Part 1

43K 2.2K 201
                                    

-Karin pov-

Satu tahun berlalu setelah aku sadar dari koma. Tak ada yang berubah dari duniaku dan keseharianku selama ini kecuali—sebuah rasa sakit yang entah dari mana datangnya. Aku merasa seperti gadis yang patah hati, tapi hal tak masuk akalnya adalah—aku tidak tahu apa yang membuatku begitu terluka.

Jam istirahat aku dan Shinta sudah berada di resto terdekat untuk makan siang. Kami sengaja memilih tempat duduk yang hanya memiliki dua kursi dan kami duduk saling berhadapan sambil menyeruput Milkshake Strawbeerry yang sudah kami pesan.

"Karin," panggil Shinta sambil menyeruput minumannya lagi.

"Ya?"

"Lihat ini!" Shinta menunjukan layar ponselnya dan terpampang sebuah foto laki-laki sedang duduk dibawah pohon dan tersenyum manis menghadap kamera pastinya.

Aku mengangkat sebelah alis. "Ryan?"

Shinta mengangguk cepat sambil tersenyum. "Bagaimana menurutmu?"

"Aku tahu dari dulu kau mengejarnya seperti orang idiot. Bagaimana kau bisa mendapatkan fotonya?" tanyaku menyelidik.

"Sialan, kau benar-benar ketinggalan berita tentangku? Aku sudah menjalin hubungan dengannya tiga bulan yang lalu."

"Hah?" Aku membalalak tak percaya. "Kenapa kau baru memberitahuku? Bagaimana bisa kau sudah menjalin hubungan dengannya?" cecarku masih tak percaya. Dari dulu aku tahu Shinta sudah menaruh hati pada Ryan tapi Shinta tidak berani untuk bersaing dengan para gadis yang juga mengejarnya.

"Aku yakin kau takan percaya dengan kalimatku. Kau tahu? Ternyata dari dulu dia juga menyukaiku." Shinta berteriak kegirangan tapi langsung ia tutup mulutnya dengan tangannya sambil menoleh kiri dan kanan. Untuk masalah cinta, akulah yang paling tahu seberapa ributnya gadis ini.

"Kau tidak bercanda kan? Ya Tuhan kau—aku benar-benar tidak percaya. Ryan itu pria dingin yang pernah kutahu seumur hidupku, seperti gunung es. Kau tahu sudah berapa perempuan yang menginginkannya—kecuali aku. Tapi kau bisa membuatnya takluk!" Aku menggenggam tangannya senang. "Kau memang—sangat keren dan luar biasa."

"Yah, sebenarnya tidak mudah mendapatkannya tapi—aku mencoba dekati dia dan ternyata dia meresponku dengan cepat seperti PC baru. Dan kau tahu? Bulan depan kami sudah berencana untuk mengadakan acara pertunangan."

"Sungguh? Kau tidak bercanda?" Sungguh, mendengar hal ini aku tak tahan untuk menjerit bahagia. "Selamat yah! Aku senang sekali mendengarnya, ya Tuhan!"

"Tapi aku akan lebih bahagia kalau kau datang ke acara tunanganku dengan kekasihmu. Apa sampai sekarang belum ada laki-laki yang bisa menyentuh hatimu?" Kali ini Shinta mencoba mengorek masalahku.

Aku terdiam cukup lama. Pertanyaannya membuatku kembali menatap hatiku. Aku merasa ada jawaban disana tapi aku tidak bisa melihatnya. Sepertinya aku pernah merasa jatuh cinta tapi—aku tidak tahu dengan siapa, bahkan sampai sekarang perasaan aneh itu masih melekat kuat.

"Karin, kau baik-baik saja?" tanya Shinta menyadarkanku kembali.

Aku mengerjap. "Iya aku baik-baik saja."

"Hey aku tanya padamu. Apa kau belum menemukan laki-laki yang membuatmu tertarik?" tanya Shinta sekali lagi.

"Hmm—begini Shinta. Aku—." Aku diam sejenak untuk mengutarakan perasaanku. "Begini, aku—jujur saja aku sedang bingung."

"Bingung?"

Aku mengangguk. "Kau tahu? Aku merasa baru-baru ini aku mencintai seseorang tapi aku tidak tahu siapa dia. Aku merasa pernah bertemu dengannya tapi—aku tidak ingat."

Loizh II : AreyМесто, где живут истории. Откройте их для себя