EXTRA PART 02

11K 715 328
                                    

Vote dulu trus follow WiwiRamadani

Liona menjejakkan kakinya dengan lemah ketika turun dari mobil, tatapannya kosong meski wajahnya tetap memancarkan aura dingin yang tak pernah lepas. Setelah seharian bertemu dengan anak buahnya—orang-orang yang dulunya milik Gibran, namun kini memilih tunduk pada dirinya—beban di pundaknya terasa semakin berat.

Saat memasuki rumah, tubuhnya mulai kehilangan keseimbangan. Kakinya melemas, dan rasa mual menyerang tiba-tiba, membuatnya nyaris terjatuh. Sebelum benar-benar terhuyung, Arion yang sudah duduk di sofa ruang keluarga sigap berdiri dan menghampirinya.

"Liona!" panggil Arion dengan nada panik, segera menangkap tubuhnya sebelum terjerembap ke lantai.

Tanpa pikir panjang, Liona mengulurkan tangannya dan meraih Arion. Dia memeluk pria itu erat-erat, mencari kenyamanan yang sangat dibutuhkannya saat ini. "Aku lelah..." bisiknya dengan suara yang bergetar, wajahnya terbenam di dada Arion. "Aku mual..."

Arion menunduk, mendekatkan kepalanya ke rambut Liona, tangannya membelai lembut punggungnya. "Tenang, aku di sini," jawabnya pelan, suaranya sarat dengan kekhawatiran. "Kamu butuh istirahat. Aku temenin."

Liona semakin merasakan gelombang mual yang menggulung di perutnya, wajahnya kini pucat pasi, dan keringat dingin mulai muncul di pelipisnya. Tubuhnya gemetar, seakan tak mampu lagi berdiri. Arion, yang masih memeluknya erat, menyadari perubahan drastis pada istrinya. Dengan lembut, dia mengusap pelipis Liona, menyeka keringat kecil yang mulai bermunculan.

"Liona... mana yang sakit sayang?" tanya Arion, suaranya penuh perhatian.

Namun, Liona hanya menggeleng lemah, tidak mampu menjawab dengan jelas. "Mual...," bisiknya, napasnya pendek-pendek.

Melihat keadaan Liona yang kian memburuk, Arion segera mengambil ponsel dari sakunya dan menelepon dokter kepercayaannya. "Dok, ke rumah saya sekarang," ucap Arion dengan nada serius, matanya tidak pernah lepas dari sosok Liona yang mulai terkulai lemah.

Setelah memastikan dokter dalam perjalanan, Arion segera membungkuk dan mengangkat Liona dalam gaya bridal style, membawanya menuju kamar mereka. Liona, yang sudah terlalu lemah untuk melawan, hanya bisa memeluk erat leher Arion. Meski tubuhnya terasa lemas, aroma khas Arion yang akrab membuatnya merasa sedikit lebih tenang di tengah rasa mual yang menggerogoti.

"Tenang aja, kita bakal sampai di kamar sebentar lagi," bisik Arion, suaranya tetap tenang meski hatinya dipenuhi kecemasan. Dia melangkah cepat namun hati-hati, memastikan Liona merasa nyaman di pelukannya.

Saat tiba di kamar, Arion perlahan menurunkan Liona ke tempat tidur dengan hati-hati, menyelimuti tubuhnya. "Aku di sini. Dokter bakal segera datang," ucapnya sambil mengusap lembut pipi Liona yang terasa dingin. Liona hanya menutup mata, mencoba meredakan rasa mual sambil mendengarkan suara Arion yang menenangkan.

Arion duduk di tepi tempat tidur, tak melepaskan genggaman tangannya dari tangan Liona. Dia berusaha tetap tenang, meskipun hatinya diliputi kekhawatiran. Setiap kali Liona bergerak sedikit, Arion menggenggam lebih erat, seolah ingin memastikan bahwa dia ada di sana, takkan meninggalkan istrinya sendirian.

Tak lama kemudian, dokter kepercayaan mereka tiba. Dengan cepat, dia memeriksa Liona, mengambil waktu yang cukup lama untuk memastikan kondisi istrinya. Arion tetap berada di sisi Liona, matanya tidak pernah berpaling dari wajah pucat wanita yang sangat dicintainya.

Setelah selesai memeriksa, dokter itu beranjak dari sisi tempat tidur dan menatap Arion dengan senyum tipis di wajahnya. "Tenang saja, tidak ada yang perlu dikhawatirkan," katanya, membuat Arion sedikit bernapas lega. "Liona hanya mengalami gejala awal kehamilan. Dia sudah hamil satu minggu."

TRANSMIGRASI SANG KETUATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang