I LOVE YOU 0.9

937 64 0
                                    

M O U R S H A

"Lo beneran gak mau ikut, nih? Yakin? serius? Sumpah? Demi apa?"

Aku mendesis seraya menutup telingaku. Dava tertawa setelahnya, membuat tanganku gatal ingin menjambak rambutnya saat ini juga.

"Yaudah, besok kakak anterin lo ke sekolah terus on the way Bandara. Gak apa-apa kan di rumah sendiri?. Beneran gak mau ikut mendaki nih,? naik gunung itu seru loh, Sha." Dava lagi-lagi menggodaku. Fokusku pada buku komik di genggaman lagi-lagi terpecah. Bibirku mengerucut seraya menekuk alisku. "Kalau club teater gue gak tampil buat pensi minggu depan, gue pasti udah semangat '45 ikut lo ke Bali!."

Dava tersenyum ke arahku lalu mengacak puncak kepalaku gemas. "Yaudah. Kapan-kapan aja kita long trip sama Mama kalau dia punya waktu luang."

Aku mendengus, "Jangan mengharap hal yang enggak mungkin deh, Kak."

Dava menaikkan satu alisnya seraya duduk di tepi ranjang, "Emang apanya yang gak mungkin,?"

"Mama..waktu luang.. Itu dua hal yang jauh berbeda."

"Jangan begitu, Sha. Mama lagi berjuang supaya kita bisa tetap hidup layak." Elak Dava,lalu berdiri. "Yaudah, lo tidur gih, udah malam. Gue mau berkemas dulu."

Dalam senyumku, aku mengangguk, memperhatikan punggung Dava yang menghilang di balik pintu kamar. Begitu pintu tertutup sempurna, aku menghela nafas seraya menutup komik ku lalu menaruhnya di sisi ranjang.

Menarik selimut, aku merebahkan diriku ke ranjang dan menatap langit-langit kamar. Cukup lama, hingga kesadaranku menghilang berganti dengan mimpi-mimpi yang hadir di alam tidurku.

.

"Kalau kakak gak ada, lo berangkat sekolah naik apa?" Tanya Dava ketika aku menuangkan air putih ke gelas di genggamanku.

"Ada angkot, ojek, bus. Jaman sekarang apa sih yang susah? Semuanya udah serba gampang."

"Yakin?" Tanya Dava, meyakinkan.

"Sedikit." Aku mengangguk. "Mulai besok gue mau nyoba bangun pagi deh biar gak keteteran nyari angkot atau bus."

Setelah mendapatkan persetujuan dari Dava, aku memilih untuk berangkat sekolah dengannya lebih awal, mengingat pesawat Dava take off jam delapan pagi.

"Inget rekam ya? Apapun yang lo lakuin harus di rekam.Awas lo lupa." Ancamku saat kami berdua sudah berada di dalam mobil Dava.
Dava meringis seraya menghidupkan mesin mobilnya, "Auuw so sweet deh di awasin. Berasa punya bodyguard."

"Gue gak bercanda, Kak." Ucapku tajam tanpa menatap Dava.

"Oke, Oke. Ampun Nyai"

Mobil Dava meluncur membelah keramaian kota Jakarta, dengan House musik pagi yang mengalun keras di radio tape mobil, Dava menggerak-gerakkan jemarinya mengikuti alunan lagu. Hanya butuh lima belas menit perjalanan kami sampai di depan gerbang SMA DwiJendra. Aku berniat turun saat jendela kaca mobil di ketuk oleh seseorang. Dava menurunkan jendela kaca penumpang depan.

"Woy! Sombong lo ya, Nyet!. Mau kemana pagi-pagi gini?. Lo gak sekolah apa?"

Aku sempat terkejut dengan suara lelaki di sampingku. Setelah aku melihatnya sekilas, rasanya wajah itu tidak asing dalam ingatanku.

"Eh, Lo yang sombong,Njing!. Gue mau ke Bali cuy!. Biasa, mendaki. Lo mending bolos gih, ikut sama gue sini."

Njing? Siapa temen Dava yang namanya njing?.

Penasaran, aku kembali menengok ke arah jendela. Bukan untuk bertatap muka dengannya, melainkan ingin melihat name tag yang tertempel di bajunya.

Zian A. Wijaya

I LOVE YOUWhere stories live. Discover now