=3=

187 14 2
                                    

Hari-hari selanjutnya Mark masih saja mengejar Carlo, ia menuntut jawaban masuk akal Carlo karena melihatinya tempo hari. Karena menurut Mark apabila seseorang memandanginya pastilah ada suatu alasan, dan ia sangat tidak suka kalau tidak mengetahui alasan tersebut. Begitu melihat Carlo tengah duduk di depan kelas XII A3, Mark lekas menghampirinya dengan senyum miring seakan siap menginterogasi tawanannya. Namun belum sampai depan Carlo, cowok itu sudah berjalan cepat dan menuju tangga di samping kelas XII A1. Mark mengamati cowok itu menghilang dengan cepat dan mengusap rambutnya bingung.

"Ada apa sih dengan cowok itu??" tanya Mark tidak habis pikir.

"Cowok yang mana??" tanya seseorang tiba-tiba dari balik badannya, membuat Mark nyaris terlompat melewati pembatas depan kelas.

Mark memutar tubuhnya dan melotot pada Mike seakan ia ingin me-laser badan Mike hingga menjadi abu. "Cowok culun dari kelas sebelah, Monte Carlo."

"Ah, si aneh itu." Mike mangut-mangut mengerti. "Dia emang rada aneh dari dulu, pemalu, dan nggak pernah deketin cewek seolah dia nggak tertarik dengan makhluk yang namanya 'cewek'. Tapi aku akuin dia otaknya encer soalnya pegangannya ensiklopedia."

Cowok di sampingnya yang menghalau dasinya ke samping tubuhnya mengerutkan dahi, "Kamu merhatiin dia terus, ya? Kok kamu bisa tahu banyak tentang dia??"

Karena dipandangi dengan raut curiga oleh Mark, Mike jadi salah tingkah. "Enak aja aku merhatiin dia, aku masih normal, Bro!! Aku bisa tahu sebanyak itu soalnya dia banyak dibicarain sama murid sini, emang aku kurang kerjaan ngelihatin sesama cowok?"

"Ya kali aja kamu tertarik sama orang pemalu, atau... cowok pemalu." Mark mengatakannya dengan nada sedikit menyindir, ia mengangkat sudut bibirnya dengan sinis.

"Gak mungkin! Asal kamu tahu, aku jijik sama cowok pencinta sesama jenis. Kayak di dunia ini udah nggak ada cewek cantik aja! Rugi lah ya kita udah dilahirin kayak begini kalau ujung-ujungnya nyari sesama jenis. Udah ah! Jangan bahas tentang cowok homo lagi, geli tahu!" tukas Mike panjang lebar lalu meninggalkan Mark berdiri terdiam memikirkan ucapannya barusan.

Mark memang judes, ia memang cuek, dan nyaris tidak punya hati. Tapi ia sendiri tidak setuju ketika seseorang menjelek-jelekkan orang lain, apalagi tidak menolerir keadaan orang lain. Toh itu bukan keinginan mereka kalau jadi seperti ini. Apakah ada orang yang ingin dia menjadi seorang homoseksual? Dikucilkan masyarakat dan dianggap sampah masyarakat, itu pasti sangat menyedihkan. Meski Mark adalah cowok yang sepenuhnya normal, tapi ia bisa merasakan dan turut berempati....

.

.

.

Ketika pulang sekolah, saat Mark hendak meninggalkan kelas, tiba-tiba guru bahasa Indonesia memanggilnya. Pak Jack menghampiri Mark dengan senyum ramah dan menepuk bahunya. "Mark, nanti kamu bawa tugas teman-teman sekelasmu ke ruangan saya, ya. Kan tadi belum selesai semua..."

"Ah iya, Pak. Habis ini saya bawakan."

"Oke, makasih ya, Mark."

Ketika Mark membawa tumpukan buku menuju ruangan Pak Jack, seseorang juga berjalan di sampingnya. Berpura-pura tak sadar dan tak peduli ia terus melangkah, namun cowok di sebelahnya malah berbicara riang.

"Hai, aku Locky. Kamu yang namanya Mark, ya? Ternyata kamu memang hampir kayak yang anak-anak bilang, kamu keren, cuek tapi menawan, galak tapi buat orang makin tertarik!" oceh Locky dengan santainya.

Mark melirik sekilas pada lawan bicaranya, "Kamu bermaksud memuji atau mengejekku? Dan aku nggak nyangka anak-anak pada ngebicarain aku dari belakang." Meski Mark menanggapi, ia sama sekali tidak berminat menjawab perihal namanya.

"Itu adalah pujian. Aku sangat penasaran soalnya orang-orang pada cerita tentang kamu, karaktermu membuat banyak cewek meleleh soalnya," jelas Locky masih dengan riang.

"Kamu mau mengikutiku sampai kapan? Sampai aku pulang ke rumah??" cegat Mark judes, ia menghentikan langkah sejenak.

Locky ikut berhenti dan memandang Mark. Begitu memandang wajah Locky lebih saksama, Mark baru sadar kalau Locky sangat imut dan menggemaskan. Pantas saja cowok lain bisa berubah 'haluan' dan tergoda imannya. Beruntung, wajah lonjong dan mata bercahaya itu tidak dapat menggodanya. Bisa-bisa ia dihajar kekasihnya yang badannya juga kekar sepertinya.

"Aku juga mau ke ruangan Pak Jack, sekadar menyapanya."

Mark kembali berjalan dengan santai namun langkahnya besar-besar. Ia kembali mengunci mulut seakan baterainya untuk bicara habis seluruhnya.

Sesampainya di ruangan Pak Jack, mata Mark membelalak karena bertatapan dengan seseorang yang berbalik menghadapnya untuk melihat siapa yang datang. Itu si Monte Carlo. Cowok kekasih ensiklopedia. Cowok yang tidak pernah mendekati perempuan. Cowok yang memandanginya sepanjang istirahat. Cowok yang tadi istirahat berlari menghindarinya.

Carlo sendiri tidak kalah terkejut saat menatap Mark, ia lekas menghadap kembali ke Pak Jack. "Umm, Pak, saya harus pulang sekarang. Saya baru ingat kalau harus angkat jemuran."

Kalau ada alasan yang lebih bodoh lagi keluar dari mulut Carlo, pasti cowok itu sudah mengatakannya. Pak Jack tersenyum geli sekaligus maklum, ia mempersilakan murid itu keluar ruangan dan menyambut dua orang lain yang baru datang.

"Hei, Mark, duduklah. Locky, tumben sekali kamu kemari!" sambutnya ceria, pembawaan guru itu sejak lahir. Mungkin.

"Umm, saya hanya mau mengumpulkan ini. Saya permisi dulu, Pak."
Mark menaruh tumpukan buku ke meja di dekat Pak Jack, kemudian ia sedikit meregangkan kedua tangannya.

"Omong-omong, ketua kelas XII A2 kan Karin. Kenapa Bapak nggak menyuruh dia saja yang mengumpulkan??" tanya Locky langsung, pertanyaan yang sama seperti yang ada di benak Mark.

"Nggak apa, pengin aja nyuruh yang lain. Semua anak harus mendapat tugas sama rata," jawab Pak Jack sesantai saat berjemur di pantai.

"Kalau begitu saya permisi dulu, Pak." Mark undur diri dari hadapan mereka, setelah Pak Jack mengangguk ia pun menjauh dan menghilang di balik pintu.

Sembari berjalan ke tempat parkir, otak Mark terus berputar. Ia terus memikirkan tentang Pak Jack dan Locky. Kalau mereka adalah gay, mereka sama sekali tidak terlihat demikian. Malahan, dua pria itu nampak jantan dan normal.

Kenapa orang-orang bisa tahu kalau mereka berdua adalah gay?

Mana pasangan mereka kalau mereka gay?

Pertanyaan terakhir di kepalanya membuat Mark terguncang, Dan sebenarnya apa yang terjadi padaku? Kenapa aku sangat penasaran dengan semua ini??

=======================================================================================

Akhir-akhir ini suasana kurang mendukung untuk menulis cerita, tapi aku tetap berusaha agar dapat menulis sebagus mungkin dan membuat cerita ini lebih hidup-meski aku tahu aku agak susah dalam hal ini- hehehe.

Aku hanya berharap kalian menyukainya dan mau membaca cerita ini sampai habis...

:) :D


No One Can Hide from LoveWhere stories live. Discover now