Part 9

15.8K 1.4K 105
                                    

-Alex Pov-

Aku terbaring lelah dikamar, sesekali aku memejamkan mata untuk mencoba beristirahat. Dua minggu berlalu sejak Lyra menggantikan pekerjaan Roy sebagai pendamping raja. Ia cepat tanggap dan mengerti apa yang harus dia lakukan, bahkan ia menawarkan dirinya untuk mengerjakan sebagian pekerjaanku. Kemampuannya untuk beradaptasi sangat luar biasa. Bagiku Lyra adalah pintu keluar dari permasalahanku. Aku bisa memanfaatkannya agar aku bisa ke dunia Manusia.

"Aku harap kau masih mau menungguku, Karin. Tidak lama lagi aku pasti akan kesana untuk menemuimu. Kau tahu? Sampai sekarang aku tidak bisa melupakanmu bahkan aku semakin merindukanmu," kataku tersenyum sambil membayangkan wajahnya yang tersenyum padaku. Aku mengangkat tanganku dalam posisi terbaring hingga sejajar dengan wajahku. Kukeluarkan ulqi-ku perlahan hingga menjadi gumpalan berbentuk bola cahaya. Kupandangi ulqi-ku yang kini berwarna putih cerah dengan tersenyum bahagia.

"Aku pasti akan memilikimu sama seperti aku memiliki ulqi-mu. Apapun akan kulakukan untukmu meskipun jiwaku menjadi taruhannya."

"Siapa?" teriaku sambil memadamkan ulqi-ku setelah aku mendengarkan suara pintu kamarku diketuk.

"Saya, yang mulia," jawabnya dari balik pintu. Itu suara Lyra.

Aku langsung bangun dan mengambil posisi duduk di tempat tidur. "Masuklah!"

Tak lama pintu terbuka dan seseorang masuk. Dalam sekejap aku mengerutkan alis karena yang masuk bukanlah Lyra melainkan—Syaira. "Tunggu—bukannya tadi yang kudengar adalah suara Lyra? Kenapa kau yang masuk?" tanyaku sedikit kesal karena istirahatku merasa terganggu setelah aku tahu siapa yang masuk.

Syaira terkekeh dengan menirukan suara Lyra dan berkata "Sudah kuduga kau akan mengira bahwa aku adalah Lyra," ucapnya tertawa.

Jujur saja, itu membuatku kesal, tapi aku akan lebih kesal lagi jika ia mencoba untuk menirukan suara Karin. "Ada apa kau kemari?"

"Aku hanya ingin mengatakan sesuatu padamu dan—jika kau mau aku ingin melanjutkan yang kemarin," ujarnya sambil menutup pintu kamarku.

Aku mulai bersiaga atas kalimatnya. "Jangan macam-macam denganku. Aku bisa melenyapkanmu dalam sekejap." Ancamku dingin dan aku tidak main-main. Apalagi di istana hanya ada para pelayan dan pengawal. Ayah dan Ibu sudah kembali ke istana Occultum sementara Lyra pasti sedang menjalankan tugasnya.

"Itu ancaman atau gertakan, yang mulia?" tanyanya sambil menyeringai. Aku tak mengerti, kenapa sikap Syaira berubah dan menjadi sosok yang nekat.

"Aku tidak main-main Syaira, jadi hentikan tingkahmu dan bersikap sopanlah!"

"Kau yang membuatku kehilangan sopan santunku, yang mulia. Kau mebuatku tergila-gila saat pertama kali aku bertemu denganmu dan aku sangat bahagia saat ayahmu memintaku untuk menjadi ratumu. Tapi sekarang sepertinya aku harus memilikimu dengan paksa yang."

"Apa yang akan kau lakukan?"

"Melenyapkan Lyra dan semua orang yang menghalangiku untuk memilikimu termasuk orang tuamu jika perlu."

"Apa?" Aku semakin memicingkan mata, semakin tak percaya bahwa sosok anggun yang pertama kulihat kini berubah menjadi wanita psiko.

"Kuberi dua pilihan untukmu, yang mulia. Jadi milikku atau mereka semua akan lenyap, terutama Lyra."

"Aku tidak akan bisa kau miliki dan aku juga tidak akan membiarkanmu melakukan sesuatu pada mereka terutama Lyra," lugasku tenang.

Dia tampak tersenyum kecewa. "Apa kau ingin melindunginya?"

"Tentu saja. Lyra sangat berharga bagiku terutama untuk kehidupanku mendatang."

Kemarahan terlihat dari wajah Syaira saat aku mengatakannya. "Seberapa berharganya dia bagimu?"

Loizh II : AreyWhere stories live. Discover now