chapter 6

21.4K 2.2K 144
                                    

Buku cetak Matematika dan beberapa ikat kepala dengan tulisan 'semangat belajar' 'harus lulus un dengan nilai tertinggi' berserakan di atas meja berwarna coklat terang itu. Dan di sana juga terlihat seorang pemuda yang memiliki warna rambut yang hampir mendekati warna meja sedang menenggelamkan wajahnya dengan tangan yang masih memegang pena.

Seharusnya meja yang cukup besar itu adalah tempat meletakan komputer dan PS si pemilik. Tapi mengingat banyaknya kejadian aneh dan osis yang semakin sibuk akhir-akhir ini, ia memutuskan untuk menjauhkan komputer dan belajar segiat munkin agar dapat masuk ke universitas yang bagus.

Dari niat dan kebiasaannya, sudah bisa dipastikan orangnya. Tentu saja, Daffa Nugraha. Lagipula rasanya sangat mustahil melihat Daffa yang bermain game dan Raka yang belajar.

Itu bisa dikategorikan dalam tanda-tanda kiamat.

Dilihat dari buku yang terbuka, sepertinya Daffa sedang mengulang beberapa pelajaran lama yang sudah tidak pernah ia ingat-ingat lagi. Eksponen contohnya. Materi itu tergolong sangat mudah, bahkan bagi Raka sekalipun. Yang menjadi permasalahan adalah, Daffa membenci materi Matematika yang berhubungan dengan huruf. Itu malah membuat kepalanya pecah.

Seperti sekarang. Rasanya hampir tidak pernah Daffa tertidur saat belajar, bahkan pelajaran yang menurut orang bosan sekalipun. Biasanya kalau ngantuk, Daffa langsung mencuci muka atau membuat soal dari materi yang dipelajari dan menjawabnya sendiri agar rasa kantuknya berkurang. Dan seperti yang dilihat, Daffa tertidur. Bukan hanya karena sudah malam, tapi Daffa memang kurang mahir dalam materi yang lagi dipelajarinya.

Agak mengganjal memang, tapi setiap pelajaran aljabar, Raka selalu membantu Daffa memecahkan soal. Ya, sejak kelas satu SMP sampai tiga SMA.

Sudah terlalu sering Daffa membandingkan kesukaannya dan sahabatnya yang gila itu. Hasilnya selalu sama, semakin ada hobi baru semakin jauh perbedaan mereka. Raka hobi basket, Daffa sangat benci hal itu (dia bahkan gak bisa olahraga). Raka hobi menggoda cewek, Daffa sangat benci dengan cewek. Dan masih banyak lagi. Persamaan mereka mungkin hanya satu; sama-sama hobi bermain fifa. Hanya itu, dan tidak ada persamaan lagi.

Ngomong-ngomong... kenapa Daffa terdengar seperti meragukan persahabatannya?

Pada akhirnya Daffa terbangun dari tidur kilatnya dengan cara yang bisa dibilang kurang bagus. Ia terkejut, seperti orang yang habis disengat listrik lalu terjatuh dari kursi tempat dia duduk tadi. Dan tidak, Daffa tidak bermimpi apapun, dia hanya bangun dengan cara yang tidak wajar. Itu saja.

Ia bangkit dari lantai kamar lalu menengok ke jam dinding yang sudah menunjukan pukul 1.20 AM. Lantas ia keluar dari kamar untuk melihat keadaan.

Kepala Daffa dicondongkan untuk mengintip ke kamar sebelahnya; kamar Raka. Setelah sukses dan yakin dengan yang dia lihat, kemudian Daffa berdiri dengan normal dan menggaruk kepalanya yang terasa gatal karena bingung. Makhluk jadi-jadian itu tidak ada di kamarnya.

Lalu Daffa menaiki setengah tangga, mungkin saja Raka sedang memainkan komputernya atau bermain fifa dengan Sayed dan Azka yang tentu saja akan menjadi malam yang berisik.

Tapi alih-alih berisik, suasana sangat sepi dan sunyi. Lampu juga dalam keadaan mati. Jadi... Raka tidak pulang ke rumah, ya?

Mengetahui fakta itu Daffa menunduk lesu dan berjalan menuruni tangga untuk mencapai kamarnya.

Ada kemungkinan alasan Raka tidak pulang karena mengetahui kejadian Daffa dan Suryati kemarin sore. Dan itu sedikit menganggu Daffa.

Karena tidak seharusnya Raka mengetahui itu.

***

"Mau sampe kapan lo di sini, Mas?" Sayed meletakan dagunya di pundak Azka lalu menatap pemuda berambut hitam gelap yang sedang semangat memainkan permainannya dengan bosan. Diikuti dengan Azka yang mengangguk dan menyingkirkan kepala Sayed secara paksa dari pundaknya.

[ i ] Raka and DaffaWhere stories live. Discover now