada dirinya sendiri, mencoba menerima kenyataan yang baru saja ia ciptakan. Perasaan lega bercampur dengan rasa bersalah, karena ia tahu, meski semua orang melupakan Caspian, ia sendiri tidak akan pernah bisa benar-benar melupakan sosok yang pernah begitu berarti dalam hidupnya.

Dengan langkah cepat, Halfoy segera bersiap, mencoba menyingkirkan pikiran tentang Caspian dari benaknya. Ia tahu hari ini harus menjadi hari yang bahagia—hari kelulusan mereka. Namun, di balik senyum yang ia coba pasang di wajahnya, ada luka yang tidak akan pernah sembuh, luka yang hanya ia yang tahu. Meskipun semua orang telah melupakan Caspian, bayangannya masih menghantui Halfoy, menjadi bagian dari dirinya yang tidak akan pernah benar-benar hilang.

***

Suasana perayaan kelulusan di akademi begitu meriah dan penuh kegembiraan. Aula besar yang biasanya digunakan untuk pertemuan formal kini dihiasi pita-pita emas dan biru, warna kebanggaan akademi. Meja-meja panjang dipenuhi hidangan lezat, dari berbagai macam roti hingga buah-buahan segar. Musik dari orkesta kecil di sudut ruangan mengalun, menciptakan suasana yang membuat semua orang tenggelam dalam kegembiraan.

Para murid mengenakan jubah kelulusan dengan lambang akademi di dada kiri, wajah mereka berseri-seri. Senyum dan tawa menggantikan ketegangan yang sempat mereka rasakan selama ujian.

Savior dan Theodore berjalan di antara kerumunan, menerima ucapan selamat dari teman-teman mereka. Bentely terlihat sangat bahagia, senyumnya tidak pernah hilang sejak upacara kelulusan berakhir.

Di sisi lain, Halfoy merasakan kegembiraan yang sedikit teredam. Ia duduk di pojok ruangan, ikut tertawa bersama yang lain, tetapi ada perasaan ganjil yang tidak bisa ia abaikan. Meskipun semua orang tampak bahagia, bagi Halfoy, ada kekosongan yang tak terjelaskan.

Halfoy melihat Savior yang tertawa lepas dengan beberapa teman mereka, merasa lega bahwa setidaknya untuk hari ini, mereka bisa melupakan sejenak semua kesedihan yang pernah mereka alami.

Theodore menghampiri Halfoy, menariknya untuk ikut bersenang-senang mengikuti irama musik. Namun, di tengah keramaian itu, Halfoy merasakan sentakan kecil di hatinya—ada yang kurang. Seharusnya ada seseorang yang berada di sana bersama mereka, ikut merayakan kemenangan ini. Halfoy memandang ke langit-langit aula, mencoba mengabaikan perasaan itu, dan berusaha fokus menikmati hari terakhir mereka sebagai murid akademi.

𝐇𝐢, 𝐁𝐲𝐞, 𝐍𝐞𝐯𝐞𝐫𝐥𝐚𝐧𝐝Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang