Look at my humps!

21.8K 1.1K 286
                                    

Chapter 5 | Let me sex your ass!

Zedd Altama 16.22 PM

Di mana lo monyet?

Zedd Altama 16.38 PM

PING!!!

PING!!!

Zedd Altama 16.53 PM

Eh, bencong goreng! Lo di mana?! Udah pada ngumpul, setan!

Zedd Altama 17.10 PM

PING!!!

Bales! Jangan cuma diread setan. Awas lo besok di sekolah, gue kasih pelajaran!!!

End Chat

Sialan! Where the fuck is he? Memangnya dia lupa kalau hari ini anak kelas Bahasa ada tanding futsal sama anak IPS tiga, hah? Gue BBM cuma di-read aja, nggak dibalas sama sekali. Gue telpon malah di-reject. Masalahnya, kalau ada pemain cadangan nggak apa-apa dia nggak datang. Lah, ini kan sama sekali nggak ada. Ck! Mau ditaruh di mana muka bule gue kalau sampai sepuluh menit lagi kami nggak punya satu pemain lagi? Lihat itu muka Anjas yang songong minta dipukul pakek cangkul. Well, gue sama dia pas kelas sepuluh dulu berteman. Gue, Liam dan Anjas. Gara-gara cewek gatal yang jadi pacarnya waktu itu menggoda gue, dan kami ada di waktu yang salah, Anjas melihat adegan di mana cewek pecun-nya itu mencium gue.

Dor, dor! Gue sudah menjelaskan pada Anjas yang sebenarnya. Dia nggak mau dengar. Ya, sudah. Kalau sudah tiga kali gue menjelaskan dan nggak mau didengarkan terserah. Gue nggak mau susah-susah lagi mohon minta maaf, toh gue nggak salah. Gue gay, for tingkah banci Variant's sake! Namun, gue nggak memberitahu Anjas itu, of course. Kami baru berteman selama tiga bulan, bisa jadi Anjas punya mulut ember. Gue memberitahu Liam karena kami sudah berteman lama, sampai kelas sebelas semester dua. Dan dia bukan sekedar teman, dia sahabat.

Shit! Anjas jalan ke sini sama kronco-kronco-nya. "Kapan kita mulai tandingnya, heh?"

Sebisa mungkin gue nggak maju dan meninju muka-nya yang menantang itu. Nggak boleh, Mommy sudah memotong uang jajan gue sebanyak dua puluh persen hari ini gara-gara Variant fuck-whore. Uang di tabungan gue juga sisa tiga ratus ribu. Tadi pagi gue sudah baik-baikin Variant, besok pagi dia harus boleh minjamin gue uang. Besok malam Barcelona lawan Arsenal. Gue mau taruhan sama Rifky. Gue yakin gue pasti menang. Harus. Supaya gue bisa beli sarung tinju yang ada di Sport Station GI itu, strukturnya bagus dan busa di dalamnya sangat nyaman.

"Liam nggak bisa dateng, dia sakit," dusta gue, memasukkan HP ke dalam saku hoodie. Tangan gue sudah terkepal, bersiap meninju mukanya kalau dia mencari gara-gara.

Anjas mendesah, bukan jenis desahan yang enak didengar. "Re-match ajalah kalo gitu." Anjas mengedikkan bahu, menyuruh kronco-kronco-nya untuk pergi dari sini. Dia berbalik ke arah gue lagi. "Besok sore, Zedd. Jangan sampe tim lo nggak lengkap lagi. Nunggu for nothing, hell!"

Gue dan yang lain hanya saling melempar pandangan, nggak ada ngomong apa-apa. Gue ambil Adidas bag gue, menyelempangkannya di pundak. Actually, ini bukan lagi ada lomba Futsal atau apa, ya. Kami lagi taruhan aja. Satu orang seratus ribu. Kalau menang kan lumayan uangnya.

Dua puluh menit kemudian, gue sudah terdampar di Starbucks Central Park. Dengan Red Velvet di tangan kiri dan Cinnamon Dolce Latte di tangan yang satu lagi. Gue mendorong pintu keluar dengan bahu. Gue nggak suka duduk di dalam, mending duduk di luar supaya sekalian bisa cuci mata. Di taman Central Park, biasanya banyak botty-botty manis yang lagi foto-foto. Kayak yang itu, tuh! Dia dan dua temannya lagi bergaya sok-sok model. Yang pakek kaca mata wajahnya lucu. Mengarahkan kamera ke temannya yang ngondek banget itu.

Another Twin Story [Zedd]Where stories live. Discover now